Chereads / Mencintaimu Dalam Diam / Chapter 41 - Chapter 40

Chapter 41 - Chapter 40

Asalamualaikum, hai maaf karena dua hari ini gak update. Seperti yang sudah-sudah karena selama dua hari ini saya sedang sibuk di dunia nyata. Ya anggaplah selama itu juga si Aiza dan Bunda Ayu sibuk mempersiapkan pernikahan dirinya dengan Arvino wkwk 😄

But, Happy Reading buat kalian. Jangan lupa tinggalkan vote dan komentarnya terima kasih 🙏

🖤🖤🖤🖤

Arvino sudah siap dan tinggal menunggu instruksi dari Pak penghulu untuk mengucapkan ijab qobul. Disisilain, Ia memang buta dan Kedua matanya tidak bisa melihat. Tapi Arvino tidak bisa menutupi rasa bahagia didalam dirinya. Sebentar lagi, ia akan melepas masa lajangnya. Ia akan bersanding dengan seorang wanita yang sudah menjungkirbalikkan perasaanya selama tiga tahun dan ia akan menjadi calon imam untuk seorang istri yang menjadi pilihannya.

Aiza Shakila. Nama itu sudah membayangkan di benak Arvino selama dua hari berturut-turut. Rasa rindunya terhadap gadis itu membuatnya berusaha untuk menahan diri dan tidak menghubunginya.

Arvino sudah rapi dengan pakaian akad nikahnya. Hanya sebuah akad nikah sederhana yang tentunya baginya sangat luar biasa untuk dinantikan sepanjang hidupnya.

Diruangan tersebut sudah ada Azka, Bunda Ayu, Fikri, keluarga besar Devian yang tentunya ada Papah dan Mamah Devian, Devika, Adila beserta kedua orang tuanya dan juga Kakak ipar Aiza si Daniel ditambah dengan paman Aiza yang merupakan adik kandung alm. Ayah Aiza untuk menjadi wali nikahnya.

Arvino sudah duduk bersila. Disampingnya ada kedua orang tuanya dan di hadapannya sudah ada pak penghulu serta paman Aiza dengan meja berukuran sedang dihadapannya sebagai tempat surat-surat nikah dan dua buah cincin nikah yang sebentar lagi melingkari jari manis Arvino dan Aiza ditambah dengan salah satu ustadz yang nantinya akan membimbing doa-doa setelah akad nikah selesai.

"Bisa kita mulai sekarang?" tanya Pak penghulu tersebut.

"Bisa pak bisa." suara Azka yang begitu antusias membuat semuanya dengan menanti ucapan ijab qobul dari Arvino.

Devian sudah siap dengan kamera di ponselnya begitupun juga Devika dan yang lainnya. Tak hanya itu saja, seorang fotografer pun telah siap mengabadikan dan menjepret momen sakral tersebut meskipun sangat sederhana.

Pak penghulu pun kini menjabat tangan Arvino dengan erat.

"Bismillahirrahmanirrahim, saudara ananda Arvino Azka bin Azka saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan Aiza Shakila binti alm. Wiratno dengan mas kawinnya seperangkat alat sholat Tunai."

"Saya terima nikahnya dan kawinnya Aiza Shakila binti alm.Wiratno dengan mas kawinnya yang dibayar tersebut Tunai."

"Bagaimana saksi?"

"SAH!"

"SAH!

"SAH!"

Suara yang menyebutkan kata-kata Sah terdengar seisi ruang rawat Arvino saat itu hingga akhirnya ucapan kata Alhamdulillah pun terlontar dari Pak penghulu dan kali ini Pak Ustadz pun mulai membacakan doa-doa untuk Arvino dan Aiza agar senantiasa menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah.

Setelah itu dari jarak beberapa meter,

Aiza sudah berdiri dengan gugup yang baru saja keluar dari kamar. Ruangan rawat Arvino yang VIP berfasilitas lengkap memudahkan untuk Aiza mempersiapkan dirinya didalam sana sebelum akad nikah dimulai.

