Chereads / Nier / Chapter 6 - Wilz

Chapter 6 - Wilz

Penampilan orang itu cukup jenaka. Rambutnya keriting besar, dan berwarna kuning. Wajahnya putih dengan hiasan melingkari mata, hidung merah dan bundar seperti tomat, serta bibir yang diberi perona merah. Pakaian serba hijau yang gombrong pun, menunjang kekonyolan penampilan orang tersebut.

Nier dan kawan-kawan tertarik melihat penampilannya. Mereka berlari menghampiri sambil memberondongnya dengan pertanyaan. "Kamu siapa?", "Kenapa hidungmu?", "Kamu bukan Troll, kan?"

Orang itu tersenyum. "Aku Wilz. Rasku berasal dari luar Marrow Land. Dan pekerjaanku adalah pertunjukan sihir."

"Sihir seperti apa? Coba tunjukkan pada kami, Tuan Wilz!" seru Fikk bersemangat.

"Seperti ... ini!" Wilz memutarkan tongkatnya, lantas membuat Fikk melayang di dalam balon udara. "Terbanglah mengelilingi Greenwood Forest!" Balon itu melesat pergi menembus awan-awan putih.

"Aku mau, aku mau!" seru Hob tak mau ketinggalan.

"Terbanglah berkeliling Greenwood Forest!" Tongkat Wilz melesatkan Hob ke langit-langit.

"Sekarang giliranku!" ucap Nier riang, tidak sabar untuk terbang bersama kedua sahabatnya.

"Kamu tidak nona kecil," tukas Wilz singkat.

"Kenapa tidak?" tanya Nier, kecewa.

"Karena aku akan mengajarkan sihir yang lebih baik," terang Wilz, kemudian melanjutkan, "Kamu mau, kan?"

Nier mengangguk dengan semangat. "Mau, aku mau sekali."

Wiltz tersenyum. "Tapi ada syaratnya."

"Sebutkan Tuan Wilz," pinta Nier, penuh harap.

"Jangan bilang siapa pun. Termasuk pada kedua sahabatmu, dan Madam Runa— ur kamu," terang Wilz.

Nier berusaha mencerna maksud Wilz, kemudian bertanya, "Kenapa kamu tahu kalau Madam Runa adalah ur-ku? Lantas kenapa aku tidak boleh memberitahu mereka?"

"Karena aku tahu semuanya Nier. Kamu tidak boleh memberitahu mereka karena sihirku ini sangat spesial. Aku khawatir mereka juga menginginkan sihir ini, padahal aku tidak bisa menerima sembarangan murid. Hanya yang spesial saja, dan kamulah yang spesial," jawab Wilz, menepis keraguan di hati Nier.

Selama ini ia selalu dianggap kotor, bodoh, menjijikkan, serta berbagai anggapan buruk. Tentu saja, sebutan spesial, membuat hatinya cerah.

"Baik, aku setuju," tukas Nier, dengan girang.

"Bagus. Tapi aku tidak bisa mengajarimu hari ini, karena nanti kedua temanmu kembali. Besok, datanglah lagi ke tempat ini pada waktu yang sama," ucap Wilz, yang dijawab dengan anggukan Nier tanpa keraguan.

"Besok akan kupastikan tidak ada orang yang mengetahuinya," ujar Nier, bersungguh-sungguh.

"Bagus, kamu memang anak pintar. Tidak salah aku memilihmu sebagai murid," sahut Wilz, seraya menyeringai.

Wilz sangat menyadari siapa sebenarnya Nier. Melatih seekor singa tak selalu menghasilkan keburukan. Terlebih bagi Wilz yang tahu bagaimana menjinakkannya. Tentu saja dengan perencanaan yang matang.

***

Kekhawatiran pada Nier mengeliminasi rintangan yang dilaluinya. Madam Runa mencerna segala kemampuannya untuk mencegah Nier dikuasai hawa jahat seperti kala itu. Kejadian mengerikan tatkala Nier membantai para Land Blue Shark, selalu terbayang olehnya. Ditambah lagi keterangan yang ia baca dalam buku mengenai ras Nier, membuat hatinya terusik.

Madam Runa pun bertekad untuk mencegah kejadian itu terulang, alih-alih dapat melenyapkan seluruh hawa jahat. Selama beberapa hari, ia mencari dan meracik bahan-bahan untuk membuat sebuah mustika pencegah hawa jahat. Di antara bahan-bahan yang dikumpulkan, tinggal satu bahan yang belum didapatkan Madam Runa. Karena untuk mengetahui bahan yang tepat, ia harus tahu apa yang sebenarnya terjadi, sebelum Nier kerasukan hawa kelam itu.

