"A-aha, serahkan har-harta kalian!" seru seekor Goblin berambut merah yang baru saja melukai kuda tersebut dengan panahnya.
"Ter, sepertinya kita salah sasaran," sahut Troll yang muncul dari balik pepohonan. "Lihatlah yang satu Petani, yang lainnya seorang nenek."
"Ka-kamu sa-salah, Zor. Ja-jangan terkecoh penam-penampilan mereka. A-aku ya-yakin ada harta di-di dalam jerami itu," ujar Goblin dengan suara khasnya yang melengking.
Madam Runa bangkit, sambil menepuk-nepuk pakaiannya yang kotor dan berdebu. "Ah, orang tua pun kalian perlakukan seperti ini."
"Di-diam Nenek tua! Ce-cepat serah-serahkan har-harta kalian!" bentak Goblin, sembari mengacungkan kapaknya.
"Kalian ambil saja keretaku, tapi jangan lukai ne—"
Madam Runa menginterupsi pemilik kereta dengan isyarat tangannya. "Biarkan mereka mengambil harta kita yang ada padaku."
"Harta? Harta a—" Pemilik kereta merasa heran, namun Madam Runa menyergahnya sekali lagi. Pemilik kereta pun terdiam, meski tidak tahu maksud Madam Runa berbohong.
"Zor, be-benarkan kataku kalau me-mereka memba-membawa harta?!" tukas Goblin sembari menyeringai.
"Ya, ya ... lekas ambillah dariku." Madam Runa berkata dengan tenang seraya menyangga badannya dengan tongkat.
"Sebaiknya kamu serahkan, daripada kami melukaimu," ancam Troll.
"Baiklah." Madam Runa pun membuka buku magisnya.
"Ha ha ha ... Ter, lihatlah nenek Moon Elf itu mau me—harrrgh!"
Bola energi melesat dari buku Madam Runa, dan menerjang Troll sampai menghempaskannya cukup jauh.
"Ka-kamu si-siapa?" Goblin bertanya.
Tungkainya bergetar, nyalinya pun menciut melihat kehebatan Madam Runa.
Sebenarnya Madam Runa enggan menghadapi mereka, ia hanya ingin memberi pelajaran.
"Aku Runa," jawab Madam Runa singkat.
Mendengar nama itu disebut, mereka terkejut. Goblin pun berangsur-angsur menyurutkan langkah ke belakang.
"Cepat pergi, dan jangan pernah menganggu lagi di daerah ini, atau kalian akan merasakan sihirku!" bentak Madam Runa, sambil memegang buku yang berpendar terang.
"A-ayo, Zor," ajak Goblin seraya membantu Troll berdiri, lantas keduanya pergi meninggalkan tempat itu.
Pemilik kereta menghela napas lega karena selamat dari bahaya. "Terima kasih Madam Runa. Dan maaf jika tadi aku tak mengenalimu. Pantas Madam berani ke daerah utara."
Madam Runa mengangguk, kemudian berujar, "Aku tetap membutuhkan keajaiban untuk melewati rintangan di sana ...." Madam Runa pun berjalan menghampiri kereta. "Ayo."
"Maaf Madam, rodanya patah. Akan membutuhkan waktu cukup lama jika menungguku memperbaikinya," tukas pemilik kereta seraya melayangkan pandangan pada roda yang terbelah jadi dua.
"Ah, sayang sekali aku tak menguasai sihir reparasi," ujar Madam Runa, lantas kembali berkata, "Kalau saja aku tidak terburu-buru, aku dapat menemanimu memperbaiki ini."
"Tidak apa Madam. Urusan Madam lebih penting. Jangan khawatirkan aku, tempat ini sudah aman berkatmu."
Madam Runa pun tersenyum. "Jaga dirimu," ucapnya seraya mengayunkan tongkat penyangga menyusuri jalanan.
Memang letih dengan raga separuh abad untuk melintasi jalanan menuju daerah utara. Tapi demi Nier, apa pun akan dilakukan Madam Runa.
Berbagai macam perampok yang merintangi dilibasnya, jalanan curam dan berliku pun dilalui penuh peluh.
Hingga pada pertengahan malam, ia tiba di daerah utara. Tepatnya di Miracle Fountain.
"Daerah utara sangat luas dan berbahaya. Tidak mungkin aku menyisir setiap bagian. Apalagi hawa jahat bisa merasuki Nier sewaktu-waktu. Sebaiknya aku mengunjungi Ayron dan bertanya padanya," batin Madam Runa, seraya merapatkan mantel, menengadahkan dagunya, lalu berjalan menyusuri jalan pegunungan yang bersalju.
