Chereads / Mencintaimu Dalam Diam / Chapter 42 - Chapter 41

Chapter 42 - Chapter 41

"Apa anda yakin dengan semua ini Bu Devika?"

Seorang pria paruh baya bernama Pak Rio yang berprofesi sebagai pengacara berusia 40 tahun itu kini menatap Devika dengan serius di hadapannya. Pria itu kembali membaca surat penting yang ia pegang berisi kesepakatan Devika dan sesekali sambil membenahi kaca matanya.

"Saya sudah yakin. Pastikan jika semua ini tidak ada yang tahu sampai situasinya benar-benar tepat." kata Devika dengan penuh keyakinan.

"Bagaimana dengan kakak anda Devian? Saya yakin dia akan kecewa dengan hal ini."

"Saya tahu. Niat saya baik meskipun akan mengecewakannya."

Pak Rio hanya mengangguk patuh kemudian segera memasukkan surat penting tersebut kedalam tas kerja yang selalu ia bawa kemanapun jika berurusan dengan kliennya.

"Kalau begitu saya permisi."

Devika hanya mengangguk bahkan setelah Pak Rio melenggang pergi dari ruangannya ia hanya menghela napasnya. Devika membuka laci meja kerjanya dan meraih sebuah obat maag yang akhir-akhir ini dia minum.

Devika mempunya penyakit maag dan vertigo sehingga ia harus banyak berisitirahat dengan cukup disertai makan teratur dalam sehari tiga hari. Ah kesibukan selama menjabat di perusahaannya membuat Devika kerap kali lalai dalam urusan makan dan istrirahat.

Devika pun segera meminum obatnya dan kembali melanjutkan pekerjaannya karena jam istrirahat telah berakhir ketika sebuah pesan singkat masuk di ponselnya ia pun segera membukanya dan mendapati pesan singkat Fikri disana.

"Kamu sudah minum obat kamu? Jangan sampai sakit lagi ya. Aku akan berusaha mengganti posisi kamu sebentar lagi setelah kita menikah."

Devika menatapnya nanar. Fikri begitu baik dengannya tapi ntah kenapa hatinya susah sekali menerima hati pria itu. Padahal dia sudah melupakan Arvino secara perlahan.

Pintu terbuka dan disanalah sang sekertaris pribadi cantik yang menyampaikan pesan bahwa sebentar lagi ia akan bertemu dengan beberapa peserta yang baru saja lolos casting di program acara terbarunya.

Pikiran Devika teralihkan beberapa saat sehingga ia pun segera berdiri dari duduknya dan pergi kelantai 5 bersama sekertarisnya.

🖤🖤🖤🖤

Aiza sedang duduk bersantai di sofa ruang rawat inap Arvino dengan santai. Arvino baru saja tidur siang 5 menit yang lalu ketika ponselnya berdering.

Aiza menerima panggilan tersebut dan mendapati Reva yang menghubunginya. "Halo, Asalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam. Huaaaaaa Aiza selamat ya!"

"Ha?"

Suara decakan sebal membuat Reva akhirnya berkata. "Ck, kamu ini pura-pura tidak tahu ya?"

"Maksud kamu apa?" sekali lagi, Aiza memperhatikan Arvino yang kini masih memejamkan matanya dan berusaha menjaga nada suara suaranya agar tidak nyaring.

"Kamu sudah nikah sama si dosen angkuh itu kan? Wah selamatnya ya."

"Iya. Terima kasih."

"Maaf aku tidak bisa menghadiri acara pernikahanmu dan kenapa acaranya dadakan sekali? Aku jadi tidak bisa datangkan?" dengus Reva dengan sebal.

"Maaf aku tidak tahu. Pak Arvino yang memintanya."

"Wajar saja Aiza. Dia memang tidak sabar ingin berdekatan denganmu. Ah kamu harus benar-benar bersyukur karena setidaknya kamu bisa melakukan bimbingan skripsi dengan suami kamu sendiri."

"Aku tahu."

