Safira menatap lekat bayangan wajahnya pada cermin besar di hadapannya.
Senyumnya merekah indah saat ia membayangkan sosok pria tampan berada di sampingnya.
"Semoga kau menjadi yang terakhir untukku." bisik Safira sembari tersenyum penuh harap.
Ya, malam ini Safira hendak memperkenalkan Sambas pada kedua orang tuanya. Rencananya pria yang ia kenal melalui jodoh online itu ingin segera melamar Safira.
Tentu saja wanita cantik yang baru beberapa hari merasakan patah hati itu tampak semangat dan bahagia. Karena dengan cepat dan mudah ia bisa menemukan pria yang akan menjadi suaminya.
"Aku bahagia. Ya, aku sangat bahagia sekali. Ternyata kecantikan wajahku benar-benar dapat diandalkan. Buktinya, aku bisa dengan mudah mendapatkan pria tampan seperti Mas Sambas. Lihat saja kau Mas Ardi, aku akan membuatmu patah hati." ucap Safira sembari menatap tajam pada dirinya di cermin.
Tak berselang lama Sambas datang dengan kedua orang tuanya. Tentu saja hal itu semakin membuat Safira gugup dan gerogi. Pasalnya apa yang Sambas lakukan terlalu formal menurutnya.
"Ya Tuhan, cantik sekali calon menantu Bunda." puji Bundanya Sambas.
Safira tersipu malu dibuatnya, ia pun menyembunyikan wajahnya yang tampak memerah merona.
"Tentu saja Bun, dia sangat cocok bersanding dengan Sambas." timpal Sambas yang tampak semangat empat lima.
"Alhamdulillah, semoga kalian cocok." seru Kartika penuh harap.
Sebagai seorang Ibu yang sudah tahu pengalaman pahit putrinya, Kartika benar-benar khawatir pada kisah cinta Safira. Seperti yang sudah pernah terjadi sebelumnya, itulah yang Kartika takutkan.
"Semoga Tuhan menyatukan kalian berdua." rintih Kartika memanjatkan do'a dalam hati.
Tak perlu membutuhkan waktu lama bagi Sambas untuk mengungkapkan tujuannya datang ke sana. Sambas yang pintar dan familiar tampak mampu membuat Kartika dan Pak Usman jatuh hati padanya.
"Baiklah Nak, bapak dan ibu merestui hubungan kalian. Semoga Tuhan pun merestui hubungan kalian." ucap Pak Usman dengan sebuah senyuman penuh pengharapan.
"Aamiin." semuanya menyerukan satu kata yang sama. Senyum kebahagiaan terpancar dari wajah Safira dan Sambas.
Sambas menyematkan sebuah cincin yang indah pada jari manis Safira. Hubungan yang berawal dari jodoh online itu semakin diperkuat dengan ikatan cinta yang mereka sematkan pada hati mereka masing-masing.
"I love You, Fira." ucap Sambas sembari mengecup tangan wanita cantik di hadapannya.
Safira semakin tersipu dan malu-malu. Wajahnya benar-benar merah merona. Sementara kedua orang tua Safira dan Sambas tampak turut tersenyum penuh kebahagiaan.
****
Keesokan harinya, seperti biasa Safira berangkat bekerja menggunakan sepeda motor yang ia dapatkan dengan hasil jerih payah bekerja di sebuah perusahaan milik negara yang sudah selama tiga tahun dia tekuni.
Dengan mengenakan rok span pendek diatas dengkul dan atasan simple namun elegan membuatnya terlihat cantik natural. Rambut panjangnya ia ikat tinggi-tinggi agar terlihat fress dan lebih rapi.
"Selamat pagi." sapanya pada para karyawan yang lain.
Safira memang wanita yang ramah pada siapa saja. Maka tak jarang para kaum adam sering menafsirkan hal yang salah pada Safira. Mereka menganggap Safira jatuh cinta pada pria yang Safira sapa.
"Huuuuff! Siap-siap kembali bekerja, Safira. Siap-siap mengeriting jari-jarimu." gumamnya saat ia telah duduk di kursi kerjanya.
Dilihatnya meja kerja yang berada di sampingnya masih kosong. Sepertinya penghuni meja itu belum sampai menghadap layar komputer yang sering membuat mata mereka sakit dan perih.
"Ke mana wanita karatan itu. Kenapa dia belum sampai." gumam Safira.
