Setibanya di sana, ia disambut dua orang penjaga yang memberi salam hormat. "Ho ... sa!"
"Ya ... ho ... sa! Aku ingin menemui Yang Mulia," sahut Madam Runa, menyampaikan salam khas kerajaan Greenwood Forest.
Salah seorang penjaga mengangguk, lalu memutar tangannya ke depan hingga muncul Balon Pesan di hadapannya.
"Madam Runa hendak menghadap Yang Mulia," tukas penjaga pada seseorang yang terhubung melalui Balon Pesan.
"Sebentar ...." Balon Pesan hening sejenak sebelum akhirnya terdengar suara, "Sampaikan pada Madam Runa kalau Yang Mulia bersama Ratu Vrel menunggunya di Ruang Kebijaksanaan."
Madam Runa pun tersenyum, lantas berjalan melewati kedua penjaga yang memberikan jalan. Ia menyusuri koridor yang mewah yang langit-langitnya jauh dari dasar lantai, demikian pula dengan dinding-dindingnya yang diselingi jalanan lebar. Namun, bukan kemewahan itu yang membawa Mada Runa ke sana, melainkan menemui pucuk pimpinan tertinggi Greenwood Forest.
Raja Elijore memang tak terlalu pandai berbasa-basi. Sekedar mengucap salam dan menawarkan tamunya duduk, tentu ia bisa, tapi tidak lebih dari itu. Itulah yang terjadi saat Madam Runa sampai di dalam Ruang Kebijaksanaan, tempat Raja Elijore bersemayam di atas singgasana bersama Ratu Vrel yang cantik jelita.
"Ho ... sa ... Madam Runa silakan duduk." Raja Elijore menyambut dengan senyum tipis.
Jika belum mengenal Raja Elijore pasti akan berpendapat ia tidak ramah, bahkan sombong. Padahal Raja Elijore memang seorang Elf yang tak mudah menunjukkan ekspresi. Namun, Madam Runa sudah sangat memahami Raja Greenwood Forest tersebut.
"Yang Mulia Elijore, terima kasih sudah bersedia menerimaku." Madam Runa sedikit membungkuk, memberi salam kehormatan.
"Ah, perkara bayi itukah yang membawamu ke sini, Madam Runa?" Raja Elijore bertanya.
Madam Runa tidak terkejut dengan pertanyaan Raja Elijore. Tentu saja sebagai Raja, informasi seputar kerajaannya akan segera ia ketahui.
"Benar Yang Mulia. Aku harap Yang Mulia mengizinkan anak ini tinggal di Greenwood Forest."
Raja Elijore mencerna jawaban Madam Runa selama beberapa saat, kemudian berbicara, "Madam, aku tahu jasamu pada Greenwood Forest sangat tinggi, tapi ...." Ia berhenti sejenak seraya menghela napas. "Peraturan tetap harus dijalankan, atau ini akan menjadi contoh yang buruk untuk seluruh warga Emerald Wood—"
"Yang Mulia, biarkan Madam Runa merawatnya. Ia hanya seorang bayi yang tak bisa melukai siapa pun. Lagipula kelak ia bisa menjadi teman bermain anak kita, Erol." Ratu Vrel menginterupsi suaminya dengan alasan masuk akal.
Mendengar alasan itu Raja Elijore terlihat bimbang dan menimbang-nimbang keputusannya. "Maaf Vrel, aku paham maksudmu. Jika sekali saja peraturan dilanggar, maka akan menjadi contoh buruk di kerajaan kita. Tapi aku bukan Moon Elf yang tak dapat menghargai jasa orang lain ...." Raja Elijore diam sejenak, lantas menjentikkan jarinya. "Suruh Joras dan Grej membangunkan pondok di luar gerbang kerajaan untuk Madam Runa. Pastikan pondok tersebut nyaman dan apik!" perintah Raja Elijore pada salah seorang anak buahnya.
"Baik Yang Mulia. Segera melaksanakan titah Yang Mulia," jawab seorang prajurit sambil membungkuk, lalu pergi berlalu.
Sikap tegas dan adil Raja Elijore inilah yang membawa Greenwood Forest menjadi negeri besar di Marrow Land. Itulah solusi terbaik dari Raja Elijore. Selain tetap menjaga peraturan, ia pun tetap menghargai jasa besar Madam Runa.
Madam Runa sungguh senang dengan keputusan Raja Elijore. "Terima kasih Yang Mulia Elijore. Budi baik Yang Mulia akan selalu melekat dalam ingatanku. Suatu ketika, anak ini akan kuajarkan membalas budi luhur Yang Mulia."
