Suasana pesta yang meriah membuat Riu tidak nyaman. Di perhatikan Jero sibuk dalam pembicaraan dengan koleganya maka perlahan-lahan ia keluar dari lingkaran lalu mulai mencari jalan keluar dari ruangan pesta. Udara malam menyapanya ketika berbelok ke arah kanan. Taman terpampang indah dengan nuansa lembut.
Riu berjalan menyusuri taman di belakang gedung. Langkahnya santai, tangan mengengam erat tas mungil di tangan, mata menjelajahi tanaman, bunga hingga kolam buatan dari satu persatu keindahan tertata rapi yang menawan. Sesekali mendesah tidak tenang, hatinya seperti tergelitik sesuatu yang aneh. Kegelisahan muncul sejak kaki turun dari mobil Jero, Riu merasa akan ada badai.
"Riu" sapa Robi pelan, walau terdengar pelan tetapi jelas di dengar Riu. Robi ingin melihat reaksi dari Riu, kerinduan berlipat-lipat seperti anak panah yang melesat cepat, merusak apa yang dilalui tanpa Riu di sisinya.
Untuk pertama kali dalam hidupnya, Riu ingin mengumpat panjang seperti lingkar jalan tol Jakarta. Iapun berbalik melihat ke arah Robi. Tidak banyak perubahan pada Robi selain penampilan lebih baik bak orang kaya. Robi melihat kecantikan Riu yang luar biasa hingga ia ingin mengumpat tanpa henti kebodohannya melepaskan Riu di masa lalu.
"Apa kabar?" tanya Robi senang, kebahagiaan terpancar kuat dari matanya dan ini bikin Riu tak nyaman bersamaan.
Mata saling melihat untuk mengetahui sebatas apa perasaan mereka berdua setelah bertahun-tahun tidak bertemu.
"Aku baik" katanya singkat. Ini lebih baik daripada harus berkata panjang, Riu takut salah bicara. Terlalu banyak mata dan telinga di taman ini walaupun ia tidak tahu siapa saja yang ada di sekitarnya.
Robi tegang mendengar suara Riu yang lembut. Suara yang selalu menghantuinya dalam tidurnya dengan perasaan bersalah.
"Kamu terlihat cantik" puji Robi tulus.
Sudut bibir Riu berkedut menangapi basa basi Robi padahal Robi berkata sejujurnya.
"Terimakasih" ucapnya basa basi. Semilir angin malam menerpa mereka berdua memberikan suasana nyaman, tidak ada bulan maupun bintang di atas kepala. Tersisa hanya kegelapan dan terang dari lampu taman.
Sejenak mereka berdua saling terdiam lalu tersenyum seperti dulu saat bersama. Robi memasukan tangannya ke dalam saku celananya dengan hati berantakan berusaha menghampirinya perlahan. Riu mulai berjalan lagi menyusuri taman.
"Riu..." panggil Robi ingin memulai percakapan dengannya tapi tersangkut di tenggorokan.
Robi berjalan di sampingnya dengan hati-hati. Ia ingat dulu, Riu akan mengomel kalau berjalan terlalu cepat. Riu tidak menjawab karena bingung menata hatinya.
"Maaf", Kata itu keluar tak tertahankan dari mulut Robi. Kaki Riu terhenti mendengar kata itu. Robi ikut menghentikan langkahnya lalu melihatnya.
"Untuk?"tanya Riu tak mengerti. Robi tahu Riu sengaja tapi ini bukan salah Riu, ini salahnya. Sebuah pertanyaan sederhana tapi berat untuk mereka berdua.
"Maaf karena telah meninggalkan kamu di saat sulit" kata Robi pelan, ribuan kata penyesalan ingin dikatakan tapi ia ragu Riu ingin mendengarkan. Seandainya Riu masih sama seperti dulu dalam ingatannya maka Robi tidak bisa menjelaskan apapun padanya.
Riu menghembuskan nafasnya lalu mengelengkan kepala sebelum tersenyum padanya.
"Robi, lupakanlah. Itu masa lalu"
Kata-kata penghiburan terasa menusuk hati ditambahkan melihat senyuman Riu bikin hati Robi bertambah sakit tapi tak berdarah. Ia merasa menjadi orang paling brengsek di dunia.
"Maaf karena telah menjadi orang brengsek" ujarnya berusaha keras untuk tidak menarik Riu ke dalam pelukannya.
Riu tertegun mendengar kalimat itu. Ia hanya tak mau mengingat masa lalu tetapi mengapa terasa sulit sekali.
"Maaf karena membuat segalanya sulit untukmu" ujarnya lagi, Robi ingin tahu jika ia sangat menyesal.
Riu tak tahu harus berkata apa. Robi tahu ini kesempatan langka yang bisa diambil. Ia sudah meneliti taman ini tidak mungkin orang kemari jadi ia bisa merayu Riu lalu jatuh dalam pelukannya atau membuatnya mengerti tentang penyesalan dalam hatinya. Riu memandang pria di hadapannya dengan tatapan penuh kerinduan tersembunyi, Robi terdiam merasa bersalah tapi demi mendapatkan apa yang diinginkannya maka ia akan lakukan. Egois, Robi tahu itu tapi ia lelah dengan hidupnya sendiri. Perselingkuhan dan kebohongan beberapa tahun ini membuatnya sadar, ia telah membuang waktu sia-sia.
