Chereads / Cinta Istri Kedua / Chapter 28 - Kesempatan untuk lari (1)

Chapter 28 - Kesempatan untuk lari (1)

Matahari bergerak naik menuju permukaan. Wajah-wajah menyambut pagi terlihat bersemangat.

Riu membuka matanya malas, badan seperti ditindih baru besar. Tangannya bergerak melepaskan tangan Jero yang ada di bagian perutnya tapi, " Mana bisa dilewatkan kesempatan langka bersama istriku, huh" kata Jero bergerak bagai ular perlahan melilit tubuh Riu hingga tak ada jalan untuk melepaskan diri. Betapa kesalnya Riu tahu itu, "Jero, lepas... aku harus kerja".

Jero masih ingin memeluk Riu padahal jam hampir jam 7.00 , perasaan Jero sangat senang bahkan meluap karena pengaruh pernyataan semalam Riu di taman.

"Aku rasa kita perlu anak"

Pernyataan Jero bikin kaget Riu, selama ini hanya berusaha menjadi istrinya tanpa ada pemikiran ingin memiliki anak, mengapa tiba-tiba?

"Anak? mengapa buru-buru?" tanya Riu berhati-hati untuk tidak terlalu memperlihatkan jika dirinya tidak siap memiliki anak bersama Jero.

Suara ponsel mengusik percakapan mereka berdua, Jero melepaskan Riu cepat-cepat. Walau tak mengerti dengan tindakan Jero yang aneh pagi ini, Riu bergerak cepat masuk ke dalam kamar mandi.

Jero hanya melirik sekilas pintu kamar mandi di tutup. "Katakan!" serunya kesal terganggu acara paginya menggoda Riu. Suara di dalam ponsel berbicara cepat tanpa ada jeda, Jero tidak menjawab lalu menutupnya begitu saja bertepatan Riu keluar dari kamar mandi, bau sabun tercium langsung menyegarkan. "Kamu tidak mandi" tegur Riu pelan membuka lemari baju. Bukannya menjawab malah memeluk dari belakang dan menggigitnya di leher, "Jero..!" teriaknya kesal.

Sepanjang malam telah diperlakukan dengan buas dan sekarang masih minta tambahan, betapa kuat fisik suaminya Jero.

"Jero ... tidak.. tidak"

Jero mengangkat alisnya, bibirnya tersenyum mengejek tapi badannya menguras semua fisik Riu sampai tak dapat mengelak. Matanya terpejam berat, Jero melangkah turun dari atas tempat tidur setelah memastikan badan Riu terlindungi selimut tebal.

Tak terlalu buru-buru melakukan kegiatannya, Jero seperti menghitung tiap langkahnya hingga detil terakhir.

tok...tok...

Jero berjalan keluar dari kamar dengan angkuh. Di depannya, asisten rumah tangga berdiri sambil memegang dokumen.

"Tuan Jero, saya rasa anda harus melihat ini sebelum berangkat" , dokumen di serahkan ke tangan Jero. Tidak ada minat untuk membacanya malah berjalan lurus ke arah lantai bawah.

"Siapkan mobil. Aku tidak pulang malam ini, awasi nyonya muda dengan baik" perintahnya terus berjalan ke arah luar rumah sementara asisten rumah tangga segera memberikan perintah pada supir melalui pesan terkirim.

Jero sampai bawah anak tangga depan rumahnya, sopir sudah membukakan pintu mobil. "Jaga baik-baik nyonya, jangan biarkan untuk hari ini keluar rumah" serunya pada asisten rumah tangga untuk kedua kalinya. "Baik, tuan" ujarnya sedikit membungkuk ketika pintu mobil tertutup rapat. Supir berputar ke arah kursi pengemudi, secepat mungkin menjalankan mobil membelah kepadatan lalu lintas menjelang makan siang.

Dokumen di tangan dibuka, Jero mengeryitkan keningnya. Ada kalanya, hal-hal yang terbaik diberikan terlalu mudah bisa hilang dalam sekejap.

"Panggil Jose dan Leti ke tempat biasa!" perintahnya pada sopir di depan, "Baik tuan" katanya waspada. Mata-mata yang ditempatkan pada sisi musuh kemudian di tarik oleh tuan Jero, itu bertanda tak baik.

***

Caoli membanting gelas di tangan, "Bangsat! beraninya Robi berkhianat padaku" bentaknya keras. Elisabeth meringkuk di pojok ruangan, badannya penuh luka akibat dipukuli sehabis pesta. Ia lupa jika inilah alasan sebenarnya ia memilih menikah dengan Robi dan menipu jika anak itu miliknya Robi.