Disamping Aiza, sudah ada Naura yang menggamit lengannya dibagian kanan dan di bagian kirinya ada bibi Aiza yang merupakan istri dari pamannya

Aiza sangat cantik. Wajahnya yang hampir tidak pernah berpoles benar-benar membuat seisi ruangan yang mengenalnya menjadi pangling. Ternyata dibalik itu semua, ada bunda Ayu yang berusaha memberikan penampilan terbaik untuk hari pernikahan Arvino dan Aiza.

Ayu sangat paham jika menantunya itu tidak suka dengan penampilan yang berlebihan apalagi terkesan glamor. Ayu sudah memilihkan dresh panjang untuk Aiza bahkan ia pun menugaskan salah satu MUA untuk memberi polesan wajah Aiza lebih natural disertai model hijab panjang yang menutupi hingga bagian depan dadanya. Ah jangan lupakan hiasan mahkota kecil dikepala Aiza.

Aroma bunga wewangian bunga melati yang menjadi ciri khas dipakai oleh pengantin wanita kini tercium di hidung Arvino. Meksipun buta, Arvino tau bahwa Aiza sudah dekat dengannya bahkan kini mulai duduk

disampingnya.

Arvino segera merubah posisi tubuhnya untuk menghadap Aiza. Saat ini yang dilakukan oleh pasangan yang baru sah itu adalah proses pemasangan cincin.

Dengan dibantu oleh Ayu, ia pun menyerahkan cincin Aiza pada Arvino untuk menyematkannya di jari manis Aiza. Jantung Arvino berdegup sangat kencang. Ini pertama kalinya Arvino berkontak fisik dengan Aiza setelah saling mengenal selama tiga tahun lebih lamanya.

Tangan Aiza terasa dingin bahkan sedikit gemetar kecil. Arvino paham jika istrinya itu sangat-sangat gugup begitupun dengan dirinya yang berusaha untuk mengendalikan rasa gugupnya.

Setelah itu, kini Aiza memakaikan cincin nikah tersebut dan menyematkannya pada jari manis Arvino. Aiza menatap sejenak. Untuk pertama kalinya ia menggenggam tangan seorang pria yang ia cintai. Tangan seorang pria yang pernah ia kagumi dalam diam dan kini menjadi suaminya.

"Aiza jangan di tatap gitu terus dong. Ayo kamu harus cium punggung tangan suami kamu." tegur Ayu yang tiba-tiba membuat Aiza tersadar dari keterdiamannya sejak tadi.

Aiza merasa malu dan dalam hati Arvino tertawa akibat kelucuan Aiza hingga akhirnya Aiza pun mencium punggung tangan Arvino dengan lembut.

Hati Arvino semakin berdebar-debar. Astaga, padahal dulu sebelum bertaubat jika ada seorang wanita memegang tangannya itu adalah hal yang sangat biasa bahkan tidak ada istimewa sama sekali. Dan sekarang? Semuanya benar-benar terasa berbeda. Rasa cintanya terhadap Aiza membuatnya semakin bersyukur jika akhirnya Allah mentakdirkan Aiza sebagai jodohnya.

Arvino merasakan setetes air mata mengenai punggung tangannya. Ia terkejut jika saat ini Aiza sedang terharu dan mengeluarkan air mata kebahagiaannya kemudian di lanjutkan dengan Arvino yang kini mencium kening Aiza untuk pertama kalinya.

Photografer pun sudah banyak menjepret momen tersebut sejak tadi. Semuanya menatap haru. Disisilain, Adila sudah benar-benar mengikhlaskan Arvino yang memilih Aiza begitupun Devika yang rela jauh-jauh datang dari Jakarta hanya untuk menghadiri acara akad nikah pria yang pernah ia sukai.

Dan sekarang, Arvino dan Aiza pun telah resmi menjadi pasangan suami istri yang sah secara agama dan negara setelah penantian yang panjang.

