Riu tidak tahu mengapa hatinya gelisah tanpa sebab. Matahari yang tenggelam sesuai jadwal tidak pengaruhi detak jantung miliknya yang bertahap mencari.
Sejak pulang, Riu seperti merasa berjalan di pinggir jurang. Tangan meletakan tas tangan di atas meja rias namun, pikirannya tidak berada di tempatnya. Mungkin mandi cepat bisa meringankan pikir Riu bergerak ke arah pintu kamar mandi.
Perasaan baru ini sangat merusak hingga Riu selesai mandi dan berganti pakaian. Mungkin makan malam bisa lebih baik pikirnya positif. Riu berjalan keluar kamar menuju ruang makan di tengah, beberapa pelayan segera menyiapkan makanan begitu melihat Riu duduk di kursi makan.
Makanan yang beraneka ragam tidak juga membuatnya lebih baik, iapun segera menyelesaikan makan. Mungkin bersantai di kamar terasa lebih baik pikirnya lagi, sebenarnya ia tahu pemikiran banyak sejak tadi, pasti tidak akan membuatnya lebih baik malah membuatnya semakin terpuruk akibat kegelisahan yang tidak berdasar ini.
"Apa ini?" tanyanya pada dirinya. Kegelisahan tanpa sebab ini bikin semua otaknya berpusat pada satu orang yaitu Jero. Berguling ke sana kemari di atas tempat tidur tanpa bisa tidur, sangat membosankan. Perasaan senangnya akibat bertemu mantan kekasih kecil di masa lalu hilang begitu saja oleh kegelisahan ini.
Riu terpaku sejenak ketika terlintas pikiran tentang Jero dan mantan istrinya. Meskipun tidak ada lagi kabar kedekatan keduanya tetapi hatinya selalu waspada. Bohong kalau tidak ada timbul perasaan pada Jero. Karena perasaan inilah maka Riu memilih berusaha melupakan mantan kekasihnya itu.
Handphone tidak ada gerakan dari Jero sama sekali sejak terakhir kali. Cepat diraihnya handphone dari meja kecil dekat tempat tidur, Riu ingin menelpon Jero demi mengurangi kegelisahan hatinya. Tepat satu dering panggilan, sudah tersambung.
---- "Riu, mengapa belum tidur?"
---- "Kapan pulang?"
---- "Mengapa? kamu merindukan aku?"
Ada perasaan senang diperhatikan oleh Riu. Ini tercermin dalam nada suara Jero dan diketahui jelas oleh Riu.
---- "Jero, aku merasa tidak tenang, pulanglah"
---- "Aku masih ada urusan diluar. Mungkin satu atau tiga jam baru bisa pulang"
---- "Aku tidak mau tahu! aku ingin kamu pulang sekarang"
---- "Tidak bisa Riu. Sejak kapan kamu jadi seperti ini"
Nada suara tegas di dengar Riu, ini menambah kegelisahan Riu semakin beralasan sementara wajah Jero berubah kaku.
---- "Jero!"
---- "Aku tidak bisa pulang. Patuh lah! aku pasti pulang secepatnya setelah semua selesai"
---- "Jero, perasaan aku benar-benar tidak nyaman. Bisakah kamu putar balik sekarang untuk pulang?"
---- "Tidak bisa!"
---- "Aku--"
---- "Tidurlah Riu, ini sudah malam. Aku tutup"
Tak terdengar suara lagi di handphone Riu. Hatinya gelisah seperti malam ini merupakan malam permulaan dari segalanya. Firasatnya tidak pernah salah. Sepanjang hidupnya ia bergantung pada firasat, tak mau terjebak dengan ketidakjelasan, Riu segera turun dari tempat tidurnya menuju ruang tamu. Tujuannya satu yaitu menunggu kepulangan Jero.
Jarak terbentang dari rumah Jero dan Carlo sangatlah jauh. Mobil berhenti di depan lobi rumah utama. Jero menatap handphone sekali lagi, kalau ditanya harus memilih siapa maka jawabannya masih belum di pastikan.
Jero turun dari mobil, sedikit merapikan pakaiannya ketika di hampiri kepala pelayan rumah Carlo.
"Tuan Jero..."
"Dimana Carlo?"
"Tuan besar ada di dalam. Silahkan masuk ke ruang tamu utama, sebentar saya panggilkan"
Tutur kata yang sopan hingga tulang sumsum meradang di dengar baik oleh Jero. Langkah mereka berdua sangat tenang menuju ruangan yang dimaksudkan.
"Bagaimana kabar calon nyonya?"
