Chereads / Cinta Istri Kedua / Chapter 41 - Serangan Ayun

Chapter 41 - Serangan Ayun

Handphone telah mati, Riu masih berdiri di tempatnya. Jendela ruang tamu mengarah langsung pada halaman depan. Rasa kecewa mendengar berita dari Carlo melindas akal sehatnya seketika namun, pada pembicaraan tersebut, ia bersikap cuek. Malu dan kecewa jelas memenuhi hati Riu.

Bodoh! pikirnya, berharap Jero sudah berubah dengan pengakuan cintanya. Mana ada cinta di hati Jero jika masih ada Ayun yang selalu menjadi pusat perhatian utama.

Suara mobil berhenti di depan, persis masuk dalam pandangan matanya. Hatinya gelisah melihat keduanya turun dari arah belakang. Terlihat Jero mengandeng hati-hati Ayun yang terlihat kacau bahkan sesekali menempel erat bagai kulit kedua.

Riu masih memandang dua orang di depannya melalui jendela ruang tamu terus berjalan memasuki anak tangga menuju pintu utama dengan pandangan tak percaya. Sayup-sayup terdengar suara lemah Ayun dan Jero merusak gendang telinganya.

"Hati-hati"

"Jero, aku sangat capek dengan sikap Carlo, beruntung kamu langsung datang, terima kasih"

"Ayun..."

"Jero, kamu nyakin aku bisa tinggal disini? dimana dia?"

"Ini sudah malam, Riu pasti tidur"

"Tidak menunggu? istri macam apa itu. Jero, kamu sungguh kasihan"

"Ayun, aku yang menyuruhnya tidur"

"Benarkah? itu tidak benar. Istri yang benar harus tunggu suami pulang"

"Ayun..."

"Wanita itu tidak pantas bersamamu"

"Ayun, namanya Riu bukan wanita itu"

Nada suara Jero yang sabar bahkan terkesan menegur tidak lantas membuat Ayun berhenti berbicara. Jero tahu Ayun cemburu tapi ia tidak ingin Ayun salah paham, melihat badan Ayun yang kurus bahkan tak ada cahaya di matanya bikin hatinya tidak nyaman, ini yang membuatnya bersabar menghadapi Ayun.

Pintu utama dibuka perlahan-lahan oleh Jero. Ayun oleng ke arah Jero, cepat Jero menangkap Ayun agar tidak jatuh ke lantai.

"Hati-hati"

Ayun sengaja jatuh lemah. Ia hanya ingin lebih lama merasakan perasaan hangat yang bersumber dari perhatian Jero. Dulu tidak pernah merasakan kini, ia sangat berharap banyak.

"Jero, apa aku tidak akan diusir jika tinggal disini jika wanita itu tahu?"

Jero belum sempat menjawab pertanyaan Ayun ketika matanya menangkap sosok Riu di hadapannya, Ayun tidak menyadari karena sibuk menempel pada badannya seperti ulat.

Pandangan mata tajam Riu memberikan semacam perasaan takut pada Jero, "Mengapa kamu belum tidur?" tanyanya pelan pada Riu berusaha keras membuat Ayun berdiri sendiri tapi gagal.

"Mengapa dia disini?"

"Hai adik, aku menginap disini dulu sampai acara selesai, aku harap kamu tidak keberatan. Kalau keberatan, aku juga tidak peduli"

Suara Ayun menutup mulut Jero seketika. Jero cepat melepaskan Ayun dari badannya lalu menghampiri Riu tetapi Riu cepat bergeser ke arah sofa sehingga ada jarak batas di antara mereka berdua dengan jelas.

Melihat itu, Ayun merasakan kemarahan yang meluap tapi ditahannya, ia bergerak ke arah Jero dan berdiri di dekatnya. Ini memberi tekanan pasti kepada Riu.

"Ayun ada masalah dengan Carlo. Dia meminta bantuan"

"Masalah apa"

"Carlo menyekap Ayun. Ini tidak benar, kamu pasti mengerti. Aku rasa sebaiknya Ayun menginap sehari atau tunggu sampai hari H"

"Menyekap? bukankah rumah itu rumah yang akan di tempati setelah upacara pernikahan selesai? mengapa bilang menyekap jika bersama calon suami? mengapa tidak dari awal jadi tidak beri kesulitan pada orang lain?"

Banyaknya pertanyaan yang sengaja di katakan bukan untuk Jero melainkan Ayun. Mata marah dan tidak terima selintas muncul pada Ayun. Jero merasakan dingin mendadak yang bersumber dari pertanyaan Riu.