"Kapan kamu seminar proposal skripsi? Apakah sudah di ACC?"

Aiza terdiam sejenak. Pertanyaan Reva barusan benar-benar membuatnya harus berpikir karena kondisi Arvino saat ini yang tidak bisa melihat membuat Aiza harus menunggu waktu yang tepat.

Disisilain, Reva belum mengetahui kondisi Arvino yang sebenarnya saat ini terlebih tanpa Aiza sadari Reva juga benar-benar lost kontak dengan Fikri semenjak lulus kuliah beberapa bulan yang lalu apalagi mendapati fakta bahwa Fikri akan menikah. Tentu saja Reva ingin berusaha melupakan Fikri secara perlahan walaupun sulit.

"Pak Doni sudah menyetujuinya. Pak Arvino belum."

"Kalau begitu jangan ditunda lagi. Lebih cepat lebih baik. Kabarin aku jauh-jauh hari ketika kamu mau wisuda. Aku akan berusaha untuk bisa datang ke Samarinda."

"Doakan saja semoga cepat selesai dan lancar. Kamu tidak bekerja?"

"Aku lagi bekerja di perusahaan yang ada disini. Kamu tau aku bekerja sama siapa? Huft dunia ini sempit sekali."

"Siapa?"

"Devika." ucap Reva lagi. "Aku bekerja dengan Kak Devika. Dia Presdir di perusahaan ini dan aku bekerja sebagai salah satu tim penata acara di programnya yang terbaru."

"Kamu harus bersyukur karena mencari pekerjaan saat ini tidak mudah."

"Kamu benar. Eh sudah dulu ya, jam istrirahat aku sudah berakhir. Sebentar lagi kak Devika akan kemari untuk melihat peserta yang baru saja lolos casting."

"Iya. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam." Sambungan telepon terputus dan Arvino mendengar semuanya bahkan mengetahui Aiza sedang melakukan panggilan dengan seseorang.

"Sudah teleponannya?"

Aiza menoleh kearah Arvino yang kini masih memejamkan kedua matanya disana. "Kalau sudah kesini. Deket-deket sama Mas."

Aiza segera menurut dan mendekati Arvino. Aiza mengatur posisi sandaran Arvino agar menjadi posisi fowler atau duduk sambil bersandar dengan nyaman. Setelah itu, Aiza duduk disamping Arvino bahkan tanpa ragu lagi pria itu membawa Aiza kedalam pelukannya hingga Aiza bersandar nyaman di dada bidang suaminya sambil memeluk pinggul Arvino.

"Tadi telponan sama siapa?"

"Reva."

"Bahas apa?"

Aiza terdiam sejenak. Sebenarnya ia tidak ingin mengatakan hal apapun apalagi membuat Arvino menjadi merasa bersalah karena belum bisa mengecek semua skripsinya.

"Tidak ada."

"Jangan bohong." Arvino mencubit pipi Aiza dengan gemas. Ah tentunya cubitan sayang yang selama ini ia lakukan semenjak menikah. "Mas tidak suka kamu bohong. Mas ingin kamu jujur."

"Tadi Reva yang menelponku."

"Bahas soal skripsi?"

Lagi-lagi Aiza terdiam. Arvino semakin memeluk erat tubuh Aiza yang begitu memabukkan baginya apalagi mendengar semua obrolan singkat istrinya dengan mantan mahasiwinya itu.

"Mas menyetujuinya."

Aiza terkejut, ia tidak menyangka jika Arvino mendengar percakapannya bersama Reva. "Tapi Mas belum memeriksanya."

"Tanpa Mas periksa semuanya sudah benar. Kamu itu istri aku yang pintar. Mas yakin kamu sudah mengerjakannya dengan baik. Besok malam beri tahu Mas saja dihalaman keberapa yang harus Mas tandatangani skripsnya."

"Iya Mas."

"Ah akhirnya besok kita pulang. Besok siang kita akan balik ke Samarinda setelah dokter ortopedi visit di pagi hari ke ruangan ini."

