Carlo memijat kepalanya yang sakit akibat mabuk. Ada ganjalan di kepalanya jika teringat bangun berada di kamar Desti dalam keadaan telanjang.
"Apa yang terjadi semalam? mengapa aku tidur di kamar tamu milik Desti?"
Suaranya pelan kepada kepala pelayan di dekatnya, "Saya sudah membawa masuk anda ke dalam kamar tapi nona Desti meminta untuk dipindahkan karena tuan terlihat marah dengan kamar utama. Menurut nona Desti, anda butuh nona" jawabnya.
Carlo merasakan kemarahan tanpa berdasar terhadap Desti. Ini trik murahan tetapi bercinta dengan Desti? pikirnya penuh tanda tanya.
Beberapa pelayan berjalan membawa masuk makanan dan minuman yang dibuat cantik menggugah selera lalu ditata di atas meja.
"Tuan, ini obat sakit kepala akibat mabuk"
Tidak ada sautan dari Carlo. Kepala pelayan undur diri setelah semuanya lengkap di atas meja.
"Mengapa kamu sudah bangun? apa kamu baik-baik saja?"
Carlo membuka mata, Desti terlihat santai dan cantik, bau harum bekas sabun tercium segar di hidungnya. Respon pertama saat bangun adalah kaget ketika berada satu kamar dengan Desti dan kondisi telanjang. Tidak ada satupun ingatan jika mereka berdua sudah bercinta, cepat berpakaian lalu keluar kamar merupakan respon kedua yang diambilnya.
"Semalam apa yang terjadi?"
"Terima kasih sayang, akhirnya kamu menyentuh aku utuh"
"Apa itu yang terjadi?"
"Ya meskipun kamu memanggil nama orang lain tapi aku mengerti"
Sontak Carlo menurunkan kedua tangan dari kepalanya yang memijit. Kalau benar bercinta, ia pasti merasakan sesuatu tapi, ini tidak ada.
"Kamu-- "
"Sedikit sakit di awal tapi setelahnya aku baik-baik saja. Jangan tanyakan lagi, aku malu"
Nada suara terdengar malu dan tidak nyaman di dengar Carlo seperti petir yang menyambar kuat di telinga. Desti berpura-pura tidak mempermasalahkan tetapi wajahnya memerah.
"Makanlah, aku pergi dulu"
"Carlo, kamu mau kemana? besok hari pernikahan mu, apa Ayun bakal datang?"
Carlo tidak menjawab pertanyaan Desti, ia cepat pergi dari rumahnya ini. Terasa membingungkan. Desti menahan kecewa melihat cara Carlo tapi masih ada harapan pikirnya, besok memang pernikahan Carlo tetapi apapun bisa saja terjadi.
Kantor Caoli
Caoli berdiri dekat jendela ruang kerja di kantor. Matanya tidak fokus. Sejak mendapatkan sesuatu yang indah dari Desti, otak di kepalanya tidak bisa berhenti membayangkan.
"Tuan.."
Pedro yang ada di dekatnya memberikan dokumen. "Apakah tuan hendak datang ke rumah tuan Carlo?" tanyanya hati-hati.
"..."
"Nona Desti, apakah tidak ditarik pulang?"
"Pernikahan belum terjadi. Ini keinginan Desti. Kamu atau aku, tidak akan bisa memberi pendapat padanya. Kita hanya bisa mendukung rencananya"
"Tapi tuan, jika pernikahan ini terjadi maka Desti akan terluka hatinya. Apakah tuan dapat menerima adik tuan di perlakukan seperti ini?"
"Pedro, cinta itu seperti kue di toko kue. Di awal terasa enak tapi setelahnya sakit saat membayar. Ini keputusan Desti. Keluarga tidak ada sangkut pautnya dengannya"
Ucapan Caoli menyisakan kekecewaan pada diri Pedro. Caoli mengeluh diam-diam ketika melihat wajah patah hati darinya.
"Lupakan adikku. Dia sudah memutuskan"
Tidak ada bantahan dari Pedro. Caoli mendesah malas menatap dokumen di tangan, kalau boleh jujur, iapun ingin melihat Desti. Sejak bercinta dengannya, fokus berubah. Apakah benar di hati tidak ada lagi Riu pikirnya kalut.
tok...tok...
"Masuk!"
Seorang sekretaris berdiri depan pintu, "Tuan Carlo datang" katanya beritahu. Pedro menghela nafas tidak senang, "Saya keluar tuan" ucapnya berjalan keluar bersama sekretaris.
