Ammara menyambar tangan pria tampan di hadapannya. Menjabatnya dengan hangat dan penuh kelembutan.
"Ammara," ucap Ammara disertai senyumannya.
"Sambas," balas Sambas yang juga tampak tersenyum manis.
Keduanya pun melepaskan tangan yang semula saling bertautan. Seketika suasana hening tanpa ada yang bicara. Selepas berjabat tangan, Ammara merasa sangat canggung dan seperti lupa dengan rencananya. Kini, jantungnya yang berirama dengan cepat.
"Jadi, mau kuajak makan? Aku rasa perlu membayar semua yang telah aku lakukan padamu tadi," ucap Sambas memecah keheningan.
Ammara benar-benar sedikit terjingkat kaget mendengar tawaran pria di hadapannya itu. Ia benar-benar tak menyangka jika Sambas sangat mudah bergaul dan terperdaya.
"Ma–makan? Di ... mana, ya?" tanya Ammara dengan raut wajah yang terlihat bingung.
Sambas tersenyum kecil, "Kenapa aku melihat wanita ini seperti aku sedang bersama dengan Safira. Astaga! Apa yang aku pikirkan. Aku dan Safira sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi. Sebaiknya aku lupakan wanita itu," ucapnya dalam hati.
Ammara menatap heran pada Sambas yang tiba-tiba diam dan seperti sedang memikirkan sesuatu, "Apa yang dia pikirkan? Jangan-jangan dia sedang menjebakku. Oh tidak! Jangan sampai dia tahu kalau aku disuruh oleh Ardi untuk menginterogasinya perihal pernikahan yang ia batalkan dengan Safira," cerocosnya dalam hati.
Kembali suasana hening saat itu juga. Hal itu membuat Ammara merasa jika dirinya harus segera meluncurkan aksinya. Ya, tentu saja ia harus segera mencari kesempatan untuk bisa bicara serius dengan pria di hadapannya. Mengobrol enteng dan diam-diam dia akan menanyakan soal alasan Sambas mengakhiri hubungannya dengan Safira.
"Sepertinya aku sudah harus pergi," ucap Ammara sembari siap-siap hendak bangun dari duduknya.
Sambas mengerjapkan matanya dan sedikit menggeleng. Membuyarkan lamunannya yang bersarang sedari tadi, "Eh, tidak mau makan dulu bersamaku?" tanyanya penuh paksaan.
Ammara terdiam dan berlagak seperti sedang berpikir keras. Padahal kenyataannya ia memang menunggu hal itu terjadi.
"Emh, bagaimana, ya? Sebenarnya aku merasa tidak enak. Aku hanya akan merepotkanmu saja," ucap Ammara berlagak menolak secara halus.
Sambas menggeleng dengan cepat, "Justru aku akan merasa bersalah jika kau tidak mau makan denganku. Aku ingin ganti rugi atas apa yang telah aku lakukan padamu. Kakimu masih sakit, bukan? Apa sebaiknya kita ke rumah sakit saja?" ujarnya panjang lebar dan bersifat paksaan.
Ammara terkekeh kecil mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Sambas, "Ke rumah sakit? Haha, itu sangat berlebihan," ucapnya disertai tawa kecilnya.
"Tidak, kau pikir kakimu sakit harus dibawa ke mana? Ke panti jompo?" seloroh Sambas dengan raut wajah yang serius.
"Hahaha!" Kembali Ammara tertawa. Ia sangat tidak menyangka ternyata pria tampan di hadapannya itu sangat humble dan begitu lucu. Berbeda dengan Ardi yang lebih suka dengan hal serius.
"Lah, kenapa tetawa, Ammar?" Sambas bertanya sembari tersenyum kecil.
"Apa? Ammar? Haha, kenapa setengah-setengah seperti itu?" protes Ammara yang tampak tertawa geli.
"Memangnya kenapa? Kupikir itu panggilan yang cocok untukmu," ucap Sambas dengan santai.
"Tidak! Kau pikir aku seorang pria!?" sungut Ammara tak terima.
Sambas terkekeh, "Ah, sudahlah jangan membuang-buang waktu. Sebaiknya ayo kita cabut!" ujarnya penuh penegasan.
"Apa yang dicabut?" kelakar Ammara sembari mengerutkan dahi.
Sambas tersenyum kecil dan menggaruk pelipisnya yang sama sekali tidak terasa gatal, "Gigi kamu!" selorohnya yang berhasil membuat Ammara terkekeh.