Aiza hanya mengangguk. Ia mendongakkan wajahnya. Dilihatnya Arvino masih memejamkan matanya. Dengan sedikit keberanian, Aiza mencium pipi Arvino lalu menyembunyikan wajahnya di dada bidangnya.

Arvino tertawa. "Kamu ini kenapa sih?"

Aiza hanya menggelengkan. "Tidak apa-apa." wajahnya sudah memerah saking malunya. Padahal Arvino adalah suaminya tapi tetap saja ia merasa malu.

"Mas bosan disini."

"Mau keluar?" tawar Aiza.

"Ngapain? Mending disini kita sambil berpelukan. Teletubbies saja berpelukan masa kita enggak? Jangan bikin Mas cemburu dengan Teletubbies."

Aiza tersenyum kecil. "Mas tidak bosan pelukan begini?"

"Tidak." Arvino terlihat tersenyum dengan posisi yang sama sambil memejamkan kedua matanya. "Mana ada suami yang bosan meluk istrinya. Apalagi meluk kamu yang menggemaskan begini."

Arvino mencium pelipis Aiza. "Tiga tahun menunggu momen begini akhirnya kesampaian. Kamu tahu sebelum kita menikah? Setelah Mas berusaha untuk tidak mendekati wanita lain dan perbuatan dosa, tiap malam Mas susah tidur. Masa iya tidur sendirian dikamar. Adanya cuma guling. Kalau ada kamu setidaknya tidak meluk guling lagi makanya Mas pengen cepat-cepat bisa pulang kerumah. Disini tidak bebas mau ngapa-ngapain." Aiza tersenyum dan ia pun kembali mencium pipi Arvino.

"Mulai sekarang Mas sudah menyiapkan seorang bodyguard buat mu."

"Bodyguard?"

"Hm." Arvino mengangguk. "Kamu tidak perlu khawatir. Dia perempuan. Salah satu guru bela diri di kota ini."

Aiza merasa cemburu. Lagi-lagi Arvino berkenalan dengan seorang wanita. Sepertinya kata 'wanita' dalam hidupnya itu memang susah untuk hilang ya apalagi Arvino adalah mantan playboy.

"Jangan salahpaham apalagi cemburu." senyum Arvino yang kini mengelus pipi Aiza. "Mas mencari tahu semuanya dari rekan sesama Dosen. Namanya Bu Dina. Kamu kenal dosen Bu Dina kan?"

Aiza mengangguk. "Iya Mas aku kenal dia."

"Bodyguard itu temannya Bu Dina. Tubuhnya tinggi besar dan jago bela diri. Dia akan menemanimu kemanapun kamu pergi jika ada keperluan diluar sana. Mas tidak mau kamu sendirian. Apalagi untuk sementara ini Mas buta dan nama bodyguard kamu itu adalah Leni."

"Terimakasih Mas. Maaf merepotkan."

"Tidak sayang. Oh iya, kamu sudah makan siang?"

"Sudah."

"Kalau kamu mau nonton lcd, remote nya ada didalam laci." Aiza mengangguk patuh.

"Mau pesan makanan lagi? Mas bisa menghubungi jasa delivery makanan buatmu."

"Tidak."

"Atau mau nonton movie di laptop? Mas ada laptop. Mas sengaja minta tolong sama Bunda untuk membawakannya kemari semenjak kita menikah. Siapa tahu untuk mengusir rasa kebosanan kamu. Disini juga ada WiFi, jadi kamu bisa menonton film kesukaan kamu di laptop Mas."

"Aku tidak ingin menonton."

"Gak mau streaming drama Korea? Kemarin Mas menyuruh Devian untuk mendownload aplikasi menonton drama Korea di ponsel Mas. Biasanya wanita itu suka drama Korea."

"Aku tidak suka menonton."