Caoli berpindah dari dekat jendela menuju sofa bersamaan Carlo masuk. Wajahnya kusut seperti di terjang badai.
"Ada apa?"
"Ayun pergi ke rumah Jero"
"Lalu?"
"Aku-- takut pernikahan gagal"
"Tidak mungkin, Jero sangat mencintai Riu"
"Aku tahu tapi, Ayun"
"Wanita bodoh. Apa rencanamu sekarang?"
"Besok pernikahanku jika tidak datang, keluargaku bakal menghina dan mengeluarkan aku dari daftar warisan. Caoli, aku akan menikahi Desti untuk mengantikan Ayun"
"Desti?"
"Kamu sebagai kakaknya, aku harap mau merestui apabila Ayun tidak datang"
"Apa Desti tahu hal ini?"
"Tidak! aku butuh bantuan darimu untuk menyakinkan. Lagipula semalam aku mabuk dan tidak sengaja tidur dengannya"
"Tidur? maksudnya?"
"Maafkan aku, Caoli. Aku pikir Ayun jadi tak sengaja aku bercinta dengannya. Aku tahu aku salah tetapi aku khilaf"
Perlu waktu lima menit untuk mempelajari perkataan terakhir Carlo. Siapa yang lakukan pertahanan kehormatan Desti kalau bukan Caoli tapi mengapa Desti bicara begitu, itu berarti Desti memanfaatkan waktu.
"Kita sudah dewasa. Aku rasa Desti tahu apa yang terjadi"
"Ya, seharusnya aku tidak memanfaatkan Desti tapi aku benar-benar mabuk"
"Tidak apa"
Caoli merasa ada yang salah dengan hatinya ketika kata tidur dan bercinta menjadi tumpang tindih menarik jadi satu. Carlo tidak menyadari perubahan wajah Caoli.
"Caoli, kamu bisa menginap di rumahku untuk memberitahu Desti tentang rencanamu ini"
"Itu sedikit menyusahkan"
"Bantu aku. Anggap saja, kalau ada perubahan besok, maka kamu sebagai kakaknya tahu dan merestui"
"Aku akan datang ke rumahmu, nanti malam"
"Bagus!"
Carlo merasa kelegaan yang menyedihkan. Bangkit berdiri lalu memandang sahabat kuliahnya, selain sering bersama namun tidak akrab, mereka berdua hanya menerapkan asas manfaat.
"Kamu mau kemana?"
"Selain mengurus persiapan akhir pernikahan. Aku mau ke rumah Jero untuk membujuk Ayun. Bagaimana juga Ayun yang aku inginkan"
"Aku mengerti, semoga berhasil"
"Terima kasih sobat!"
Carlo berbalik berjalan keluar ruangan. Caoli terpaku selama satu jam. Berita kepergian Ayun merubah rencana Desti lalu bagaimana rencananya sendiri, apakah ia akan kehilangan Desti pikirnya muram.
Manusia bisa berusaha dan berencana namun, hasil akhir bagaimana rencana itu berkembang berada pada tangan Langit.
Desti tersenyum manis ke arah langit. Harapan besar kepergian Ayun memberikan dampak positif hubungan dirinya dan Carlo lalu bagaimana ia menstabilkan rencananya.
kring...
---- "Dimana?"
---- "Kak Caoli, aku berada di kamar"
---- "Carlo datang ke kantor, bersiaplah"
---- "Apa maksudmu, kak"
---- "Aku akan membantumu mendapatkan Carlo dan anak yang kamu inginkan"
---- "Benarkah? kakak sungguhan. Kak, aku mencintai Carlo, aku ingin segera hamil anaknya"
---- "Malam ini aku akan menginap di sana. Detil rencana tunggu aku datang"
---- "Ya kak"
Handphone dimatikan dari Caoli. Hati Desti berbunga-bunga layaknya kebun bunga tetapi hati Caoli berada dalam genggaman bunga bangkai. Kalau ada hari yang menyenangkan maka itulah hari dimana Desti menyandang nama nyonya besar Carlo. Tawa senang menggelegar di satu ruang kamar tamu Desti.
Langit terlihat sama di belahan dunia. Hati yang patah dan merana tidak ada yang tahu.
"Desti"
Pedro terdiam di tempatnya, niatnya ingin memberitahu masalah yang terjadi pada rumah Carlo berdasarkan anak buah yang menyusup menjaga Desti, terhenti.
Semua orang sibuk merubah rencana tetapi hanya satu orang yang tidak memiliki rencana hingga tersadar, sekuat apapun dirinya, ia tetap lemah. Inilah Riu yang terbaring tak bergerak di atas tempat tidur.