Raja Elijore mengangguk, kemudian berujar, "Anak itu kelak boleh memasuki gerbang kerajaan setiap pagi dan harus kembali ke rumahmu pada sore hari. Kalau ia melanggarnya akan kuberikan sanksi. Kita tidak tahu perangai asli rasnya. Membiarkannya sampai malam di dalam kerajaan akan berisiko untuk semua penduduk. Aku rasa bisa dipahami, kan?"
"Baiklah Yang Mulia, aku mengerti," jawab Madam Runa.
"Oh iya Madam Runa, siapa nama anak itu?" tanya Ratu Vrel, seraya tersenyum ramah.
Madam Runa tertegun sebentar sambil mengusap-usap dahi bayi mungil. "Nier," ucapnya, mengukir sebuah nama yang kelak menjadi sosok terkenal di seluruh Marrow Land.
"Nama yang cantik ... Nier ...," tukas Ratu Vrel, tersenyum. "Semoga kelak ia dapat memperindah Greenwood Forest dengan kecantikan perilakunya dan keriangan hatinya," ucap Ratu Vrel, penuh harap.
Harapan dengan kenyataan acap kali berbeda. Takdir tak selalu riang, pun tidak jua selalu benderang. Apa yang kelak menanti tak sepenuhnya menyulam asa. Terkadang justru merangkai nestapa. Itulah hidup, sebuah panggung suka dan duka. Namun, tak ada yang mampu menepis takdir tatkala telah menyapa.
***
Sepuluh tahun berselang sejak Madam Runa menemukan Nier ...
Di luar dinding-dinding Kerajaan Greenwood Forest yang kukuh dan menjulang tinggi; di tengah pepohonan rindang yang batang-batangnya tertutup oleh lumut, berdiri sebuah rumah kayu yang resik dan indah. Rumah tersebut dihiasi oleh tanaman indah yang merambat pada tiang-tiangnya. Bermacam-macam bunga berbagai jenis dan warna tersebar di hamparan tanah di sekitarnya. Kalau bukan penghuni rumah tak merawatnya, tidak mungkin pemandangan tampak begitu elok dan memikat.
Kontras dengan keindahan tersebut, salah satu dari dua penghuni di sana merasa hatinya keruh. Sudah beberapa lama ia merasa bosan, menanti waktu yang terasa lambat berdetak. Sambil menatap langit-langit rumah, ia pun menghela napas. Bertepatan dengan itu penghuni lain muncul dari dalam dapur, sambil membawa sebuah mangkuk yang menguarkan aroma sedap dan menggugah selera.
"Nier, ayo dimakan dulu Sup Naga Mungil ini," ucap Madam Runa, mengambil tempat di samping seorang gadis cilik bermata lebar.
Bola matanya yang ungu cemerlang, melirik pada Madam Runa. "Aku tidak mau makan karena ingin cepat-cepat bermain dengan Hob dan Fikk."
Madam Runa pun tersenyum seraya membelai rambut ungu pekat Nier. "Sabar Nier, sebentar lagi gerbangnya dibuka. Nanti kamu bisa bermain sepuasnya bersama mereka. Paling tidak sampai sore tiba."
"Ur, kenapa hanya aku yang tidak bebas bermain?" tanya Nier pada Madam Runa yang ia panggil "Ur" yang berarti ibu.
Madam Runa tertegun mendengar pertanyaan itu. Memang tak mudah menjelaskan situasi sebenarnya pada seorang anak yang baru berusia sepuluh tahun.
"Apa karena aku berambut ungu? Atau berkulit pucat? Mungkin juga karena taringku? Mmm ... cakar-cakarku apakah mengerikan?" cecar Nier, bertubi-tubi.
Madam Runa menatap Nier kecil dengan tatapan nanar. Pikirannya bekerja keras memikirkan alasan terbaik, tetapi hasilnya nihil. Ia tahu Nier adalah anak yang cerdas. Apa pun alasan yang dikemukakan, Nier dapat mengendus kejanggalan.
"Kalau mereka seperti itu terus, aku jadi membenci mereka." Nier mendengkus.
"Nier, membenci itu seburuk kodok troll. Jadi kamu harus bisa bersabar. Orang sabar akan mendapat balasan yang baik, sebab itu kamu harus me—"
"Mencintai dan menyayangi mereka ... ya, Ur, aku sudah hafal setiap kata-kata itu," interupsi Nier sambil bangkit dari duduknya. "Ur, gerbangnya sudah dibuka. Aku pergi ya, Ur."
Madam Runa mengangguk lantas berpesan, "Jangan bermain melewati sore hari ya, Nier kecilku."
"Iya, Ur." Nier mengecup pipi Madam Runa, sebelum akhirnya keluar dari dalam rumah.
***