🖤🖤🖤🖤

Malam harinya.

Waktu menunjukkan pukul 20.00 malam. Setelah para keluarga besar dan kerabat dekat berkumpul diruangan rawat inap Arvino, kini satu persatu semua memilih pulang dan tidak lupa mengucapkan kata selamat menempuh hidup baru buat Arvino dan Aiza.

Arvino memejamkan matanya sejenak untuk beristirahat. Seharian tadi benar-benar sedikit melelahkan tubuhnya meskipun ia hanya sekedar duduk-duduk saja dan bergabung dengan keluarga besar setelah usainya akad nikah bahkan ia pun tidak sempat berbicara dengan Aiza walaupun semua keluarga menggoda dirinya yang baru saja menjadi pengantin baru.

Sambil memejamkan matanya, Arvino tersenyum sendiri sambil meraba pelan sebuah cincin nikah yang kini tersemat di jari manisnya. Ia sadar saat ini sudah tidak single lagi. Statusnya kini sudah berubah menjadi seorang suami.

Ah untungnya saja jarum infus yang sebelumnya terpasang di punggung tangan kirinya sudah terlepas sejak kemarin ketika seorang dokter sudah menyatakan kondisi tubuhnya berangsur dengan baik meskipun baru bisa pulang besok lusa setelah menunggu seorang dokter ortopedi yang akan visit untuk memeriksa bagian kakinya yang sakit akibat kecelakaan waktu itu.

Pintu terbuka. Arvino baru ingat jika sejak 15 menit yang lalu istrinya itu berada di ruang farmasi untuk menebus obat miliknya. Suara derap langkah kaki terdengar dan kini sudah berada disampingnya.

Aiza menatap Arvino yang memejamkan matanya. Ia pun tersenyum dan menatap Arvino sangat lama. Dulu sebelum nikah ia tidak berani menatap Arvino selama ini. Wajah tampan beralis tebal dan iris biru yang mengikuti iris mata bundanya berdarah Amerika karena dulunya beliau adalah seorang mualaf dan menikah dengan Azka. Warna iris biru yang Aiza sukai sejak pandangan pertama.

"Sudah puas pandangin wajahku? Ah aku yakin kamu pasti tidak akan puas menatap wajah suamimu yang tampan ini."

Aiza terkejut. Ia tidak menyangka jika Arvino tidak tidur sejak tadi.

"Sudah mengambil obat di Farmasi?"

"Hah?"

Arvino tersenyum. Ia tau Aiza belum terbiasa dengan semua ini. Meskipun sejujurnya ia juga belum terbiasa berdekatan dengan Aiza.

"Kemarilah." suara Arvino terdengar lembut sambil menepuk-nepuk tempat kosong yang berada disampingnya untuk menyuruh Aiza mendekat.

Aiza terlihat ragu. Ia tau ini adalah pertama kalinya ia akan berdekatan dengan Arvino dan hal itu benar-benar membuatnya canggung sekaligus gugup.

"Sayang, kamu masih disana kan?"

Jantung Aiza berdegup dengan kencang. Ya Allah, sekujur tubuhnya terasa lemas karena hatinya yang bercampur aduk rasa bahagia. Mau sediam apapun sikapnya, tetap saja ia menyukai ucapan kata 'sayang' yang terlontar dari pria yang ia cintai.

"Em i-iya Pak. Sa-saya masih disini."

"Kalau begitu kesini." Arvino menepuk-nepuk tempat kosong yang berada disampingnya bahkan hanya untuk sejenid brankar pasien saja, ukurannya memang besar. "Kan sudah sah. Masa iya kamu malu? Cium ni ya."

Kedua pipi Aiza sudah memerah bagaikan semerah tomat. Ya Allah, suaminya itu sudah mulai menggodai dirinya ya?

Dengan ragu, Aiza melangkah mendekati Arvino dan duduk di pinggiran brankar dengan posisi menghadap Arvino. Arvino tersenyum dan perlahan ia mengenggam tangan Aiza.