Elisabeth tak dapat mengeluarkan suara karena suaranya habis untuk menangis minta ampun. Luka di tubuhnya tidak dapat digerakkan sama sekali.

Darah mengalir di bagian-bagian penting tubuhnya, jika tak dirawat ia khawatir nyawanya dapat melayang. Namun, melihat cara Caoli memandang sebelah mata terhadapnya, Elisabeth hanya bisa berharap ada orang yang menolongnya.

"Kamu bodoh! Jero pasti sudah menempatkan banyak anak buah untuk mengetahui perkembangan rencana kita. Kamu pikir Elisabeth termasuk?" tanya Carlo menghisap rokok dengan botol di sisi tangan lainnya. Satu hisapan satu tegukan besar, otaknya melayang jatuh karena rokok isi ganja.

Caoli mendengar itu, melihat arah Elisabeth. Bentuknya menyedihkan dan menjijikkan, kalau pikir lagi jauh dari kemampuan Riu yang mendominasi.

"Aku tidak tahu!"

Kata-kata Caoli memberikan arti bahwa saat ini mereka telah kalah telak. Siapa yang jadi pengkhianat di sisi mereka.

"Dimana Ayun?" tanya Caoli tiba-tiba mengusik yang seharusnya tidak terusik. Carlo membanting botol minuman ke lantai, wajahnya tak senang dengan pertanyaan tersebut.

prang...

"Kamu mencurigainya?" tanya Carlo dengan nada rendah mengancam. Caoli bangkit berdiri, "Aku tidak bermaksud begitu tapi hanya dia yang dekat dengan Jero!" bentaknya sambil jari terangkat ke arah luar ruangan.

Mereka berada di rumah Carlo di bilangan Jakarta Selatan. Rumah mewah seharga 15trilyun menjadi tempat persembunyian pergerakan mereka selama ini menjatuhkan Jero ke tanah.

Ayun tinggal bersama Carlo sejak malam pertunangan mereka di daerah Casablanca. Apartemen milik Carlo dengan penjagaan ketat. Carlo terlalu takut membiarkan Ayun berkeliaran di luaran sana jika bertemu Jero, takut berubah pikiran walaupun Jero sudah memberikan ucapan selamat yang tulus padanya. Namun, sengaja diletakan di apartemen agar Ayun tidak menyadari situasi sebenarnya.

Kecemburuan tingkat tinggi bisa membuat semua akal sehat hilang ditimpa batu besar bernama kemarahan yang meluap-luap bagai ombak tsunami.

"Kamu--!"

Senyum sinis muncul di wajah Carlo, "Jangan lupakan juga Robi, pria menyedihkan itu" ucapnya pelan.

Mata Caoli bersinar marah mendengar nama itu disebut. "Robi...?" tanyanya sedikit memiringkan kepalanya ke arah Elisabeth. "Kamu pikir Robi tidak berkhianat. Bukankah aneh ketika kita tahu dia seperti orang tolol di pesta padahal rencana sudah siap" jawabnya menjelaskan keanehan pada Robi.

"Ah, kamu benar Carlo! Robi bersikap aneh setelah bertemu Riu bahkan sedikit tak terbayangkan dia bisa berbalik arah kepada kita" katanya dengan mata tajam melihat Elisabeth, tidak ada simpati ataupun empati di dalamnya.

Elisabeth bergidik ngeri melihat sorot mata itu . Carlo tahu hanya satu kali gesekan pada Caoli maka semuanya akan terbakar habis padanya.

"Singkirkan dia kembali ke Robi, buat kesempatan bersama Robi untuk tahu apakah benar dia tidak berkhianat"

Kepala Caoli semakin miring, tidak ada kesenangan disana kecuali kemarahan yang tersembunyi.

"Kamu ingat pepatah yang mengatakan satu dua kali perahu di lompat maka satu tujuan tercapai" kata Carlo lagi, kata-katanya tajam menusuk hati Caoli yang ragu dan marah akibat kehilangan kesempatan bersama Riu.

Jose berdiri tak jauh dari mereka berdua, asap rokok membakar tenggorokannya hingga sakit. Ada perasaan kasihan pada Elisabeth, wanita bodoh yang jatuh cinta pada Caoli, psikopat. Bertahan disampingnya sangat menguras tenaga karena cara pandang Caoli mirip orang gila. Entah berapa orang mati hanya demi kemarahannya yang bersumber pada Jero.