Perhelatan Penganugerahan Gelar Kepahlawanan berlangsung meriah. Suara tepuk tangan hadirin bergemuruh menyambut kedatangan Nier bersama Raja Elijore dan Ratu Vrel.
Acara pun dibuka dengan berbagai sajian sihir yang memukau. Atraksi-atraksi magis yang tersaji, memompa kemeriahan para hadirin yang terpukau.
Usai pembukaan acara, tibalah acara utama, yaitu penyematan gelar pada Sang Pahlawan—Nier.
Raja Elijore yang mengenakan pakaian kebesarannya berdiri dengan gagah di atas panggung. Dengan suara yang berwibawa dan menggelegar, ia pun mulai berbicara,
"Greenwood Forest. Negeri agung, bertahtakan zamrud yang berkilau. Simbol kedamaian dari Marrow Land. Yang menentramkan jiwa, juga mendamaikan raga.
Namun tak sepenuhnya negeri ini dalam keadaan damai. Kadang kala terjadi kemalangan yang tidak diinginkan. Itulah saat pahlawan muncul. Pahlawan-pahlawan yang dengan gagah melindungi Greenwood Forest.
Greenwood Forest sudah banyak melahirkan para pahlawan. Dari mulai Neeve— Sang Pendiri Kerajaan, sampai Tiga Moon Elves Legendaris— Wizz, Eruv, dan Madam Runa. Sekarang kita memiliki seorang pahlawan baru, yang telah menyelamatkan Putra Mahkota dan beberapa warga dari monster yang kejam. Kalau bukan karena jasanya, entah berapa banyak korban yang berjatuhan.
Karena itu, sudah selayaknya kita menyematkan gelar kepahlawanan pada, Nier ..."
Nier berjalan menghampiri Raja Elijore, kemudian bersimpuh di hadapannya. Berikutnya Raja Elijore pun meletakkan pedang di atas pundak Nier.
"Dengan ini kunyatakan Nier sebagai pahlawan Greenwood Forest!"
Suara riuh rendah para hadirin terdengar di seantero Greenwood Forest.
Bukan main senangnya perasaan Nier kala itu. Netranya berbinar, seraya menyapu para hadirin. Bibirnya, tak henti-henti tersenyum lebar. Gairah pun membumbung di dalam dadanya. Kini ia bukan lagi sosok yang dibenci, melainkan menjadi sosok yang dicintai.
Tapi, ada hal yang terlewatkan dari pandangannya, yaitu ketidakhadiran kedua sahabatnya— Hob dan Fikk, yang berada jauh di dalam hutan.
"Fikk, sudahlah, ayo kita kembali ..." ajak Hob, gemetaran sembari melihat suasana di sekelilingnya yang menyeramkan.
Wajar jika perasaan takut menyelimuti, karena mereka berada di dalam hutan yang suram. Dengan pohon-pohon yang tinggi, kurus, dan nyaris tanpa daun, serta kabut asap yang gelap.
"Jangan sekarang Hob, kita harus berhasil menangkap hewan langka itu." Fikk berbisik sembari berjalan mengendap-endap menuju seekor Naga Mungil Ekor Sembilan.
"Tapi sudah sejak tadi ia luput."
"Sudah, jangan banyak mengeluh. Kalau kamu membantuku menangkapnya, kita bisa segera pulang. Bayangkan apa kata orang-orang kalau kita berhasil menangkap hewan langka itu."
"Ya sudah," timpal Hob, terlihat enggan dan memaksakan diri mengikuti keinginan Fikk.
Keduanya pun berjalan mengendap-endap. Namun ketika sudah berada dekat dengan Naga Mungil Ekor Sembilan, keduanya melompat.
"Hup— aaah!"
Alih-alih berhasil menangkap hewan tersebut, keduanya justru terperosok dan jatuh ke bawah tebing.
"Arrgh sakit ..." keluh Fikk sambil memegangi punggungnya.
"Fikk ..." Hob memanggil Fikk, seraya menatap sesuatu di hadapan mereka dengan raut wajah ketakutan. "Bu— bukankah i— itu seperti cacing yang menyerang ki— kita kemarin?"
Fikk pun terhenyak, lalu mendongak. Dilihatnya ratusan cacing sebesar lengan manusia sedang menggeliat di atas tanah. "Se— sepertinya hewan yang sa— sama. Meskipun ja— jauh lebih kecil ..." timpal Fikk, yang gemetaran.
"Mung— mungkin yang kema— kemarin adalah in— induknya ... sudahlah, a— ayo kita pulang!" Kali ini Hob tak menunggu jawaban Fikk, dan segera memanjat tebing.