"Ini..."
"Aku hanya bertanya, tidak ada maksud apa-apa"
"Calon nyonya baik"
"Bagus"
"Apa tuan Jero ingin minum amer atau wine?"
Mereka berdua sampai di dalam ruang tamu utama, Jero duduk santai di sofa ketika ditawarkan minuman. Jam di dinding berdentang sebanyak sembilan kali. Gaya rumah mewah Carlo sangatlah unik, dari luar terlihat tua dan klasik tetapi bagian dalamnya sangat mewah dengan koleksi milyaran rupiah hanya untuk perabot tua.
"Wine"
"Baik tuan Jero, tunggu sebentar"
Kepala pelayan bukan orang bodoh. Kedatangan Jero dengan bertanya mengenai Ayun, dipastikan akan terjadi kehebohan di rumah ini.
tok... tok... suara pintu diketuk membuat Carlo terjaga seketika. Gerakan tiba-tiba menyebabkan suara protes dari Ayun yang merasa terganggu hingga keluar dari pelukan. Carlo merasa marah tetapi di tahan, ia ingin tahu siapa yang menganggu.
Klik!
Kepala pelayan menunduk sekilas memberi hormat. Carlo memicingkan mata tak suka padanya atas gangguan.
"Ada tuan Jero di ruang tamu"
"Untuk apa dia datang malam-malam"
"Sepertinya calon nyonya besar yang memanggil"
"Ah, cepat sekali"
"Benar tuan"
"Dimana Desti?"
"Nona pulang ke rumah karena ada urusan"
"Waktu yang sangat tepat ternyata. Caoli sangat mengagumkan. Kamu beritahu, sebentar lagi aku keluar padanya"
"Baik tuan"
Kepala pelayan segera berbalik pergi dari depan kamar utama menuju ruang tamu. Carlo masuk lagi ke dalam kamar, matanya menemukan Ayun membuka mata secara pelan seperti enggan.
Carlo menimpa badan Ayun, "Mengapa bangun?" serunya sembari menghirup bau badan Ayun yang disukainya. Kepala berada di leher Ayun, bibirnya mencari celah favoritnya untuk memberi jejak tertinggal dan termanis disana.
"Carlo..."
Satu titik sensitif menyentuh Ayun seketika melengkungkan badan ke arah atas memberikan akses yang lebih lebar pada Carlo. Tak mau membuang waktu, bagian tubuh Carlo menyusup masuk tanpa permisi memberi perasaan tajam akibat penuh yang menyiksa bagi Ayun.
"Carlo..."
Semakin keras bergerak, Ayun semakin meneriakkan namanya dengan suara yang mampu membuat Carlo melupakan apa yang diketahuinya tadi. Ayun terus mengikuti gerakan Carlo yang memikat hingga pada tangga puncak kenikmatan, mereka berdua merasa semuanya hanyalah sebuah pelepasan nafsu tanpa dasar.
Carlo ingin Ayun mengingatnya apabila malam ini melepaskan Ayun untuk sementara waktu. Ia ingin memberi Ayun waktu untuk mengerti bahwa tanpa Carlo, Ayun tidak dapat hidup dengan baik.
Kesempatan terakhir diberikan secara cuma-cuma pada Ayun, Carlo ingin bertaruh sekali lagi pada hatinya. Benih yang ditanamkan berkali-kali hingga rasanya menenangkan.
"Bangunlah, Jero ada disini"
Carlo melepaskan dirinya dari belitan tubuh Ayun yang menggoda. Kalau tidak ingat tujuannya, ingin rasanya masuk kembali ke dalam diri Ayun. Bola mata Ayun terkejut lalu meredup.
"Pergilah kalau ingin pergi tapi ingat begitu kamu kembali kemari maka tidak ada jalan untuk keluar"
Suara peringatan dari Carlo merusak rencana Ayun. Wajah Carlo datar bahkan nyaris dingin bak kutub Utara yang dingin. Dia berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri dibawah tatapan tidak mengerti dari Ayun.
Dua puluh menit kemudian, Carlo sudah siap keluar kamar utama tanpa melihat lagi ke arah Ayun. Kegelisahan mulai datang menghampiri melalui sikap aneh Carlo tetapi apakah Ayun tetap tinggal, itu hanya mimpi. Ayun bergerak turun dengan perasaan senang, ia tidak menduga ternyata Jero benar-benar datang untuk mengeluarkan dirinya dari rumah Carlo. Buru-buru mandi dan berdandan cantik sekaligus tertindas merupakan hal utama yang akan dilakukan Ayun saat ini.