Chereads / Berjodoh Dengan Ustadz / Chapter 8 - BUKAN SIAPA-SIAPA

Chapter 8 - BUKAN SIAPA-SIAPA

"Dia tidak mau menemui Anda, Pak." ucap Ammara melapor pada Managernya.

Ardi mendelikkan matanya dan menatap tajam pada Ammara yang sedang mematung di hadapannya.

"Sialan! Berani sekali dia menolak keinginanku." umpat Ardi kesal. Tangannya sudah ia kepalkan menahan emosi yang siap meledak kapan saja.

Ammara tampak menahan seringainya agar tidak terlihat menertawakan kekesalan Ardi. Namun wanita jutek itu merasa senang karena sepertinya Ardi akan mengamuk pada Safira.

"Cepat kau suruh dia menemuiku. Jangan sampai gagal lagi, bagaimana pun caranya dia harus datang ke sini." titah Ardi pada Ammara.

Ammara tampak terhenyak kaget. Kali ini Ardi terkesan sangat memaksa.

"Baik, Pak." ucap Ammara sembari membungkuk penuh hormat.

Sebenarnya wanita cantik yang tampak jutek itu sudah merasa kesal dan bosan, karena dia harus terus-terusan menjaga jarak dan menjaga sikap pada Ardi saat mereka sedang berada di perusahaan. Padahal ketika di luar jam kerja, mereka akrab seperti manusia-manusia pada umumnya. Apa lagi Ammara adalah mantan kekasih Ardi.

"Ck! Sial! Gara-gara wanita ja*ang itu, Mas Ardi berani membentak dan menyuruhku untuk memohon padanya. Cihhh! Tidak akan kubiarkan kau bahagia, ja*ang!!" Ammara memaki dalam hati.

Ammara menghentakkan kakinya dengan kasar di hadapan meja kerja Safira. Tangannya ia lipat di dadanya, wajahnya berekspresi sinis memandang penuh kebencian pada Safira.

Safira dan Indah tampak membuang nafas kasar dan menatap jengah pada wanita judes yang selalu mencari ribut dengan mereka.

"Ada apa lagi? Apakah kau disuruh oleh Pak Manager tampan itu untuk memaksa Safira agar mau menemuinya!?" tebak Indah dengan tatapan sinisnya.

Ammara memelototkan kedua bola matanya penuh. Mulutnya tampak komat-kamit mengomel ria.

"Jangan asal bicara! Jika bukan karena tuntutan pekerjaan, aku tidak akan sudi!" dengus Ammara kesal.

Safira dan Indah tampak tertawa meledek.

"Ha ha ha ha ha." gelak tawa mengejek terdengar menjengkelkan di telinga Ammara.

Dengan kesal wanita judes itu menjambak rambut panjang milik Safira.

"Sialan kau wanita ja*ang! Akan kurontokkan rambut jelekmu ini." umpat Ammara emosi.

Safira tampak terkejut dan meringis kesakitan. Sementara Indah tampak mencoba melerai percekcokan diantara sahabatnya dan wanita rubah itu.

"Auuuuw sakiiiit.." ringis Safira yang tampak berusaha melepaskan serangan Ammara.

Ammara masih melakukan aksinya dengan penuh emosi.

Para karyawan di kantor itu tampak berkerumun menonton kejadian yang menghebohkan tempat itu.

"Hentikan wanita rubah!" teriak Indah mencoba melerai perkelahian kedua wanita itu.

Para penonton tampak terlihat tegang dan tak ada yang berani membantu Indah untuk memisahkan Safira dengan Ammara. Alhasil Indah semakin kewalahan menghadapi amukan Ammara. Safira yang menjadi korban tampak tidak sedikit pun membalas perbuatan kasar Ammara.

"Tidak akan kubiarkan kau hidup dengan tenang, wanita ja*ang!" umpat Indah penuh emosi.

"Aaaauuuw, lepaskan rambutku, wanita rubah!" teriak Safira.

"Ayo ayo ayo.."

"Hajar!"

"Balas!"

"Jambak lagi!"

Beberapa penonton bersorak ria menyaksikan perkelahian Safira dan Ammara. Ada yang berpihak pada Safira, ada juga yang berpihak pada Ammara.

Kegaduhan yang terjadi di meja kerja Safira tampak terdengar ke dalam ruangan Ardi. Pria itu tampak memasang alat pendengarannya dengan tajam.

"Ada apa heboh-heboh di luar." ucap Ardi sembari melangkahkan kakinya hendak melihat apa yang terjadi di luar ruangannya.

Ammara masih menjambak rambut panjang milik Safira. Indah yang berusha melepaskan tangan Ammara sepertinya tidak mudah melakukannya.

Hingga pada akhirnya..

"Berhenti!" teriak Ardi dengan suara baritonnya.

Seketika Ammara menghentikan aksinya. Rambut panjang Safira tampak awut-awutan bagaikan singa. Wajah kaku dan ekspresi tegang itu tampak terlihat menyebalkan bagi Ardi.

Ammara meremas ujung kemejanya, kakinya gemetaran menahan rasa takut. Mata elang milik Ardi tampak menatap tajam pada dirinya yang menjadi tersangka.

