Chereads / Berjodoh Dengan Ustadz / Chapter 15 - DETEKTIF AMMARA

Chapter 15 - DETEKTIF AMMARA

Ammara menepikan mobilnya di depan sebuah perusahaan yang lumayan besar. Tentu saja ia sedang melakukan sebuah perintah dari atasannya yaitu Ardi.

"Aku harus menunggunya di sini. Dia mungkin sebentar lagi akan keluar. Semoga saja aku bisa langsung bertemu dengannya dan melaksanakan tugasku dengan baik dan benar." Ucap Ammara sembari menerawang ke luar kaca mobilnya.

Manik matanya yang kecoklatan tampak gesit menyapu setiap jengkal titik lokasi keluarnya sang direktur utama perusahaan yang ada di hadapannya itu.

Ya, Ammara memang wanita yang gesit dan aktif. Dia juga sangat cerdas dan licik. Apa pun bisa ia lakukan dengan tangannya sendiri. Dia wanita yang gigih. Hanya satu yang tidak bisa ia lakukan, yaitu menaklukkan hati mantan kekasihnya yaitu Ardi.

"Mana ini si Ardi, kenapa dia belum mengirim foto pria yang akan aku selidiki. Kalau begini caranya, belum tentu aku berhasil menemui pria itu dan menjalankan misiku," celoteh wanita cantik itu yang tampak sedikit kesal namun juga ingin segera menyelesaikan pekerjaannya itu.

Sebelum Ammara bergegas, ia mencari tahu terlebih dahulu tentang pria bernama Sambas yang menjadi mantan kekasih rivalnya yaitu Safira. Tentu saja tidak sulit mencari tahu tentang pria tampan itu. Hanya perlu berkomunikasi dengan para rekan kerja di perusahaan yang lain, ia bisa dengan cepat mendapatkan informasi tentang Sambas.

Tak berapa lama, gawai yang sedari tadi ia genggam tampak bergetar menandakan pesan masuk. Secepat kilat ia menolehkan wajahnya dan menatap serius layar gawai miliknya.

"Hmmm, ini dia yang gue tunggu-tunggu." Ucap wanita yang memiliki wajah cantik itu.

Wajah sosok seorang Sambas terpampang nyata di layar gawai Ammara. Wanita cantik itu sedikit tercengang saat melihat Sambas yang begitu tampan. Lebih tampan daripada mantannya, Ardi.

"Gile, cakep bener ini cowok. Kalau seperti ini caranya, bisa-bisa gue salah langkah ini. Hihihi," kekeh Ammara sambil menatap binar pada layar ponselnya.

"Ah, sebaiknya gue keluar saja. Sedikit berpura-pura sepertinya akan lebih menyenangkan," gumam Ammara yang kemudian memilih untuk keluar. Menunggu sosok seorang Sambas di depan perusahaan milik pria tampan itu.

Tanpa pikir panjang, Ammara pun melangkahkan kakinya ke dekat area pintu masuk. Lalu lalang para karyawan yang mungkin sudah waktunya pulang tampak membuat Ammara sedikit kesulitan mencari kesempatan. Tapi, apa yang akan dia lakukan?

Di sudut lain, seorang pria tampan berpangkat Presiden Direktur tampak baru keluar dari ruangannya. Dengan gagah dan berwibawa ia berjalan melewati lorong di sepanjang ruangannya.

Ya, pria itu adalah Sambas. Baru saja ia menyelesaikan pekerjaannya dan bergegas hendak pulang. Semenjak kandasnya hubungan dengan Safira, pria tampan itu pun masih menyendiri dan tidak berniat mencari pengganti Safira. Entah mengapa ia pun merasa penasaran dan selalu ada dorongan untuk menemui mantan kekasihnya itu dan meminta maaf padanya. Tapi, lagi-lagi bisikan gaib yang menyuruhnya untuk diam dan meninggalkan Safira terus muncul dan membuatnya benar-benar tidak menemui mantan kekasihnya lagi.

"Selamat sore, Tuan." Sapa security yang berjaga di depan pintu keluar masuk.

"Ya, selamat sore," balas Sambas sembari terus berjalan.

Ammara yang sedari tadi mengamati pintu keluar masuk itu, tampak tercengang dan berbinar saat sosok seorang Sambas keluar dari perusahaan milik pria tampan itu.

"Aku harus bisa." Gumamnya sambil melangkahkan kakinya.

Sambas sendiri tidak tahu dan tidak menyadari jika seseorang sedang menunggu dan merencanakan sesuatu padanya. Hingga pada saat itu...

Bruughhhh!

