Pelajaran kedua hari Senin telah usai, para murid akademi mulai mengemas buku mereka dan meninggalkan kelas. Mereka memutuskan untuk menghabiskan waktu di akademi sebelum pulang ke rumah.
Mereka pergi ke taman akademi maupun taman kota. Para lelaki mencari gadis yang bisa diajak berbicara. Ada yang langsung pulang ke rumah untuk mengurus rumah tangga.
Murid yang rajin menghabiskan waktu mereka untuk memandang lembaran buku, baik buku pelajaran maupun buku yang lebih besar sebagai referensi tugas akademi.
Guru pada mata pelajaran yang bersangkutan memilih pulang daripada bergegas ke ruang guru, memeriksa tugas dan jawaban.
Sebagian besar guru akademi memilih pulang dengan kaki mereka. Meskipun Roshan Capital memiliki kendaraan, masih banyak penduduk Roshan memiliki kebiasaan jalan kaki yang kuat. Tidak seperti di kerajaan lainnya yang memiliki menggunakan kuda dan keledai sebagai transfortasi.
Kuda dan rusa jarang terlihat di kerajaan Roshan, itupun belum bisa ditunggangi secara sembarangan.
Di suatu lorong akademi, ketiga gadis itu saling pangeran dari mata mereka. Mereka tampak akur, tidak menyembunyikan apapun.
"Rivandy. Kami pulang dulu. Kalau mau pulang bersama, Evelyn akan menemanimu." Aurora memberitahu, santai dan tidak dibebani.
"Baiklah. Aku harap kalian akur dan tidak bertengkar dengan permainan gunting batu kertas lagi." Respon dan harapanku agar para gadis selalu akur, tidak berselisih dan memainkan gunting batu kertas sebagai pelampiasan.
Mereka menghentikan langkah dan menoleh ke arah yang berlawanan. Teringat sesuatu karena permainan itu menyebabkan frustasi berupa kekalahan beruntun.
"Tidak, Darling. Aku tidak mau bermain lagi. Aku selalu kalah dari perempuan murahan itu." Sheeran angkat bicara, merasa tidak enak sejak bermain permainan itu.
"Apa maksudmu murahan? Kau tidak akan bisa menang dariku. Butuh 20 tahun agar kau bis mengalahkanku." Akishima menambahkan tekanan agar Sheeran terhasutkan.
"Tidak usah berkelahi. Menang dan kalah bukan segalanya." Aurora melerai mereka, mendorong kepala kedua gadis agar lebih jauh.
"Kami pulang dulu, Rivandy." Aurora memutuskan berpisah dariku.
"Jangan sampai kau didekati gadis lagi atau aku akan menjadikan sebagai maid rumahan!" Jari telunjuk Akishima tertuju padaku, langsung meninggalkanku begitu saja.
"Sampai jumpa, Darling!" Berbeda dengan Sheeran, dia memberikan ciuman di bagian pipi sebagai kasih sayang.
Mereka meninggalkanku, berlalu di lorong akademi dan menuju gerbang akademi. Aku berniat untuk pulang bersama mereka. Karena selalu mengerjakan tugas di apartemen, maka tenagaku berkurang dan ingin tidur.
Setelah berjalan cukup lama, aku menemukan sebuah tempat yang sepi, tanpa keberadaan orang lain sekalipun. Tempat tersebut dilengkapi kursi dengan meja besar yang berbentuk bundar. Terdapat ruang kecil yang kosong, belum diisi dan dibersihkan.
Dengan cepat, tanganku meraih kursi di depanku lalu menariknya agar bisa duduk dan tidur nyenyak. Setelah bisa duduk, pandanganku di tempat sekitar menjadi kabur.
Kepalaku diletakkan di atas meja dan mulai memejamkan kedua mata karena sudah mengantuk. Tapi, suara seseorang itu menyapa dengan ramah
"Hei." Seseorang memanggil dengan suara kecil.
"..." Aku tidak merespon, berfokus untuk tidur.
Tak lama dari suara tersebut, aku terbangun dan mengangkat kepala dari meja, menguap sebentar sebelum mencari sumber suara tersebut.
"Sepertinya, kau kelelahan. Apa yang terjadi denganmu?"
"Tidak apa. Belakangan ini, aku selalu mengerjakan tugas tadi malam. Jadi, aku menyelesaikan tugasku dan berencana untuk menghabiskan waktu untuk tidur."
"Hebat sekali. Tapi, kau tidak boleh melupakan istirahat."
"Dari tadi kau berbicara terus. Sebenarnya, ada masalah apa?"
Aku belum melihat wajahnya. Masih belum mengerti siapa orang yang berada di depan mataku. Begitu aku membuka mataku, seorang remaja lelaki berada di depan mataku.
Seorang remaja membuat gaya rambut ponytail hijau pendek dengan warna mata ungu, berpakaian rapi, dan wajahnya enak dipandang. Dia terkesan bijak dan tenang.
"Tidak. Sebenarnya, aku tidak ingin mengganggumu tidur. Semua orang punya waktu masing-masing."
"Begitu yah. Aku harap aku bisa kembali segar setelah tidur." Aku mengharap hal yang tidak mungkin.
"Benar juga." Remaja itu menerima harapan dengan senang hati.
Suasana tongkrongan menjadi hening, hanya dua remaja yang duduk berhadapan. Tidak ada topik yang cocok untuk mengisi suasana ini. Langsung pada intinya saja.