"Ayo kita sholat Sunnah setelah akad nikah. Aku akan mengambil air wudhu dulu. Bisa tolong ambilkan tongkatku?"

Aiza hanya mengangguk patuh dan segera membantu Arvino untuk turun dari brankar kemudian mengambilkan tongkat untuk suaminya.

Aiza tidak banyak bicara dan menemani Arvino menuju tempat wudhu.

"Kamu siap-siap aja pakai mukena."

"Tapi-"

"Aku tidak apa-apa. Aku bisa kembali ke luar dengan tongkat ini."

Aiza terlihat ragu. Namun karena itu perintah dari suaminya, Aiza hanya menurutinya dan segera pergi untuk mengenakan mukenanya. Ia pun juga menyiapkan dua sejadah untuk melaksanakan sholat sunah setelah akad nikah secara berjamaah.

Menit terus berjalan. Mereka pun kini telah siap untuk melaksanakan sholat Sunah setelah akad nikah dengan Arvino yang menjadi imamnya.

Terdapat sebuah riwayat tentang anjuran mengerjakan sholat sunnah 2 rakaat bersama istri :

Abu Sa'id Maula (budak yang telah dimerdekakan) beliau mengisahkan bahwa semasa masih menjadi budak ia pernah melangsungkan pernikahan. Ia mengundang beberapa sahabat Rasulullah SAW, diantaranya Abdullah bin Mas'ud, Abu Dzar dan Hudzaifah.

Abu Sa'id mengatakan mereka pun membimbingku, mengatakan, "Apabila istrimu masuk menemuimu maka shalatlah dua rakaat. Mintalah perlindungan kepada Allah dan berlindunglah kepadanya dari kejelekan istrimu. Setelah itu urusannya terserah engkau dan istrimu.

Abdullah bin Mas'ud pernah mengatakan kepada seseorang yang baru menikah, "Kalau istrimu datang menghampirimu, maka perintahkanlah dia shalat dua rakaat di belakangmu" (HR. Abu Bakr bin Abi Syaibah)

Setelah melakukan sholat sunah akad nikah sebanyak dua rakaat serta tak lupa untuk berdzikir, Arvino pun segera membalikan tubuhnya untuk menghadap sang istri. Aiza terkejut saat Arvino mengulurkan tangannya untuk meletakkan telapak tangannya diatas ubun-ubun kepala Aiza seraya berdoa.

"Allahumma Innii Asaluka Min Khoiriha wa Khoiri Ma Jabaltaha Alaihi. Wa Audzu bika Min Syarri wa Syarri Ma Jabaltaha Alaih."

"Wahai Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan dari apa yang Engkau berikan kepadanya serta Aku berlindung kepada-Mu daripada keburukannya dan keburukan yang Engkau berikan kepadanya."

Doa itulah yang diberikan Arvino pada Aiza seperti sebagaimana sabda Rasul:

"Apabila salah seorang dari kamu menikahi wanita atau membeli seorang budak maka peganglah ubun-ubunnya lalu bacalah 'basmalah' serta doakanlah dengan doa berkah seraya mengucapkan: "Ya Allah, aku memohon kebaikannya dan kebaikan tabiat yang ia bawa. Dan aku berlindung dari kejelekannya dan kejelekan tabiat yang ia bawa". (HR. Bukhari).

Aiza menatap haru Arvino nya. Begitupun dengan Arvino yang kini dengan perlahan mencium kening Aiza secara lembut untuk kedua kalinya hingga membuat keduanya saling memejamkan mata.

"Terima kasih." bisik Arvino yang kini berada didepan wajah Aiza.

Dan lagi, tanpa penolakan apapun Arvino melepaskan mukena Aiza dan nampaklah rambut panjang Aiza yang kini Arvino sentuh untuk pertama kalinya.

"Rambut kamu panjang." Arvino memang tidak bisa melihat, tapi ia bisa merasakan betapa halusnya rambut Aiza dan membuat Aiza gelisah tidak karuan.

Arvino mulai menyentuh pipi Aiza dengan lembut. "Pipi kamu chubby. Ini yang bikin aku gemes sama kamu."

Aiza memejamkan matanya. Meresapi betapa hangat tangan Arvino di pipinya.

Arvino pun menyetuh alis Aiza dan merabanya. "Alis kamu juga tebal. Sama seperti alisku. Jika Allah memberi kita keturunanan, Insya Allah anak-anak kita akan cantik dan tampan."

Arvino tidak bisa melihat Aiza yang kini sudah sah menjadi istrinya. Tapi dia tidak mempermasalahkan hal itu ketika saat ini Aiza sudah menjadi istrinya. Kini, ia pun menyentuh bibir tipis Aiza.

"Aku suka bibir kamu. Bibir yang selalu berbicara apa adanya didepan ku. Bibir yang pendiam dan tidak banyak omong."

Aiza sudah tidak bisa berkata apapun lagi. Rasa bersalah karena kebutaan yang dialami Arvino akibat kecelakaan membuat Aiza semakin menyalahkan dirinya sendiri. Arvino sudah tidak bisa melihat lagi karena suaminya itu rela mendatanginya jauh-jauh selama menempuh dua jam perjalanan cuma karena takut kehilangan dirinya.

Aiza menatap Arvino yang kini tersenyum sambil menyentuh seluruh wajahnya karena untuk pertama kalinya mereka sudah sah sebagai pasangan suami istri yang halal.

Arvino berhak atas dirinya saat ini. Arvino terlihat bahagia sudah bisa berdekatan dengan dirinya tanpa ada halangan apapun dan batasan lagi.

"Maaf saat ini aku memiliki kekurangan sebagai suami kamu."

Wajah Arvino kini berubah sendu. "Maafkan aku. Aku akan berusaha untuk menjadi imam kamu sebaik mungkin."

Aiza sudah tidak membendung lagi kesedihan dan rasa bersalah pada dirinya. Ia sudah jahat karena mengabaikan Arvino selama ini hingga berakhir dengan suaminya itu yang terkena imbasnya. Air mata Aiza pun meluruh di pipinya.

Tangan Arvino beralih meraba lembut pipi Aiza hingga ia pun merasakan pipi istrinya basah.

"Kamu nangis?"

Aiza menggeleng. Dengan lembut ia ikut menggenggam tangan Arvino. "S-saya tidak menangis."

"Jangan bohong." Arvino menyentuh kedua mata Aiza yang kini memejamkan matanya. Ia berusaha menahan isakan tangisnya karena menutupi rasa bersalah terbesarnya.

"Kamu nangis. Aku gak suka."

Arvino pun akhirnya memeluk Aiza dengan erat untuk pertama kalinya. Sangat erat hingga akhirnya tangis Aiza pun pecah. Aiza diserang rasa bersalah karena telah membuat Arvino mengalami kebutaan. Tak hanya itu saja, rasa rindu pada Arvino karena selama ini tidak bisa berdekatan dirinya semakin membuat Aiza mengeratkan pelukannya bahkan rasa cintanya pada pria itu.

Aiza menenggelamkan wajahnya pada leher Arvino dan sekarang ia tahu bahwa aroma tubuh suaminya sangat wangi bahkan Aiza menyukainya.

"Kamu kenapa menangis? Aku gak suka."

"Maaf."

"Untuk apa?"

"Telah membuat bapak seperti ini. Bapak tidak bisa melihat karena saya. Saya-"

"Ini semua sudah menjadi takdir dan ujian buatku." potong Arvino cepat

"Tapi, sa-saya.. i-ini salah saya. Andai waktu itu saya tidak pergi-"

"Kesalahpahaman waktu itu membuatmu pergi. Aku tidak menyangka kedatangan Kumala benar-benar membuatku terkejut."

Arvino mulai menjelaskan semuanya secara detail tanpa ada kebohongan sedikit pun. Aiza mendengarkan semuanya. Ia masih setia meresapi semua penjelasan suaminya sambil semakin erat memeluk Arvino dengan manja.

"Aku harap kamu mau memaafkan aku Aiza." ucap Arvino lagi.

Aiza mengangguk. "Bapak tidak salah. Saya yang salah karena telah mempersulit keadaan."

Arvino semakin memeluk erat Aiza. Masih di posisi yang sama setelah mereka melakukan sholat Sunnah setelah akad nikah.

"Dokter sedang berusaha mencari seseorang yang bersedia mendonorkan matanya ketika meninggal. Donor mata hanya bisa didapat dari calon pendonor yang sudah meninggal dunia. Bank Mata Indonesia tidak menerima donor mata dari orang yang masih hidup."

"Apakah itu lama?"

"Aku tidak tahu. Tidak semua salah satu dari pihak keluarga yang meninggal akan bersedia mendonorkan matanya. Mereka harus terdaftar di Bank Mata Indonesia dan ahli waris wajib memberitahukan pihak bank kurang dari 6 jam setelah calon donor mata dinyatakan meninggal dunia." Arvino menjelaskan prosedurnya dengan Aiza sambil mengelus punggungnya.

"Apakah proses operasinya lama?"

"Sebelumya pihak bank mata harus segera mengirimkan petugas untuk melakukan operasi kecil pengambilan kornea di tempat jenazah dibaringkan dan hanya mengambil korneanya saja, bukan seluruh bola matanya. Prosedur pengambilan kornea berlangsung kurang dari 15 menit Aiza. Disislain, kornea donor harus digunakan dalam waktu kurang dari 2×24 jam untuk tingkat keberhasilan yang lebih baik."

Aiza hanya diam tanpa berkomentar. Ternyata semua prosedur itu tidaklah mudah.

"Aku harap kamu mau bersabar selama ini selagi menunggu pendonor mata untukku. Yakinlah jika Allah akan membantu kita dan mempermudah segala urusan kita."

Aiza mengangguk dalam dekapannya.

"Setelah itu, kita akan mengadakan resepsi. Saat ini dokter sedang berusaha untuk terus mencari pendonor mata untukku."

Aiza kembali mengangguk dan Arvino mencium puncak kepala Aiza dengan sayang.

"Mulai sekarang jangan memanggilku kata bapak lagi. Panggil aku Mas."

"Iya pak."

"Kok bapak lagi?"

"Maaf."

"Jangan di ulangi."

"Iya pak."

Arvino mencubit hidung Aiza. "Masih diulang terus? Sekali lagi kalau kamu berkata seperti itu Mas tidak akan segan-segan menciummu!"

Aiza tersenyum sendiri. Ia masih memeluk Arvino bahkan rasanya sangat nyaman untuk bersandar didada bidangnya. Kesedihan dan penyesalan disertai rasa bersalah kini perlahan-lahan mulai berkurang setelah Arvino mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja dan disisilain untuk tidak menyalahkan takdir.

Aiza mengangguk. "Iya pak."

"Aiza!" geram Arvino. "Mas serius! Kalau kamu memanggiku dengan kata bapak lagi Mas akan benar-benar menciummu."

"Bapak Arvino. Bapak Arvi-"

Aiza sudah tidak bisa melanjutkan kata-katanya saat Arvino kini dengan gemas mencium pipi Aiza hingga untuk pertama kalinya Aiza tertawa bahagia bersama Arvino nya.

Akhirnya, setelah penantian lama. Sama-sama saling mendoakan dan sabar Alhamdullilah Allah menjadikan mereka sebagai jodoh untuk sepasang suami istri 😊😊

Terima kasih sudah baca ya..

Sehat selalu buat kalian....

With Love

LiaRezaVahlefi

Instagram

lia_rezaa_vahlefii.