"Aaaaargh! Sialan! Wanita itu benar-benar menyakiti hatiku. Ia benar-benar akan menikah. Ya Tuhan, aku benar-benar tidak terima jika harus kehilangannya." Ardi mengumpat kesal. Sakit di hatinya semakin menjadi saat ia menerima sepucuk surat udangan dari mantan kekasihnya.
Hari-hari yang ia lalui begitu membuatnya tersiksa dan semakin meradang. Sikap dingin dan cuek yang Safira tampakkan membuat dirinya seakan tak menginginkan dunianya lagi.
"Aku benar-benar tak habis pikir pada diriku sendiri. Kenapa aku begitu mudah sekali melepaskannya. Sementara sekarang, saat wanita itu benar-benar melupakanku, aku malah tersiksa oleh keegoisanku sendiri." ucap Ardi yang masih mengutuki dan menyesali perbuatannya.
Ardi menatap malas pada surat undangan berwarna gold itu, sebuah nama yang tertera di sana membuat hatinya semakin ngilu tak tertahankan.
"Harusnya namaku yang tertera di sini." bisiknya penuh penyesalan.
Dalam tiga hari kedepan, Ardi harus benar-benar menyiapkan hati dan perasaannya. Memendam rasa sakit dan kecewanya, menyaksikan senyum menawan Safira di hari bahagianya.
Dengan kesal Ardi merobek-robek surat undangan yang ada di tangannya. Amarahnya benar-benar tak terbendung lagi, ia tampak melempar apa saja yang ada di hadapannya.
"Safiraaaaa!" teriaknya frustasi.
Sementara itu di tempat lain..
Safira berjalan bersejajar dengan calon suaminya. Sambas tampak semakin menampakkan rasa cinta dan sayangnya pada calon istrinya itu.
"Kau harus menemukan gaun yang indah dan cocok dikenakan olehmu." ucap Sambas sembari menggandeng tangan Safira.
Safira tersenyum kecil.
"Kau yang harus memilihnya, karena aku tidak akan terlihat cantik tanpa gaun pengantin pilihanmu." sahut Safira yang tampak berbunga-bunga.
"Tentu saja, aku akan memilih gaun yang cantik dan cocok untuk kau kenakan di hari bahagia kita."seru Sambas penuh semangat.
Ya, hari ini Safira dan Sambas sedang mencari gaun pengantin yang akan Safira kenakan di hari pernikahannya.
Tentu saja wanita cantik berusia dua puluh lima tahun itu sangat bahagia dan berbunga-bunga. Pasalnya sebentar lagi ia akan menjadi seorang istri.
"Coba gaun yang itu. Sepertinya cocok di tubuhmu." ucap Sambas sembari menunjuk pada satu gaun yang terlihat mewah dan elegan.
Pelayan butik segera menyerahkan gaun yang Sambas inginkan.
Safira masuk ke dalam ruang ganti pakaian, ia pun mencoba gaun yang Sambas pilihkan tadi.
"Sam." panggil Safira saat ia telah kembali dengan mengenakan sebuah gaun indah pilihan calon suaminya.
Sambas menolehkan wajahnya, dan pada saat itu ia benar-benar terpukau melihat kecantikan Safira saat mengenakan gaun pengantin pilihannya.
"Woooooaw.. Perfecto!" Sambas berdecak kagum.
Safira tersenyum malu-malu.
"Bagaimana menurutmu?" tanya Safira.
"Sempurna, calon istri." jawab Sambas penuh pujian.
Safira tersenyum bahagia.
"Jadi, gaun ini saja kah?" tanya Safira.
"Yap, aku menyukainya. Kau sangat terlihat mempesona." seru Sambas yang tampak menggilai Safira.
"Gaunnya yang sempurna, Sam." sergah Safira sembari memainkan tangannya pada gaun yang ia kenakan.
Sambas tersenyum kecil.