Semakin jauh ia mendaki, semakin dingin udara yang dirasakannya. Begitu dinginnya sampai-sampai giginya terasa ngilu. Ia memejamkan matanya rapat-rapat, giginya pun bergemeletak hebat. Rasa dingin itu seperti menusuknya sampai batok kepala.
"Ah, tubuhku ini sereyot tongkatku ... dulu aku masih bisa menahan hawa yang lebih dingin daripada ini," keluh Madam Runa di dalam hati.
"Apakah aku tidak salah lihat, kalau di hadapanku ini adalah Runa?"
Madam Runa terhenyak mendengar suara berat dan serak, yang sudah dikenalnya. Ia pun berbalik, dan melihat seorang Centaur tengah berdiri sambil memandangnya.
Centaur tersebut berwajah tampan, dengan sepasang mata putih bercahaya, hidung mancung, bibir tipis, serta rahang yang kukuh.
Pada dahinya terdapat tanduk biru berkilau bak safir. Rambutnya yang lebat dan panjang berwarna putih keperakan. Di kepalanya terdapat mahkota emas yang selaras dengan baju berwarna putih dengan garis emas pada tepinya. Bagian atas tubuhnya hanya sedikit tertutup baju, sehingga ototnya yang kekar terekspos dengan jelas. Sementara bagian bawah tubuhnya adalah tubuh dan kaki kuda yang berbulu putih bersih.
Dengan tongkat besar dengan paduan warna putih, emas, dan biru, Centaur tersebut tampak gagah dan berwibawa.
"Ayron!" seru Madam Runa, gembira.
Centaur bernama Ayron itu pun tersenyum, seraya melihat Madam Runa yang terengah-engah. "Sudah sampai sini, kamu harus berkunjung ke rumahku. Ayo naiklah!" ajak Ayron, lantas menekuk keempat kakinya agar Madam Runa dapat naik.
"Ah, sebenarnya aku tidak bisa berlama-lama, Ayron," ucap Madam Runa, sembari naik ke punggung kuda Ayron.
"Hanya minum secangkir Teh kupu-kupu tak akan menyita waktumu."
Ayron pun membawa Madam Runa mendaki gunung. Kekuatan dan kecepatan Ayron sungguh luar biasa. Gunung salju yang terjal itu, seolah tak berarti baginya.
"Ayron, usiamu lebih tua dariku, tapi tubuhmu masih tetap sekuat dulu," puji Madam Runa dengan jujur.
"Aku seorang Centaur," jawabnya singkat, seraya tersenyum.
Madam Runa tertawa kecil, lalu bertanya, "Apakah Air Mancur Kehidupan aman?"
"Seaman dirimu menunggangiku, Runa ... kamu rindu tempat ini?" tanya Ayron ketika sampai di depan gerbang yang dijaga oleh dua sosok Centaur.
Melihat kedatangan Ayron, keduanya bergegas membukakan gerbang.
"Aku tidak akan melupakan tempat di mana aku dirawat akibat terluka dalam pertempuran tiga ratus tahun lalu," tukas Madam Runa, sambil melambai pada para Centaur yang mereka lewati.
"Bagus, tentunya kamu juga tidak melupakan kediamanku— nah kita sampai, turunlah," ujar Ayron saat sampai di halaman sebuah rumah kayu yang megah.
"Tentu saja tidak." Madam Runa pun turun dari punggung kuda Ayron.
"Ayo masuk. Istriku pasti gembira melihatmu."
Ketika sudah berada di dalam rumah, seorang Centaur perempuan yang jelita berseru senang, melihat kehadiran Madam Runa.
"Runa. Kejutan yang sangat menggembirakan."
"Reisel, kamu masih tetap cantik seperti dulu," kata Madam Runa, seraya mengusap bulu-bulu cokelat Centaur bernama Reisel tersebut.
"Tahan dulu rindumu, Istriku. Tamu kita perlu disegarkan dari perjalanannya yang panjang," ucap Ayron dengan lembut pada Reisel.
"Baiklah, akan segera kuseduhkan Teh Kupu-kupu." Reisel berlalu masuk ke dalam dapur.
"Kalau boleh tahu, apa yang membuatmu jauh-jauh datang dari Greenwood Forest?" tanya Ayron.
"Aku mencari Jamur Orc Merah untuk mengobati seseorang."
Mendengar itu, Ayron pun menghela napas. "Jamur Orc Merah berada di sebelah timur dari sini. Tapi para Orc menjaganya."
"Aku akan memintanya baik-baik," terang Madam Runa.
"Bukan perkara mudah meyakinkan Orc yang keras kepala," tukas Ayron, mengingatkan sahabatnya.
***