Jari jemarinya yang lentik tampak sudah mulai bermain pada keyboard komputernya. Beberapa pekerjaan sudah harus dia kerjakan.
Tak berselang lama...
"Fir, elu sudah sampai?" tiba-tiba Indah datang dan langsung menyapa sahabatnya.
Safira menolehkan wajahnya, kacamata anti radiasi yang ia gunakan tampak ia turunkan sedikit.
"Menurut loe!?" nyinyir Safira yang tampak berekspresi datar.
Indah memencengkan bibirnya dan memutar bola matanya malas.
Mereka pun kembali fokus pada pekerjaan masing-masing.
Hingga pada beberapa menit yang telah mereka lewati, seorang Manager tampan berjalan gagah menuju ruangannya. Tentu saja pria itu melewati meja kerja Safira dan Indah.
Dari kejauhan Ardi memantau Safira yang ia pikir akan menatapnya penuh cinta. Namun dugaannya benar-benar salah. Safira tampak tetap fokus pada pekerjaannya. Tentu saja hal itu membuat Ardi sedikit jengah dan kecewa. Pasalnya baru kali ini Safira mengacuhkannya.
"Ehem!" Ardi berdehem cool saat tepat berada di depan meja kerja Safira. Alih-alih mendapat lirikan, Ardi malah kelimpungan dengan sikap cuek mantan kekasihnya.
Indah yang menyadari kode-kode yang Ardi tunjukkan pada Safira, ia tampak menahan tawanya melihat ekspresi kesal Manager tampan itu. Sementara itu Ammara yang juga menyadari sikap Ardi yang ingin mendapat perhatian dari Safira, ia tampak menatap sebal pada Safira yang masih setia menatap layar komputernya.
"Ha ha ha ha, gila mantan cowoklu itu Fir." seru Indah di sela-sela tawanya. Ia berani menumpahkan tawanya saat Ardi sudah masuk ke dalam ruangannya.
"Hust! Jangan asal bicara. Nanti ada yang melapor. " tegur Safira yang tampak menahan tawanya.
Indah terkekeh sembari memegangi perutnya.
"Dia benar-benar seperti bocah." nyinyir Indah yang kini tampak sedikit merendahkan suaranya.
Safira hanya tersenyum kecil. Ia puas melihat kekesalan mantan kekasihnya itu.
"Elu sengaja bersikap cuek pada Manager tampan itu?" selidik Indah.
Safira menghentikan kegiatannya lalu memutar kursi kebesarannya menghadap Indah.
"Tentu saja. Kau pikir aku akan tetap mengemis cinta pada pria angkuh itu? Oh tidak! Lagi pula aku sudah memiliki pengganti yang lebih baik dan tampan dari dirinya." tegas Safira penuh keyakinan. Ia tampak sudah mulai melupakan mantan kekasih yang tega mengakhiri hubungan mereka tanpa sebab yang akurat.
Indah bertepuk tangan.
"Wow! Kau hebat, friend. Ternyata tidak sia-sia gue cariin elu jodoh online. Keren-keren, gue memang keren." seru Indah membanggakan dirinya.
"Shh, dasar kau ini." decak Safira yang kembali memutar kursinya menghadap layar komputernya.
Tak berselang lama..
"Ja*ang, Mas Ardi ingin bertemu denganmu." ucap Ammara yang tiba-tiba datang dan menyampaikan pesan dari Ardi dengan sinis dan kasar.
Safira mendongakkan wajahnya, menatap jengah pada wanita jutek di hadapannya.
"Aku sedang bekerja." tegas Safira yang tampak menatap tajam pada Ammara.
"Tidak usah berpura-pura cuek dan sok jual mahal deh! Nyatanya elu masih ingin menjadi wanita Mas Ardi bukan!? Tapi elu gengsi mengakuinya." cibir Ammara sembari melipat kedua tangannya pada dadanya.
Safira benar-benar jengah dan kesal mendengar ucapan wanita rubah di hadapannya. Ingin rasanya ia menjambak rambut churlynya yang terurai dan merobek-robek mulut wanita rubah itu.
"Bisakah kau tidak mengikutcampuri urusan pribadiku!? Kau bukan siapa-siapa bagiku, jadi kau sangat tidak berhak untuk itu." tegas Safira dengan suaranya yang terdengar dingin.
Ammara berseringai sinis dan memutar bola matanya jahat.
"Na'if!" umpatnya sembari melenggang pergi menemui Ardi kembali.
****