Sejak kejadian itu, Madam Runa belum bertanya pada Nier mengenai kejadian tersebut, sebab khawatir kondisi emosi Nier masih labil.

"Sepertinya ia sudah tenang sekarang. Beberapa hari belakangan, bermain dengan Hob dan Fikk membuatnya hatinya tentram," batinnya, seraya berjalan menghampiri Nier yang sedang duduk menunggu kedua sahabatnya datang.

"Nier." Madam Runa memanggil Nier dengan tutur lembut, sambil mengambil tempat di sebelahnya.

"Ya, ada apa Ur?" sahut Nier, menoleh pada Madam Runa.

"Ada yang ingin kutanyakan padamu," tukas Madam Runa, menatap Nier dengan pandangan teduh.

"Aku tidak bermain ke mana-mana, hanya di sekitar sini saja," ucap Nier, menduga hal itulah yang akan ditanyakan oleh Madam Runa.

Madam Runa menggelengkan kepala, lantas berkata, "Bukan itu, Nier."

"Lantas apa, Ur?" tanya Nier, sambil menatap Madam Runa dengan bola matanya yang sejernih embun.

"Nier, apa yang kamu ingat sebelum hilang kesadaran di tepi sungai waktu itu?" Madam Runa pun bertanya dengan hati-hati, sebab tak ingin melukai perasaan Nier.

"A-aku ...." Keraguan tampak dari ekspresi gadis mungil tersebut.

Sebenarnya ia tak ingin membuat Madam Runa cemas karena ceritanya, tapi ia tahu kalau menyembunyikan kisah itu justru membuat Madam Runa semakin khawatir. "Saat aku, Hob, dan Fikk bermain di dalam kerajaan, Erol dan kawan-kawannya mengganggu dan mengusir kami. Aku pun dibuat kesal oleh mereka, namun tak sanggup berbuat apa-apa. Akhirnya setelah berpisah dengan kedua sahabatku, aku menyendiri di tepi sungai ... tidak lama, Ur ... tiba-tiba aku merasa kepalaku berputar-putar, tubuhku pun terasa lemas, berikutnya aku sudah tak ingat apa-apa lagi," ungkap Nier, dengan sedih.

Cerita Nier membuat hati Madam Runa turut tersayat. Ia dapat memahami Nier mendapat perlakuan buruk, hanya karena berbeda dari penduduk lain. Namun ia menyadari jika meminta kebijaksanaan Raja Elijore, belum tentu menyelesaikan masalah. Apalagi Erol adalah putra semata wayang yang sangat dimanjakan.

"Bersabarlah Nier. Aku yakin kelak Erol dan teman-temannya akan berbalik menyukaimu," hibur Madam Runa, seraya mengusap rambut ungu pekat gadis cilik di sebelahnya.

"Tapi bagaimana caranya agar mereka menyukaiku? Rasanya mustahil, Ur," tukas Nier.

Madam Runa pun menguntai senyuman yang menentramkan hati, kemudian berujar, "Sebenarnya mereka anak-anak yang baik hati, namun mungkin mereka belum terbiasa dengan keberadaanmu. Bersabarlah, suatu saat aku yakin mereka akan berteman denganmu, Nier."

Nier mengangguk. "Iya, Ur ... eh itu Hob dan Fikk." Ia pun melompat dari teras, menyambut kedatangan kedua sahabatnya.

"Ur, kami pergi bermain ya," seru Nier sambil melambaikan tangan.

"Jangan bermain jauh-jauh, Nier!" Madam Runa berseru, sembari memandangi mereka menjauh.

"Kalau berdasarkan penuturannya, hawa jahat masuk karena perasaannya tatkala ia merasa sangat sedih. Aku harus mencari tempat bahan racikan di dalam buku." Madam Runa membatin, lalu masuk ke dalam rumah dan mengambil sebuah buku.

Selama beberapa saat ia tenggelam, seraya mata tuanya menyapu halaman demi halaman, sampai berhenti pada halaman yang menerangkan mengenai hawa jahat.

"Ah, rupanya Jamur Orc Merah. Perjalanan ini tak akan mudah. Aku harus mengambilnya di daerah kekuasaan para Orc. Apalagi kudengar ada seorang petarung muda yang tangguh bernama Tanok ... kuharap aku tak menemukan rintangan berarti," batin Madam Runa, sembari mengambil mantel butut yang tergantung di balik pintu, lantas berjalan keluar dari dalam rumah. Begitu besarnya kasih sayang Madam Runa pada Nier, sehingga rintangan sesulit apapun akan dihadapi demi kebaikan putri angkatnya.

***