"Hei, tunggu!" seru Fikk, buru-buru mengejar Hob.
Hob dan Fikk tidak menyadari bahwa mereka berada di dalam Dark Woodland. Beruntung, tidak ada yang melihat kehadiran mereka. Jika tidak, belum tentu mereka bisa selamat dari kekejaman penghuni-penghuni Dark Woodland.
Keduanya dihinggapi perasaan takut yang teramat sangat. Mereka sudah tidak mempedulikan keadaan sekitar, dan berlari sekencang-kencangnya. Hanya satu yang ada dalam pikiran mereka sekarang, yaitu pulang dengan selamat.
Tanpa mereka sadari, kecerobohan tersebut akan membawa petaka pada Marrow Land. Hanya masalah waktu, saat durjana telah berkuasa ...
***
Nier sudah menjadi sosok yang populer di Greenwood Forest. Kedatangannya tak lagi dibatasi, bahkan seringkali ketika hendak pulang ke rumah, banyak warga yang menahannya— hanya untuk sekedar berbincang atau meminta torehan jarinya pada kertas. Hal itu terjadi sudah beberapa hari, semenjak ia dinobatkan sebagai seorang pahlawan.
Namun hatinya tak jua beranjak dari rasa hampa. Ia kehilangan saat-saat bersama Hob dan Fikk, yang selalu menghindar ketika melihatnya.
Saat itu hari sudah larut. Bintang-bintang seolah mengerling, berusaha menghibur Nier yang tampak lesu memandangnya.
"Tersenyumlah, Nier. Bukankah kamu sekarang seorang pahlawan?!" gumamnya, berusaha menghibur diri.
Berkali-kali ia menghela napas, sambil menatap langit-langit. Teman, ya teman. Sehebat apa pun dirinya, sepopuler apa pun ia sekarang, tanpa teman rasanya seperti Bunga Marygold.
"Nier."
Nier terhenyak, manakala mendengar seseorang memanggilnya. Ia pun menoleh, dan melihat dua orang yang tak pernah diduga akan menyapanya.
"Kalian ..."
"Kami menemuimu untuk mengucapkan terima kasih, sekaligus meminta maaf atas perlakuan buruk kami selama ini," ucap orang tersebut, yang ternyata adalah Erol yang datang bersama Fur.
Fur mengangguk, lantas bicara, "Kejadian itu memberi pelajaran berharga pada kami agar tidak berlaku buruk pada siapa pun."
Nier termangu selama beberapa saat, mencerna kata-kata yang terdengar ajaib di telinganya. "Lupakan saja yang sudah berlalu," tukas Nier, seraya tersenyum.
"Kalau begitu, bisakah kita berteman mulai sekarang?" tanya Erol.
"Tidak. Aku tidak ingin berteman dengan kalian." Jawaban Nier membuat keduanya kecewa. Namun Nier kembali melanjutkan, "Tapi aku ingin bersahabat dengan kalian," ucap Nier, lantas memeluk Erol dan Fur dengan erat.
"Terimakasih, Nier." Fur pun menyambut pelukan hangat Nier, seraya mengusap-usap punggungnya.
Nier merasa terenyuh dengan kejadian itu. Air mata pun mengalir di kedua pipinya.
"Kenapa menangis?" tanya Erol, tampak bingung.
"Inilah yang kuinginkan semenjak dulu. Tidak enak rasanya hidup tanpa teman."
"Tapi setidaknya, kamu memiliki Hob dan Fikk," ujar Erol.
"Dulu ... karena kini mereka menjauhiku," jawab Nier lirih, lantas menangis sesenggukan.
Erol dan Fur saling bertukar pandang. Mereka dapat merasakan rasa perih di hati sahabat baru mereka.
"Kami akan membantumu. Dengarkan rencanaku ..." tukas Erol menjelaskan rencananya pada Fur dan Nier.
Malam hari yang cemerlang itu berlalu dengan luka dan suka bagi Nier. Tapi rencana Erol sedikit mengeliminasi luka Nier. Siapa pun tidak akan menyanbgka kalau Erol dan Nier menjadi teman lantaran sejak kecil keduanya tidak pernah aku bahkan bermusuhan. Namun, kejadian di dalam hutan mengubah semuanya. Sayang, rencana Eruv akan menjadi rintangan yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Eruv, ia akan selalu menjadi momok di dalam hidup Nier. Kejahatannya tak dapat terukur, kepandaiannya pun sangat mengerikan. Itulah Eruv, yang mulai menjalankan rencananya yang kejam, setahap demi setahap demi ambisi dan juga dendamnya.
***