"Oh iya. Di sini sepi sekali. Apa yang kau lakukan?"
"Tidak ada. Hanya saja, aku menemukan tempat ini dan mencoba untuk membersihkannya. Hanya saja, aku tidak bisa melakukannya. Aku cukup payah dalam membersihkan tempat yang kotor."
Remaja tersebut mengungkapkan keluhan, tidak mau membersihkan ruangan secara sendirian, hanya bertujuan untuk menghemat energi.
"Mungkin besok, aku akan membawa sapu dan kemoceng. Aku tidak ingin ada ruangan kecil itu dibiarkan kotor begitu saja."
"Dasar. Kau terlalu rajin. Itu sebabnya Akishima harus mengawasimu."
"Tunggu sebentar. Kau mengenalnya?" Langsung merespon, tubuhku langsung bereaksi cepat.
"Iya. Dia teman sekelasku, cukup berisik dan egois. Tapi, kau harus membiasakan diri."
Remaja itu memiliki hubungan dengan gadis bersyal itu. Dia sudah mempunyai informasi semenjak Akishima memberitahunya sepulang sekolah.
"Rivandy."
"Iya?"
"Zhukov Rekovic. Kelas I Saintek C. Salam kenal." Zhukov memberikan tangan padaku, berniat berjabat tangan.
"Ok. Zhukov." Tidak perlu memperkenalkan diri karena Zhukov sudah tahu namaku, membalas jabatan tangannya.
Usai membalas jabat tangannya, kami saling memandang satu sama lain, belum merasa canggung namun belum bisa meneruskan pembicaraan. Aki memanggil namanya agar dia merespon.
"Zhukov."
"Iya. Ada yang bisa dibantu?"
"Kalau kau tidak keberatan, aku ...."
Ingin menyambungkan pembicaraan, seorang lolita mendatangiku sambil memanggil namaku dengan lembut. Lolita tersebut mencium rambutku seperti bantal.
"Rivandy!" Evelyn datang tiba-tiba dan mulai memelukku dari belakang.
"Evelyn. Aku menunggumu. Kau darimana saja?" Aku bisa mendengar Evelyn dari telingaku, dia selalu menempel di bahuku.
Evelyn tertawa kecil, menyentuh pipiku dengan jarinya. Ia tertawa kecil ketika seorang pangeran dipermainkan anak kecil.
"Muehehehe. Aku dari kantin terlebih dahulu, desu. Hari ini kamu lucu sekali, desu."
"..."
Wajahku merata, pipiku terasa dipijit oleh tangan seorang lolita. Biasanya, Evelyn sangat suka ketika aku bertemu dengannya dan memberikan permen.
"Ayo. Pulang. Aku ingin tidur di apartemen. Kau boleh memasuki tidur." Aku mengajak Evelyn pulang, hanya salah satunya cara agar tidak terjadi salah paham.
Evelyn kegirangan, tetap berada di pundakku agar bisa dimanjakan. Aku beranjak dari kursi dan meninggalkan Zhukov. Zhukov terheran, mendapatkan firasat yang tidak nyaman.
"Tunggu dulu. Kau tidak boleh tidur dengan anak kecil sepertinya. Dia tidak akan mandiri jika kau memanjakannya." Zhukov memberikan nasihat, berniat untuk menegur Evelyn.
Evelyn mengabaikan Zhukov, mendengar kata anak kecil saja sama seperti hinaan bagi lolita satu ini. Itu sebabnya, aku tidak ingin menyakiti Evelyn dengan sebutan anak kecil.
"Aku bukan anak kecil, desu. Aku ingin menjadi wanita biar bisa berdekatan dengan Rivandy, desu." Evelyn tersinggung, mengabaikan Zhukov dan memilih untuk memelukku.
Zhukov menyembunyikan tawanya, ingin menegur lolita dengan cara bijaknya. Meskipun tidak boleh menghina, Zhukov masih mempunyai cara lain dengan menyindir seorang lolita yang ingin menjadi wanita.
"Kalau mau jadi wanita, kau harus minum susu dan sayur, bukan permen." Zhukov menyampaikan saran, sekaligus sindiran keras kepala Evelyn, masih memeluk Rivandy dengan hangat.
"Permen juga terbuat dari susu. Memangnya kenapa?" Evelyn protes, menolak keras saran Zhukov yang terbilang dewasa.
"Lollipop?" Tanganku memegang lollipop, menyodorkan Evelyn agar diam.
"Aku mau, desu." Dengan cepat, mata Evelyn berbinar-binar ketika tanganku memegang lollipop.
"Sudah. Jangan berisik! Aku akan memberikanmu permen begitu sampai di rumah. Setelah itu, kita bisa tidur bersama." Aku memegang permen lollipop,
"Iya, desu." Evelyn menerima perkataanku begitu saja.
Akhirnya, aku dan Evelyn menghilang tanpa jejak, menumbuhkan iri dan dengki kepada gadis yang tergila-gila pada pangeran. Zhukov ditinggalkan, hanya tersenyum manis memandang dua pasangan itu.
"Sudah saatnya aku pulang. Sebentar lagi, tempat ini dibersihkan." Zhukov memutuskan pulang, pergi dari tongkrongan yang akan berubah pada suatu hari.
Ia meninggalkan lingkungan akademi dan menunggu keseharian pada keesokan harinya.