Satu pelukan tak akan pernah cukup apalagi dua perkataan sakti seakan membeku di antara puing reruntuhan masa lalu. Robi tak tahan lagi, iapun menghapus jarak di antara mereka dengan satu pelukan.
"Robi!" , Riu terkejut dengan tindakan Robi. Ia berusaha melepaskan diri darinya, "Biarkan sebentar saja, aku..." nada suara Robi yang emosional menghentikan gerakan Riu dalam pelukannya.
Jero membeku di tempatnya, ia mencari Riu di taman berharap Riu tidak akan membuat kesalahpahaman padanya tapi ini diluar kemampuan nalarnya terhadap dua orang yang berpelukan di hadapannya.
Robi melepaskan pelukannya, "Maaf...maaf Riu, aku--", kata-kata tidak dapat digambarkan untuk situasi ini. Riu mundur beberapa langkah ke belakang, "Jangan lakukan ini, aku sudah menikah. Aku tidak mau suamiku salah paham" keluhnya dengan cepat disertai nada tidak senang. Mulut bicara demikian tapi hatinya berdebar kencang.
Jero mendengar semua kata-kata itu, ia bernafas lega. Posisi berdiri tidak jauh tapi terlindungi oleh pohon karena gelap, jelas ia tak di ketahui oleh keduanya.
"Pernikahan kamu bahagia?" tanya Robi ingin tahu, ia sadar diri tidak pantas menanyakan hal ini tetapi ada sesuatu dalam dirinya yang menolak kenyataan jika Riu bahagia tanpanya. Jero ingin tahu apa jawaban Riu, jika salah, entah apa reaksi yang ditimbulkannya tapi jika benar, haruskah ia senang.
Riu menatap Robi di depannya, jika berkata tidak maka akan ada salah paham lebar di antara mereka berdua nantinya.
"Tentu saja. Dia sangat baik padaku, dia sangat mencintai aku dan aku juga" jawabnya lembut dan ringan tanpa beban saat menjawab.
Wajah Jero berubah-ubah mendengar pernyataan ini. Selama ini, Riu tidak pernah bicara apapun tentang hal ini lalu atas dasar apa dia bicara begini, apa karena ada Robi bisa berbohong dengan enteng pikirnya tidak senang.
"Kamu tidak bohong? Riu, aku mengenalmu lama" katanya dengan ragu, apa telah terlambat untuk mengejar Riu pikir Robi mulai kalut, tidak bisa!.
Riu memiringkan kepalanya lalu melihat sejelas-jelasnya wajah Robi, "Untuk apa aku bohong. Dia selalu ada disaat aku sulit, menemani di saat aku senang. Hati siapapun juga pasti tergerak. Aku bukan wanita di luar sana yang tidak tahu arti cinta" ucapnya tanpa keraguan sedikitpun pada nada suaranya.
Tahukah kamu, cinta itu harus dilakukan mengunakan bahasa cinta sederhana. Pahami! setiap orang memiliki bahasa cinta yang berbeda-beda. Bahasa cinta sederhana ada 5 macam jenis yaitu kata-kata, sentuhan, tindakan, hadiah dan penghiburan. Sayangnya setiap pasangan lupa dimana cinta sederhana itu sesungguhnya.
Riu tersenyum lembut ke arah Robi, senyuman yang mampu membuat semua pria bertekuk lutut di kakinya tanpa bisa dicegah hingga mengorbankan harga diri sendiri.
"Dia memiliki segalanya dalam hidupku tanpa aku sadari. Jero memberikan solusi di setiap kesulitan yang aku ambil, ia beri tindakan nyata dengan berada di sisiku, sentuhan sederhana... seperti memelukku ketika aku lemah, tepukan halus sebagai ungkapan penghiburan" kata Riu menjelaskan arti Jero padanya.
Robi tak mampu berfikir lagi, ternyata sebegitu pentingnya arti Jero pada Riu. Badan Jero berubah rileks, senyumnya mengembang di wajah tampannya. Selama ini ia tak merasa jika Riu memperhatikan segalanya.
"Hadiah... dia sering buat kejutan. Terkadang Jero kasar memang dalam memberikan tapi entah bagaimana itu terasa imut di mataku" kata Riu lagi sambil menerawang ke langit.
Robi menarik nafas dalam-dalam, "Aku pikir pria itu tidak bisa menggantikan". Riu mengelengkan kepalanya kemudian menghentikan langkahnya, "Semua pernikahan di awal pasti sulit tapi setelah memahaminya, tanpa Jero... kamu tidak akan melihat Riu yang sekarang" ucapnya pelan.
"Maaf, aku mau ke dalam. Aku takut Jero mencari ku" katanya tanpa ragu segera pergi tinggalkan Robi.
Kalau ditanya apakah Riu takut, jelas takut. Kenyataan yang baru saja di sadari bikin kepalanya penuh dan hatinya panik. Robi melihat kepergian Riu dengan mata sedih dan kehilangan kesempatan tapi berbeda dengan Jero, rasanya dunia sangatlah indah.