Sebuah tempat yang tenang, tanpa sepatah kata yang keluar, ruangan yang dibersihkan oleh seorang lelaki yang mengenakan maid perempuan.
Ruangan kecil yang bersih mengkilap, enak dipandang mata tanpa mendapatkan kritikan. Ruangan bangsawan wajib dibersihkan setiap hari agar terlihat mewah dan berkelas.
Zhukov, siswa Kelas I Saintek C menghentikan tawa, menunggu sosok maid yang malu, melarikan diri dari kondisi yang terpojok.
Todak ada pilihan lain. Yang bisa dilakukan Zhukov hanyalah membuka buku, membaca demi lembaran. Sambil menunggu waktu seseorang untuk kembali ke tempat perkumpulan.
Di tengah keheningan, tiga gadis datang menghampiri Zhukov, berlarian sambil membawa tas di tangan mereka. Zhukov masih membaca santai, tatapan mata fokus pada buku pelajaran.
"Zhukov!" Seorang gadis memanggil Zhukov, berlarian di lorong meninggalkan 2 gadis lain.
"Akishima. Jangan berlari di lorong!" Zhukov memperingatkan, memilih menutup buku untuk membalas perhatian.
Tidak peduli, Akishima tidak mendengarkan Zhukov. Setelah sampai di depan Zhukov, ia menghentikan langkah, mengatir nafas setelah berlarian cukup lama. Tatapan matanya mengarahkan kepada Zhukov.
"Lupakan itu! Apa kamu melihat Rivandy?" Akishima bertanya, tanpa membuang waktu lebih lama.
"Dia sedang lari ke arah sana, mengembalikan peralatan kebersihan di ruang kebersihan." Zhukov menjawab, menyembunyikan rahasia itu pada teman sekelasnya.
"Sekarang, kita tinggal menunggunya. Aku ingin menurunkan untuk membersihkan apartemenku." Nafasnya kembali normal, Akishima berencana untuk memberikan pekerjaan maid pada siswa pangeran itu.
"Kau terlalu berlebihan. Dia bukan orang yang selalu disuruh orang lain." Zhukov menyipitkan matanya, ekspresi yang tenang menegur Akishima.
Di samping Akishima, samping kiri, Aurora bertanya pada gadis bersyal itu. "Akishima. Apa Rivandy baik-baik saja?"
Evelyn melanjutkan, kedua matanya masih mengamankan lorong. "Iya, desu. Rivandy tidak pernah datang."
Akishima berbalik badan, tatapan matanya memandang dua gadis yang cemas. Dia menenangkan kedua gadis dengan sebuah kata yang santai.
"Tenang saja. Rivandy akan datang kok. Kita bisa menyuruhnya kapan saja." Akishima membungsungkan dada, tanpa kecemasan sekalipun.
Zhukov terabaikan, masih menegur Akishima tanpa ekspor berubah sekalipun. "Sudah kubilang jangan menyuruhnya membersihkan apartemenmu!"
Setelah menunggu agak lama, seorang lelaki yang mengenakan seragam maid datang, membawa papan tulis kecil dengan kapur putih. Entah apa tujuan membawa barang itu, agar tidak mendengarkan suara itu selain Zhukov.
"Rivandy. Kamu dari mana saja?" Akishima menyapa, mendatangiku sementara' yng lainnya hanya saling memandang.
Langkah kakiku berhenti, menyembunyikan diri dari orang lain karena perasaan tidak nyaman. Papan tulis kecil melindungiku dari pandangan orang lain.
Aku membalikkan papan tulis, menulis dengan kapur dan memperlihatkan tulisan kepada Akishima. "Kembalikan seragamku!"
Setelah membaca, Akishima mengeluh, merasakan tidak beres padaku. "Apa yang terjadi denganmu? Kau pemalu seperti Zanyechiva Printesta (Putri Pemalu)."
Lagi-lagi, Akishima membandingkanku dengan dongeng Roshan Capital. Tidak ada yang tahu kenapa aku membawa barang itu. Itu membuatku bersembunyi dari Akishima karena dia membuatku seperti seorang maid.
Ada 99 Dongeng Roshan Capital yang terkenal baik dari rakyat maupun bangsawan. Dongeng yang paling terkenal adalah Krasiva Prince (Pangeran Tampan), Glupye Blagorost (Bangsawan Bodoh), Rytsar Chernyt Legiun (Ksatria Legiun Hitam), dan Zanyechiva Printesta (Putri Pemalu).
Aku mulai menulis dan menunjukkan tulisa pada Akishima."Gara-gara kau, aku harus bertingkah seperti seorang kakak perempuan."
"Yang benar saja. Ayo pulang! Aku punya pekerjaan untukmu." Akishima berjalan santai, mulai menarik kerah baju maid dengan tangan kanannya.
"Tolong aku! Aku tidak mau menjadi maid lagi!" Tulisanku mengirimkan pesan kepada mereka, tapi mereka memilih diam dan tidak menolongku.
Percuma. Tidak ada yang menolongku. Wajahku memerah sampai ingin berteriak. Tapi, tidak bisa karena akan menggemparkan akademi dengan suara perempuanku.
"Haruskah kita menolongnya?" Aurora bertanya, ekspresinya terlihat suram.
"Tidak. Dia terlalu imut, seimut Zanyechiva Printesta." Zhukov menjawab, menolak karena aku terlalu imut.
"Aku ingin muntah, desu."