"Mau panggil temen rumah kamu untuk kesini mumpung kita belum balik kesamarinda? Em, mungkin sahabat kamu. Ya ngobrol saja gitu. Atau mau telponan lagi sama Reva? Mas lebih suka kamu disini, Dekat sama Mas. Mas izinkan kok kalau ada teman kamu yang mau kesini."

"Tidak ada. Aku tidak terlalu suka mengobrol panjang." Ah tentu saja. Aiza itu pendiam. Wajar saja istrinya itu tidak suka berkata panjang kali lebar.

"Terus kamu sukanya apa?"

"Kamu."

Arvino yang sejak tadi memejamkan kedua matanya tiba-tiba membuka kedua matanya. Meskipun ia tidak bisa melihat, tetap saja satu kata yang terucap dari bibir Aiza benar-benar membuat terkejut sekaligus membuat hatinya berdebar.

"Apa kamu bilang?"

"Kamu."

"Kenapa denganku?"

"Ya..." Aiza terlihat gugup. "Em, itu. Aku-"

"Iya apa?" desak Arvino lagi yang tentunya ingin menggoda Aiza.

"I-iya.. iya itu Mas."

"Itu apa sih? Coba sini, Mas mau dengar lagi." Arvino memiringkan kepalanya, mendekatkan telinganya ke arah Aiza.

"Tadi kamu bilang apa sih? Mas cuma nanya kamu sukanya apa?"

"Su- suka Mas Vin."

"Apa? Gak denger tuh?"

Wajah Aiza sudah merona merah bahkan bibirnya terasa kelu untuk berucap lagi. Ia malu sehingga untuk mengungkapkan kata 'suka sama kamu' membuatnya canggung.

"Suka.. em su-suka Mas Vin."

"Siapa yang suka?"

"Aku."

"Coba bicara yang jelas. Kamu ini gemesin deh ah."

"A-aku sudah bicara dengan jelas Mas." cicit Aiza.

"Yasudah, Mas mau denger sekali lagi. Kamu ngomong apa."

Aiza sudah tidak sanggup lagi dengan wajahnya yang bersemu merah. Ia pun memeluk leher Arvino dan mendekatkan bibirnya ke telinga suaminya.

"Aku suka sama Mas Vin." bisik Aiza.

"Apa? Coba katakan sekali lagi?"

"Aku suka sama Mas Vin."

"Ha? Apa?" tanya Arvino yang berusaha menahan tawanya bahkan dengan jahilnya mengerjai Aiza. Aiza menggeleng. Ia sudah merasa wajahnya bagikan kepiting rebus yang memerah karena malu. Kenyataan mendapati seumur hidupnya yang tidak pernah mengungkapkan perasaanya pada seorang pria membuat Aiza sangat canggung bahkan harus mempersiapkan hatinya yang berdebar sangat kencang.

"Ayolah sekali lagi sayang, kamu bilang apa?"

"A- aku."

"Aku apa?"

"Aku suka Mas Vin."

"Apa?"

"Aku suka Mas Vin."

"Ah masa?"

"I-iya."

"Yakin?"

"Iya Mas. Mas Vin sudah. A-aku malu." ucap Aiza dengan suaranya yang begitu kecil bahkan nyaris berbisik.

"Cieeeeee... Yang akhirnya ngaku. Sejak kapan?"

Aiza hanya terdiam hingga akhirnya Arvino pun tertawa bahkan jangan ditanya kalau saat ini Aiza sudah merasa malu luar biasa dan memilih membenamkan wajahnya pada leher Arvino sambil memeluk lehernya dengan kedua lengannya. Arvino masih saja tertawa bahkan tak lupa ia juga memeluk erat pinggul Aiza.

"Terima kasih. Mas juga suka sama kamu. Bukan suka lagi, tapi jatuh cinta." bisik Arvino yang kini Aiza hanya tersenyum sambil memeluk Arvino dengan manja.

Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 21:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Q.S. Ar-Rum: 21)



( Sumber gambar : pinterest )

💕💕💕

Jangan lupa follow juga ya,

Ig: lia_rezaa_vahlefii