"Adik, kamu tahu betul tabiat Carlo seperti apa. Kamu ingin apa? aku ini korban, aku tidak mau menikah dengannya jika perlakuan dia seperti ini. Aku takut masa depan ku rusak"

Jero mendengar itu segera menolehkan kepalanya ke arah Ayun, terlihat Ayun sangat sedih. Riu terpaku melihat cara pandang Jero yang menatap kasihan pada Ayun.

"Aku-- "

Jero kembali menoleh ke arah Riu, "Ini sudah malam, masalah ini dibicarakan lagi besok pagi" katanya memutuskan, ia hendak bergerak ke arah Riu tetapi tangannya di raih Ayun cepat.

"Jero, dimana aku tidur?"

"Aku panggilkan kepala pelayan"

"Aku takut Jero, bagaimana jika Carlo mendadak muncul disini lalu membawaku pergi"

"Tidak akan bisa"

Kepala pelayan yang sejak tadi berdiri tersembunyi bergegas keluar mendekati.

"Antar Ayun ke kamar tamu"

"Baik tuan"

Tangan Ayun kuat menahan Jero, "Jero, aku-- benar-benar merasa takut, jangan tinggalkan aku, tolong?" pintanya dengan suara gemetaran. Sesaat Riu ingin mengucapkan sesuatu tapi menelan lagi kata-kata yang ingin diucapkan ke dalam tenggorokannya mendengar suara Jero, "Baiklah...baiklah, ayo aku antar kamu" katanya mengalah dengan suara pelan disertai tepukan halus pada tangan Ayun yang menahannya.

Hati Riu seperti ada yang menusuk kuat hingga tergores. Mereka bertiga pergi tinggalkan Riu seorang diri tanpa melihat ke arahnya namun, ia masih sempat melihat lirikan mata Ayun yang remeh dan sombong padanya.

Ruang tamu sepi dan dingin mirip hati Riu sekarang. Tak satupun Jero melihat ke arahnya, tangannya mengepal berusaha kuat menahan pikiran yang terlintas buruk.

Perlahan-lahan Riu duduk di sofa. Ia menunggu Jero datang memberikan penjelasan. Suara dentingan jam terdengar nyaring ditelinga menambahkan rasa sakit yang teramat nyata.

Kepala pelayan berjalan cepat ke arah Riu dengan wajah panik dan bingung, Riu melihatnya dengan hati yang semakin jatuh. Tidak ada tanda-tanda Jero di belakangnya. Riu paham ini.

"Nyonya muda, kata tuan nyonya istirahat lebih dulu. Tuan muda masih menjaga nona Ayun yang ketakutan"

"Benarkah?"

"Tuan dan nona Ayun makan malam, tuan juga berkata nyonya muda untuk tidak banyak berfikir"

"Makan malam? di kamar?"

"Benar nyonya"

"Pergilah"

"Tapi nyonya, saya harus memastikan Anda masuk ke dalam kamar utama, itu yang dikatakan tuan muda"

"Benarkah?"

"Itu benar nyonya"

Nada suara panik dan gugup menghias setiap kata yang dilontarkan kepala pelayan. Ini membuat Riu bertambah tahu artinya, kepala pelayan memihak Ayun.

"Aku mengerti"

Riu beranjak dari duduknya lalu berjalan menuju arah kamar utama. Jarak kamar utama dan kamar tamu hanya dibatasi tangga besar. Terdengar suara cekikikan dan dalam dari keduanya, sangat jelas.

Rumah mewah dan tua ini tidak ada orang yang masih terbangun, hanya mereka berempat jadi suara model apapun pasti dapat didengar jelas.

Kepala pelayan melihat cara jalan Riu yang tenang, iapun mulai bertanya-tanya apakah telah salah memihak. Wajah cantik Riu sangat sedih bahkan seluruh badannya memberikan petunjuk bahwa apa yang terjadi malam ini bakal ada masalah besar untuk di kemudian hari.

Riu masih mendengar suara Jero yang membujuk Ayun untuk makan lebih banyak agar segera tidur. Selama mengenalnya, Riu merasa sudah mengenali siapa Jero tetapi ia salah. Pintu kamar utama di hadapannya seperti mengejek dan mentertawakan, tangan Riu membuka gagang pintu dengan pelan lalu masuk ke dalam dibawah pandangan mata kepala pelayan.

Pintu tertutup tidak ada yang tahu. Kedalaman hati tidak ada yang mengerti. Orang bicara bijak di masa lalu, apabila satu atap membawa orang masuk hendaklah dilihat statusnya supaya tidak ada penyesalan di masa depan. Akhirnya, Riu mengerti arti tersebut. Namun, ia juga tahu hatinya telah berdarah.