Carlo menghisap cerutu Kanada dengan wajah marah yang tertahan. Betapa tak bermoral teman kuliah seperjuangan tindakan kriminal sejak dulu.
Tubuh penuh luka wanita penghibur di pacu hingga di atas batas normal demi memuaskan kebutuhan primitif Caoli. Cara bercinta di hadapannya ini bikin gerah Carlo ketika teringat Ayun memberitahu jika tamu bulanannya datang tak bisa melayani nafsunya.
"Kamu coba sedikit, tidak buruk rasanya"
Kerutan Carlo lebih dalam mendengar pernyataan Caoli yang sinting, "Tak berminat". Tawa Caoli terdengar di sela-sela kegiatannya yang naik ke atas puncak.
Jose memalingkan wajahnya ke arah jendela, ini bukan pertama kali melihat Caoli jika marah akan melakukan hal gila. "Jose..kamu harus merasakan juga" ujarnya di tambah tawa yang senang sementara wanita penghibur kewalahan menahan rasa sakit yang bercampur nikmat. Suara-suara yang dikeluarkan juga tidak jelas membuat siapapun bingung mendengarkan. Jose baru saja datang setelah mengantarkan Elisabeth ke stasiun, sampai disini matanya sakit melihat Caoli seperti orang gila bercinta dengan wanita penghibur.
Wanita penghibur yang dipanggil mendadak dengan bayaran fantastis tak mengira jika akan melayani orang gila seks. Namun, herannya semakin Caoli memukuli dirinya maka nikmat itu semakin tajam dirasakan, seperti ada perasaan senang yang mengalir tak bisa di ungkapkan kata-kata. Caoli berdecak tidak senang ketika melihat wajah yang menikmati.
"Lihat wajahnya, dia menikmati. Jadi, jangan kalian merasa bersalah padanya" tegur Caoli dengan malas melepaskan dirinya darinya lalu melemparkan seperti karung beras ke arah lantai.
Cairan putih berserakan dilantai dan tubuh wanita itu. Bau tajam mewarnai tempat ini. "Aku tahu aku kejam tapi lihat dia" tunjuknya melihatnya masih mengeluarkan cairan merah dan putih sedikit bening dari dalam tubuhnya. Cairan merah itu darah tapi cairan putih sedikit bening itu semua orang tahu apa itu, hanya orang buta dan tolol tidak tahu apa itu.
Tawa Carlo berderai melihat itu, sia-sia merasakan kasihan pada jalang yang tak pantas diberikan simpati. "Tak layak hidup, hanya bikin kotor dunia saja, bunuh dia!" perintahnya kepada anak buahnya yang berdiri. Wanita penghibur yang masih dalam keadaan telanjang dan kesusahan, diseret keluar bahkan tak menyadari bahaya yang datang. Tak lama kemudian terdengar suara tembakan.
Dorr
Kesenangan itu dilihat Caoli dengan senyuman bahagia dengan posisi tangan di pinggang.
"Lihat, mati pun ia tak sempat bicara yang baik. Benar-benar sampah!" tuturnya tanpa merasa berdosa. Wanita penghibur di lempar ke tumpukan daun kemudian dibakar. Tak ada kata-kata sebagai penutup hanya Caoli yang tak tertawa puas sambil membenarkan letak celananya lalu membasuh tangan di wastafel yang ada di dekatnya. Matanya tajam melihat Jose melalui cermin wastafel. Perasaannya marah tak bisa dikatakan, bertahun-tahun berada di sisinya, tiba-tiba berbalik mengkhianati hanya karena cinta lama.
"Katakan padaku Jose, kamu habis darimana?" tanyanya berbalik menghadap Jose. Carlo mengelengkan kepalanya seperti ada ombak di kepalanya yang bertabrakan, "Jangan menyebalkan Caoli" tegurannya bikin Caoli melengos.
Carlo memicingkan mata melihat temannya ini, tanpa ada tujuan malah memprovokasi. Caoli bersikap tak peduli, ia berjalan mendekati sofa panjang dekat Jose.
"Stasiun mengantar Elisabeth pergi" jawab jujur Jose. Betapa terkejutnya Carlo dan Caoli mendengar itu, mereka tak menduga Jose akan mengungkapkan kebenaran.
"Mengapa kamu lepas wanita itu?" tanya Carlo heran. Asap yang bertebaran di sekeliling mereka semua perlahan-lahan menipis. Namun, hati Jose berdebar kencang bahkan debaran semakin hebat. Salah bicara kematian datang menjemput, bagaimana nasib Leti, istrinya.
"Aku berhutang banyak dengannya. Anggap saja bantuan kali ini, impas untuk membalasnya" jawab Jose getir , tangan mengambil sebatang rokok dari bungkus rokok yang di ambil dari saku celananya. Satu kali tarikan nafas, asap keluar dari rokok setelah dinyalakan.
"Hutang?" tanya Caoli tak mengerti. Kalau begini, siapa sebenarnya berkhianat pikir gusarnya. