Qin Shu tidak berada di Shengyuan, dan Fu Tingyu pulang ke rumah besar Keluarga Fu untuk makan malam.
"Kak, apa kamu benar-benar mengirim Qin Shu pergi?" Fu Tingyan mengira bahwa kali ini kakaknya benar-benar sudah menyerah pada Qin Shu. Kalau tidak, mana mungkin kakaknya mau mengirim wanita itu pergi jauh?
Fu Tingyu menatap adiknya dan menjawab dengan nada suara dingin. "Dia adalah kakak iparmu. Jangan lupa, panggil dia dengan panggilan yang sopan."
Fu Tingyan menciutkan lehernya karena takut pada kakaknya. Dia menggerutu pelan dengan kecewa, "Kenapa aku harus memanggilnya Kakak ipar? Bukankah Kakak sudah mengirimnya pergi?"
Nenek terbelalak terkejut mendengarkan obrolan kedua cucunya itu. "Apa yang dikatakan Xiaoyan benar? Apa kamu sungguh mengirim Qin Shu pergi?"
"Nenek, dia hanya pergi berlibur," jawab Fu Tingyu.
Nenek meletakkan sumpit di tangannya dan kembali berkata, "Dengar-dengar, Qin Shu telah kawin lari bersama pria bermarga Shen. Xiaoyu, dengarkan saja nasihat Nenek dan biarkan Qin Shu pergi. Kamu memang bisa membuat tubuh Qin Shu tetap berada di sisimu, namun tidak dengan hatinya. Mempertahankan Qin Shu di sisimu justru semakin menimbulkan kebencian di hatinya. Hal itu mungkin juga akan menyakitimu. Nenek sudah memiliki pengalaman hidup yang panjang. Nenek dapat menyimpulkan dengan cermat hanya dengan melihatnya saja."
Sorot mata Fu Tingyu tampak semakin dalam. Dia meletakkan sumpitnya dan berkata dengan sungguh-sungguh, "Nenek, aku tidak akan melepaskannya di kehidupan ini. Aku tidak akan membiarkannya pergi dari hidupku. Aku tahu Nenek mengkhawatirkanku, tapi aku juga bisa membuat Nenek yakin akan keputusanku. Qin Shu adalah wanita kesayanganku yang baik hati dan tidak akan melakukan apapun yang bisa melukai diriku.
"Tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya ada di hati setiap orang. Mereka bisa melakukan apa saja kepada orang yang mereka benci." Nenek menghela napas berat, kemudian melanjutkan "Nenek tidak ingin ikut campur dalam urusan pernikahanmu. Tapi, kau harus tahu bahwa hati Qin Shu bukanlah untukmu. Nenek khawatir padamu kalau hanya diam saja melihat permasalahan rumah tanggamu tanpa melakukan apapun."
"Nenek, aku dan dia ditakdirkan untuk terikat bersama dalam kehidupan ini. Nenek terus saja menyarankan aku untuk bercerai dengan Qin Shu. Apa Nenek mau cucu Nenek ini hidup melajang seumur hidup?
Mata gelap Fu Tingyu menatap lurus ke arah neneknya tanpa mau menyerah.
"... kamu." Nenek menghela napas lagi. Dia sudah tidak punya cara lain untuk menghadapi sifat keras kepala cucunya ini.
"Nenek, aku pulang dulu."
Fu Tingyu berdiri dan menekan bibirnya menjadi garis lurus. "Qin Shu adalah hidupku. Jika Nenek membuatnya pergi, maka Nenek sama saja dengan membunuhku."
Setelah melontarkan kalimat ini, Fu Tingyu langsung berbalik pergi keluar dari rumah besar Keluarga Fu.
Nenek terkejut mendengar ucapan terakhir cucunya.
Begitu tubuh tinggi dan ramping Fu Tingyu menghilang di balik pintu, Fu Tingyan baru berani berbicara, "Nenek, kakakku sudah gila, kan? Qin Shu benar-benar seperti Daji (wanita sangat cantik yang menjadi selir kesayangan Raja Zhou Xin pada Dinasti Shang. Namun dia sebenarnya adalah rubah licik. Kedatangannya di kerajaan justru membuat Raja menjadi sangat brutal dan aneh). Jiwa kakak telah diambil wanita rubah itu sepenuhnya."
"Omong kosong apa itu? Habiskan saja makananmu itu." Nenek menghela napas berat.
Mana mungkin cucunya gila.
"Aku mengatakan yang sebenarnya. Mengapa Nenek juga galak padaku." Fu Tingyan menggerutu dengan kesal, kemudian dia menundukkan kepalanya dan melanjutkan makannya.
…
…
Rumah Shengyuan.
Di dalam ruang kerja.
Fu Tingyu menggeser-geser layar ponselnya beberapa kali, namun wanita tercintanya itu tidak kunjung mengirimkan foto seperti biasanya.
Shi Yan berdiri di samping, menunggu atasannya untuk menandatangani dokumen yang dibawanya. Tapi, setelah sekian lama dia menunggu, atasannya tidak kunjung menandatangani dokumen tersebut, dan tatapannya terus tertuju pada ponsel.
Dengan raut muka sedih, tatapan Shi Yan tertuju pada dokumen yang perlu ditandatangani dan dicap di bawahnya oleh Direktur Utama.
4 jam kemudian.
Fu Tingyu baru selesai mandi dan sedang berjalan keluar dari kamar mandi, hanya dengan mengenakan handuk mandi putih bersih yang melingkari pinggangnya. Tekstur ototnya terlihat jelas menonjol, aroma napas khas laki-laki terasa sangat kuat, dan rambutnya yang setengah basah tampak masih meneteskan air dari setiap ujungnya.
Ketika berjalan ke samping tempat tidur, dia reflek mengambil ponselnya hanya untuk melihat-lihat. Tanpa terduga, dia justru melihat pesan masuk dari Qin Shu. Mata gelapnya seketika berbinar senang.
(Aku merindukanmu)
Detak jantung Fu Tingyu melambat ketika membaca dua kata itu. Dia membaca kalimat itu berulang-ulang hingga tiga kali.
Kemudian... dia menarik handuk dari tubuhnya dan berjalan ke ruang ganti.
Dia keluar dari ruang ganti dengan kondisi sudah mengenakan pakaian formal yang ukurannya sangat pas dengan tubuhnya
Fu Tingyu berjalan keluar dengan langkah lebar, lalu mengemudikan mobil menuju tepi laut.
Dia tidak peduli apakah tadi Qin Shu mengatakan kalimat itu dengan sungguh-sungguh dari alam hatinya atau tidak.
Fu Tingyu telah berpegang teguh pada pendiriannya untuk tetap melangkah ke depan tanpa ada keraguan sedikit pun. Dia hanya ingin bertemu Qin Shu saat ini juga.
Karena, Fu Tingyu merindukannya. Sangat merindukannya melebihi apapun, hingga hatinya terasa sakit.