Ammara menabrakkan dirinya dengan sengaja pada Sambas. Hal itu membuat Sambas terkejut dan merasa bersalah. Apalagi Ammara sampai terjatuh ke hamparan paping blok di sana.

"Aauuwh!" Ringis Ammara penuh dusta. Tentu saja ia harus berpura-pura kesakitan agar bisa mendapatkan waktu banyak bercengkrama dengan Sambas.

"Sorry," ucap Sambas dengan raut wajah yang tidak enak dan merasa bersalah.

Ammara menggeleng kecil dan mengelus kakinya yang tidak terasa sakit. Tentu saja dia hanya sedang berpura-pura.

"Apakah ada yang sakit? Sorry, aku benar-benar tidak sengaja," ucap Sambas sekali lagi. Kali ini ia berjongkok dan mendekati Ammara yang masih di tempat.

"Entahlah, sepertinya kakiku sedikit terasa sakit." Jawab Ammara berbohong.

Sambas membulatkan kedua bola matanya penuh dan terlihat tegang. "Bagaimana? Apa yang bisa kulakukan? Emh, membawamu ke rumah sakit kah?" Tanyanya yang tampak panik.

Ammara menggeleng kecil. Ingin rasanya ia tertawa terbahak-bahak, tapi tentu saja itu tidak boleh ia lakukan. Sebab, ia sedang berakting.

"Hahaha! Di bawa ke rumah sakit? Berlebihan sekali. Akan sangat lucu dan konyol kalau seperti ini saja sampai dibawa ke rumah sakit." Cerocos Ammara dalam hati.

Wanita cantik itu menyunggingkan senyuman manisnya. "Tidak perlu, Tuan. Saya hanya perlu istirahat saja sejenak." Jawabnya dengan suara yang lembut dan manis.

Pokoknya, Ammara harus berhasil mengorek-ngorek tentang pria di hadapannya itu. Maksudnya, mengorek-ngorek alasan dia mengakhiri hubungannya dengan Safira. Sama halnya seperti Ardi yang tiba-tiba saja membatalkan pernikahannya dengan wanita cantik itu.

"Oh, baiklah. Kalau gitu ayo aku bantu berdiri. Maaf sekali ini, aku benar-benar tidak sengaja," ucap Sambas sembari mengulurkan tangannya siap membantu Ammara untuk bangun dari tempatnya.

Ammara mengangguk. Ia pun menyambar tangan Sambas lalu bangun secara perlahan. Tentu saja berpura-pura jika ia memang sedang kesakitan.

"Duduk dulu di sini, sepertinya aku harus mengganti rugi," ucap Sambas seraya membantu Ammara duduk di sebuah bangku taman.

"Ganti rugi apa? Itu tidak perlu, Tuan. Saya sungguh tidak apa-apa." Sanggah Ammara.

Sambas mengusap wajahnya. Beberapa karyawan dan staf yang lalar lewat tampak menatap heran dan penuh selidik pada pemilik perusahaan itu. Mungkin mereka bertanya-tanya, siapa wanita cantik di sampingnya?

"Kakimu pasti terasa sakit, bukan? Aku akan memijatnya," ucap Sambas seraya mulai menggerakkan tangannya hendak memijat kaki Ammara.

Ammara terhenyak kaget dan buru-buru mencegah tindakan pria tampan itu. "Ti–tidak perlu, Tuan. Saya sama sekali tidak apa-apa." Cegahnya sembari menahan tangan Sambas agar tidak memijat kakinya.

Sambas menatap heran dan masih merasa mengganjal. Tentu saja ia merasa bersalah pada wanita di depannya itu. "Sungguh? Tapi aku yang sudah menabrakmu tadi. Aku merasa bersalah." Ucapnya lirih.

"Tidak apa-apa, Tuan. Itu karena tidak sengaja, bukan. Jadi, tidak usah merasa bersalah. Mungkin karena saya yang ceroboh," balas Ammara disertai senyuman manisnya.

Sambas menggeleng. "Tidak-tidak, aku yang buru-buru tadi." Sanggahnya. "Kalau gitu, apa yang harus aku lakukan agar aku dapat bernapas lega dan bertanggung jawab?" Tanyanya lagi.

Ammara tersenyum kecil dan sedang berpikir keras. Tentu saja ia harus bicara banyak dan harus sering bertemu setelah pertemuan pertama ini.

"Sebenarnya tidak masalah bagiku, Tuan. Aku baik-baik saja." Ucapnya sok bijak. "Oh ya, kita belum kenalan." Lanjutnya.

Sambas tersenyum dan mengulurkan tangannya pada wanita cantik di hadapannya. Ya, Ammara memang cantik. Hanya saja ia terlalu sering usil pada Safira, hal itu membuat orang-orang kurang respect padanya.

***