"Kau yang sempurna untukku, sayang. Karena kau yang memakainya, maka gaun ini sangat terlihat cantik. Jadi sepatutnya butik ini berterima kasih padamu." ucap Sambas yang berhasil membuat pelayan butik mengernyitkan dahinya.
"Hust! Jangan terlalu berlebihan, justru aku yang harus berterima kasih pada butik ini. Karena dengan adanya gaun ini, kau mampu memuji kecantikanku saat mengenakan gaun ini."ucap Safira sembari tersenyum manis.
Sambas menyunggingkan senyumannya.
Mereka pun membeli satu gaun yang sangat spesial. Gaun yang lainnya akan mereka dapatkan dari WO.
***
"Fir, gimana perasaan loe? Cerita dong, secara kan loe bentar lagi akan melepas masa sendiri loe." seru Indah yang tampak kepo.
"Yang pasti gue seneng banget, gue benar-benar gak nyangka ternyata semudah itu Tuhan menggantikan pria yang telah menyakiti hati gue." jawab Safira penuh percaya diri.
Indah tampak terlihat antusias.
"Betul sekali, ternyata masih ada pria yang tulus mencintai loe seperti Sambas. Dan itu semua berkat kebaikan hati gue, seharusnya kaliam berterima kasih pada gue." cerocos Indah.
"Hmmmm, dasar. Ini semua sudah taqdir Tuhan. Malas sekali berterima kasih pada loe." sungut Safira.
"Yaelah, dasar sahabat tak tahu terima kasih." dengus Indah.
Safira terkekeh.
"Iya iya iya, gue benar-benar mengucapkan terima kasih pada loe karena telah mempertemukan kami berdua." ucap Safira.
Indah menyunggingkan senyuman usilnya.
"Ngomong-ngomong, si Manager tampan itu gimana sama loe? Apakah dia sudah tahu hal ini?" selidik Indah penuh penasaran.
Safira membuang nafasnya kasar.
"Dia sudah tahu, dan Manager tampan itu tampak tak terima dengan keputusan gue. Bahkan disaat seperti ini Manager kurang ajar itu malah ngajakin gue balikan. Oh My Good, benar-benar cobaan hidup yang membuatku setres." cerocos Safira menceritakan tentang Ardi yang kemarin ngajakin balikan.
"Ha ha ha ha ha, lucu banget si. Sumpah pasti saat itu loe pengen nampol muka tu cowok!" Indah tampak tertawa terbahak-bahak.
Safira hanya tersenyum kecut.
"Benar, kesal sekali gue sama mantan tak tahu diri itu." decak Safira yang tampak mulai bisa melupakan Ardi.
"Gue yakin saat ini Manager tampan itu sedang uring-uringan. Secara sebentar lagi kan loe menikah. Dia pasti sedang mempersiapkan segala sesuatunya. Mempersiapkan sekarung tissue untuk mengusap air matanya. Ha ha ha ha." cerocis Indah diiringi tawa jahatnya.
"Ha ha, benar. Biarkan saja dia merasakan sakit hati dan penyesalan yang teramat dalam. Salahnya berani meninggalkan gue begitu saja." timpal Safira membenarkan ucapan sahabatnya.
"Eh tapi ngomong-ngomong, elu benar-benar mencintai Sambas kan? Loe nerima lamaran dia dan bersedia menjadi istrinya bukan hanya karena ingin memanas-manasi mantan kekasih loe itu kan? Kasihan sekali kalau loe hanya.." Indah tampak menggantung ucapannya saat tiba-tiba Safira menyelanya.
"Tentu saja karena aku pun mencintainya."sela Safira dengan cepat.
Indah mengangguk tanda mengerti.
"Syukurlah, gue kira loe hanya memanas-manasi mantan kekasih loe aja." sambung Indah..
"Hmmm, gue tak sejahat itu." sangkal Safira.
"Nanti malam Sambas ngajakin gue ke suatu tempat. Kami ingin menyurvei tempat yang akan kami jadikan untuk resepsi pernikahan kami." ucap Safira memberitahu sahabatnya jika dirinya akan menyurvei tempat yang akan dijadikan untuk resepsi pernikahannya dengan Sambas.