"Apa yang kau lakukan, Ammara!" bentak Ardi yang tampak emosi melihat keributan yang terjadi di sana.

Ammara menundukkan kepalanya, tanganya gemetaran menahan takut. Sementara Safira tampak mengatur nafasnya yang tampak bergemuruh. Indah dengan sigap membantu Safira merapikan rambut panjangnya yang sudah urak-urakkan.

Ardi mencuri-curi pandang pada Safira. Memperhatikan setiap jengkal wajah cantik milik mantan kekasihnya itu. Seperti sedang memastikan apakah mantan kekasihnya baik-baik saja.

"Ammara! Ikut ke ruangan saya. Yang lain, bubar! Ini bukan tontonan. Kalian ini, bukannya dihentikan malah ditonton seperti pertandingan saja." maki Ardi emosi.

Ammara pun mengangguk dan kemudian melangkahkan kakinya mengekori Managernya. Sementara karyawan yang lain kembali mengerjakan pekerjaan mereka yang sempat tertunda.

"Apakah baik-baik saja?" tanya Indah sembari memberikan segelas air mineral pada Safira.

Safira membuang nafas berat dan mengangguk kecil.

"Jangan khawatir, aku baik-baik saja." jawab Safira yang kemudian meneguk air mineral yang disuguhkan oleh Indah.

"Gila ya si wanita rubah itu. Sepertinya dia benar-benar cari mati!" gerutu Indah sebal.

"Biasalah! Namanya juga orang iri, pasti kayak gitu." ucap Safira santai.

Indah menelan ludahnya kasar.

"Tapi kenapa loe nggak ngelawan? Kalau gua jadi loe, sudah pasti gua tendang tuh si wanita rubah itu."celoteh Indah penuh kekesalan.

Safira tersenyum kecil.

"Tidak ada gunanya. Biarkan saja dia melakukan apa yang dia inginkan, toh orang salah yang bersembunyi akan tetap salah walau dia barusaha menyembunyikan kesalahannya. Sementara orang yang menang akan tetap menang walau dia harus mengalah." tutur Safira panjang lebar.

Safira memang wanita yang cerdas, baik hati dan juga tidak pendendam. Walau terkadang dia sering melawan orang-orang yang usil padanya, tapi dalam hatinya terdapat ketulusan dan kelembutan.

Indah hanya manggut-manggut mendengarkan penuturan Safira. Ya, memang dia sangat heran pada Safira yang hanya meringis menahan sakit saat Ammara menjambak rambutnya dengan kasar. Tentu saja jika dirinya yang mendapatkan perlakuan seperti itu, maka sudah pasti dia akan melawan dan membalas siapa pun yang menyakitinya.

Setelah dirasa cukup, Safira pun kembali mengerjakan pekerjaannya yang tertunda akibat ulah si wanita cantik.

Beberapa menit berlalu...

"Maaf!" ucap Ammara yang tiba-tiba mengulurkan tangannya pada Safira.

Safira mendongakkan wajahnya dan melohok tak percaya dengan apa yang dia lihat.

Ammara yang tampak kesal begitu terlihat jutek dan cembetut. Sepertinya wanita rubah itu sangat terpaksa melakukan hal memalukan seperti itu.

"Jangan menatapku seperti itu! Kau pikir dengan seperti ini kau bisa menang? Tidak! Jangan bersenang hati dulu, wanita ja*ang. Jika bukan karena Ardi, aku tidak akan pernah mau melakukan hal memalukan seperti ini." sungut Ammara yang tampak kesal dan emosi.

Safira tampak tersenyum dengan sinisnya, sementara tangannya tampak menepis tangan Ammara yang masih terulur di hadapannya.

"Aku tidak butuh kata maaf yang tidak tulus dari mulutmu itu. Jika kau tidak melakukannya pun aku tidak keberatan. Jadi sebaiknya berhenti berpura-pura dan berhenti menjadi boneka bagi Manager itu. Lagi pula, sekali pun kau tidak meminta maaf padaku, aku sudah memaafkan segala kesalahanmu padaku." ujar Safira penuh ketegasan.

Ammara tampak terhenyak mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Safira. Ia benar-benar merasa terhina saat Safira mengatakan jika dirinya sebagai boneka bagi Ardi.

"Sialan! Berani sekali wanita ja*ang ini mengataiku boneka. Awas saja kau, akan aku balas semua penghinaan ini." umpat Ammara dalam hati.

Safira tampak memalingkan wajahnya pada layar komputernya, sementara Ammara masih mematung dengan kedua tangan yang ia lipat di dadanya.

"Kenapa dia masih di sini." batin Safira berucap.

"Mas Ardi memintamu untuk menemuinya di ruangannya. Jangan membantah dan menolak, kali ini aku memohon padamu untuk menemui Mas Ardi. Sebab dia sedang menghukumku, jika aku tidak berhasil membawamu menemuinya, maka aku akan di over ke luar angkasa. Jadi aku benar-benar memohon!" Ammara tampak memohon dengan tampang yang memelas.

Safira terhenyak kaget.

Ia tampak terdiam sejenak mencerna ucapan wanita rubah itu.

"Baiklah! Kali ini aku berbaik hati padamu." ucap Safira yang kemudian beranjak dari tempatnya.

****