"Hehehe, gigiku masih sehat, kali!" cicit Ammara.
"Yes, I know! Dah yuk ah!" Sambas tampak memaksa dan menarik tangan Ammara agar cepat bangkit dari duduknya.
"Astaga! Apakah pria ini memang seperti ini pada gadis mana pun? Cepat akrab dan barbar seperti ini? Sepertinya Safira pun diperlakukan seperti ini saat mereka pertama kali bertemu. Hmm, pantas saja Safira bisa dengan cepat menemukan pria pengganti Ardi, ternyata memang Sambas humble seperti ini," cerocos Ammara di dalam hati.
Ammara benar-benar tak menyangka dengan sikap Sambas yang mudah akrab dan sangat hangat. Tetapi, hal itu membuat dirinya semakin mudah untuk menyelidiki kasus pernikahan yang telah dibatalkan oleh Sambas sendiri.
***
Di tempat lain, Safira yang kini telah bangkit karena mendapat dukungan dari kedua orang tua dan mantan kekasihnya, tampak sedang menyiapkan diri untuk kembali bersinar. Banyak kabar yang bersiar tentang dirinya. Isu-isu jika dirinya stres dan depresi pun telah tersebar sampai ke perusahaan tempatnya bekerja.
"Oke, Fira. Loe harus bangkit kembali. Pokoknya, loe harus fokus pada masa pengobatan dan penyelidikan pelaku yang sengaja membuat loe menderita seperti ini," ucap wanita cantik itu pada dirinya sendiri.
Ya, Safira sudah yakin dengan keputusannya yang menyepakati usulan kedua orang tuanya. Rencananya, hari ini mereka akan berkunjung ke kediaman seorang Ustadz yang bisa mengobati penyakit gaib dan semacamnya.
"Aku hanya ingin tahu siapa yang tega membuatku seperti ini. Jika itu memang orang yang tidak suka padaku, maka aku hanya akan memaklumi dan mendoakan agar dia kembali ke jalan yang benar," gumam Safira sambil menatap wajahnya di pantulan cermin.
Ya, tentu saja siapa pun akan mengira jika yang tega melakukan itu adalah orang yang tidak suka pada Safira. Orang yang memusuhi Safira, orang yang iri pada wanita cantik itu.
Beruntungnya Ardi masih mau menyelesaikan masalah yang menimpa mantan kekasihnya itu. Sehingga membuat Safira sedikit merasa masih dihargai dan disayangi.
"Aku merasa jika Mas Ardi masih mencintaiku. Mungkin kah dia akan kembali padaku?" ucap Safira sembari meraih gawainya dan membuka aplikasi WhatsApp nya.
Beberapa story whatsapp baru saja ia buka. Memang beberapa hari ini Safira tidak fokus dengan gawainya.
"Ammara. Sedang apa dia di perusahaan Sambas?" Safira tampak sedikit kaget dan heran melihat story whatsapp yang Ammara posting.
Ya, beberapa jam yang lalu Ammara memposting dirinya sedang berada di perusahaan milik Sambas. Tentu saja Safira tahu perusahaan itu. Sebab, Sambas sempat bercerita tentang perusahaannya.
"Astaga! Aku lupa. Dia 'kan disuruh oleh Mas Ardi untuk menyelidiki kasus yang terjadi padaku." Safira berkata sambil menepuk jidatnya sendiri.
Tak lama berselang, sebuah panggilan video call masuk ke dalam gawai Safira. Dengan cepat wanita cantik itu menatap layar gawainya. Seketika dahinya berkerut saat melihat sebuah nama yang tertera di sana.
"Mas Ardi," gumamnya yang tampak ragu untuk menjawab.
Beberapa detik kemudian, Safira pun menekan tombol jawab dan mengarahkan gawainya pada wajah cantiknya yang masih terlihat kurang segar.
"Hallo," sapa Safira dengan suara yang lembut.
Di seberang sana, terlihat Ardi sedang tersenyum pada Safira.
"Hai, Fira. Kau sedang apa?" tanya Ardi.
"Tidak sedang apa-apa, Mas. Ada apa ya? Tumben sekali video call," jawab Safira.
Ardi tersenyum kecil, "Memangnya tidak boleh, ya?" godanya.
Safira menautkan pelipisnya dan menatap datar pada Ardi di seberang sana.
BERSAMBUNG...