"Hmmm, bagus deh. Semoga lancar."timpal Indah.
****
Saat malam tiba..
Safira duduk di depan meja riasnya. Menunggu sang kekasih yang akan menjemputnya.
Tak berselang lama..
"Fir, Sambas sudah datang menjemputmu." ucap Kartika di balik pintu.
Safira menolehkan wajahnya, ia tampak semangat empat lima melangkahkan kakinya membuka pintunya.
"Di mana dia sekarang?" tanya Safira sumringah.
"Dia menunggumu di ruang tamu." jawab Kartika.
Tanpa membuang waktu lagi Safira pun berlari kecil menuju ruang tamu.
Di sana, Sambas sedang memainkan ponselnya sambil menunggu Safira.
"Haaaa, dia sedang apa." bisik Safira dalam hati.
"Sam." panggil Safira lembut.
Sambas menolehkan wajahnya, dan...
"Firaaaaaa! Astaga!" Sambas tampak terkejut dan segera ia membuang wajahnya ke samping. Seakan enggan menatap wajah calon istrinya.
Safira tampak heran dan mulai tak tenang, melihat ekspresi Sambas yang hampir sama dengan Ardi beberapa minggu yang lalu.
"Sam, ada apa denganmu?" Safira mulai panik dan waspada.
Sementara Sambas masih memalingkan wajahnya.
"Astaga, kenapa wajahnya menyeramkan sekali." bisik Sambas dalam hati.
"Sam, kau kenapa?" tanya Safira sembari mendudukkan bokongnya di sofa berhadapan dengan calon suaminya.
Sambas tampak membuang nafasnya kasar. Perlahan ia tampak mengangkat wajahnya dan kembali menengok wajah Safira. Dan lagi-lagi Sambas terkejut dan ketakutan.
"Ya Tuhan!" ucap Sambas sembari kembali memalingkan wajahnya.
"Sam, kamu kenapa sebenarnya? Kenapa kau seperti ketakutan begitu." Safira tampak heran pada calon suaminya.
Sambas terdiam dan tampak ngos-ngosan.
"Sam." sekali lagi Safira memanggil calon suaminya.
Sambas tampak memberanikan dirinya menatap wajah Safira. Wajah Safira tampak terlihat hitam gosong dan banyak dihiasi oleh bopeng-bopeng yang membuat Sambas semakin ketakutan.
"Sam, ada apa sebenarnya?" tanya Safira.
"Fira, maafkan aku. Sepertinya hubungan kita berakhir sampai di sini. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita, mengenai pernikahan kita, sepertinya aku membatalkannya." ucap Sambas yang tampak tidak menatap wajah Safira.
Jleeeeebbb!!
Busur panah yang sangat tajam seakan menusuk ke dalam jantung hati Safira. Dadanya terasa sesak dan dunia seakan runtuh seketika.
Kejadian ini, yang kesekian kalinya.
"Ke.. Kenapa.. Sam.." Safira tampak tak kuasa menahan tangisnya. Suaranya bergetar, daro sudut matanya sudah mulai mengalir air mata kepedihan.
Sambas mengusap wajahnya kasar. Sebenarnya ia pun bingung harus berbuat apa, sementara saat ini wajah Safira sangat menyeramkan dan membuatnya ingin segera mengakhiri hubungannya.
"Maaf, aku benar-benar tidak bisa melanjutkan hubungan kita. Maaf, aku harus pergi sekarang." ucap Sambas yang kemudian beranjak dari tempatnya.
Sambas melenggang pergi meninggalkan Safira yang sedang menahan sesak di dadanya.
"Huuaaaaaa... Kenapa selalu seperti ini."jerit Safira yang tampak frustasi.
"Kutukan apa yang telah Engkau berikan padaku Ya Tuhan!" rintih Safira meluapkan kesedihannya.
"Hiks hiks hiks." Safira terisak menahan sakit di hatinya.
****