[***]
Pertengahan bulan pertama misim gugur, semua penduduk Roshan Capital sudah terbiasa mengenakan syal, menikmati siang hari dengan udara sejuk.
Siswa akademi sudah meninggalkan akademi, pulang ke rumah atau pergi ke toko untuk membeli barang. Mereka menghemat uang bulanan agar bisa menabung secara mandiri.
Saat ini, kami, 2 lelaki dan 3 gadis pulang bersama, berjalan kaki seperti seorang siswa akademi pada umumnya. Cukup berisik, ini membuatku tidak bisa membaca buku kecil dengan tenang.
"Rivandy. Apa kamu baik-baik saja? Kau terlalu imut soalnya." Aurora menoleh padaku, menahan tawa karena aku terlalu imut.
Kembali menulis di papan tulis dan menunjukkan pada Aurora. "Aku baik-baik saja sampai harus mengenakan seragam maid. Ini memalukan."
"Lain kali, kenakan seragam imut itu. Aku ingin memelukmu seperti kakak perempuan." Aurora meminta, tersenyum dan merasa nyaman.
"Baiklah. Aku akan menerima permintaan itu." Tulisan di papan tulis kecil tertuju pada Aurora, tidak keberatan dengan permintaan teman sekelas.
"Nee. Rivany-neesan. Jangan sedih, desu. Aku akan menjadi adik yang baik untukmu, desu." Evelyn memegang tanganku,
"Jangan panggil aku nama itu lagi! Aku bukan kakak perempuan." Harga diriku telah dirusak, meminta Evelyn untuk tidak memanggilku kakak perempuan.
Zhukov kembali menatap Aurora, memastikan perkataan Akishima benar sementara gadis yang penuh keegoisan berada suasana hati yang baik.
"Oh iya. Aurora. Katanya kamu pingsan di kelas. Ada apa?" Zhukov menanyakan penyebab kedua gadis itu meninggalkan kelas untuk dirawat di ruangan kesehatan.
"Saking imutnya Rivandy, aku langsung pingsan. Jadi, aku harus dibawa ke ruangan kesehatan."
"Aku juga, desu. Guru yang mengajar dan murid lainnya semakin bersemangat untuk belajar hanya karena Rivany-neesan, desu "
Setelah mendengar cerita itu, Zhukov prihatin karena mereka tidak mengikuti pelajaran kedua. "Suram sekali. Kalian tidak beruntung karena meninggalkan pelajaran di saat semangat begini."
Akishima kembali melambatkan langkah kaki, menoleh keempat siswa akademi lainnya.
"Yang penting Rivandy harus membersihkan apartemenku sebelum pulang." Akishima memperlihatkan keegoisannya, menyuruh orang lain membersihkan apartemennya.
"Sebaiknya kau membersihkan apartemenmu sendiri." Zhukov menyarankan, tidak baik menyuruh orang lain.
"Tidak bisa! Orang yang memakai seragam maid bertugas membersihkan rumah dan apartemen. Seharusnya, kau tahu itu."
"Tidak apa-apa, Zhukov. Aku terima saja. Meskipun pakaian maid ini membuat tubuhku tidak nyaman." Aku menuliskan di papan tulis, memegang rok maid dengan erat.
"Baiklah. Jangan sampai kau mengeluarkan suaramu itu! Nanti, Akishima akan terkejut." Zhukov menyarankan, memberikan kode keras padaku.
Aku mulai paham, harus berhati-hati dalam berbuat. Salah sedikit berakibat fatal. Itu yang kurasakan.
"Oh, Iya. Kita harus membeli barang yang diperlukan untuk kakak perempuan yang imut ini. Biar dia tidak malu." Akishima mengajak kami semua untuk pergi ke toko aksesoris, untuk membelikan sesuatu padaku.
"Tidak perlu! Aku tidak butuh aksesoris itu." Kembali menghapus papan tulis kecil dan menunjukkan tulisan pada Akishima.
"Sepertinya, aku akan menginap di apartemen Rivany-neesan, desu."
"Tidak boleh! Anak kecil pulang saja."
"Tidak mau, desu. Aku ingin tinggal bersama kakak perempuanku."
Akishima dan Evelyn bertengkar, merebutkanku sebagai maid dan kakak perempuan. Ini semakin rumit jika Sheeran berada disini.
"Rivandy. Aku akan memberikanmu seragam akademi milikmu begitu sampai di apartemen nanti. Aku mencurinya dari tas Akishima sambil menunggumu." Aurora berbisik, menunjukkan seragamku di balik seragam Aurora.
"Terima kasih, Aurora. Aku terselamatkan." Aku menghela nafas, masih menulis di papan tulis tanpa bersuara sekalipun.
Setelah berjalan cukup lama, Zhukov berpisah dengan kami, mengucapkan selamat tinggal dan melambaikan tangannya. Dia memberi pesan padaku untuk tidak mengeluarkan suara itu.
Tinggal kami berempat, satu lelaki berpakaian maid dan tiga gadis berjalan bersama. Kebersamaan di tengah perjalanan, tidak bisa pudar begitu saja.
Kami berjalan pulang seperti keluarga yang tersesat.
Setelah sampai di apartemen, Evelyn memutuskan untuk menginap di apartemenku, menungguku kembali ke apartemen setelah membersihkan apartemen Akishima. Aurora menyelinap dan menyimpan seragamku di kamar tanpa dicurigai siapapun.
Ini bisa dipakai keesokan harinya. Ingatan Evelyn akan kembali seperti semula, menganggapku sebagai laki-laki.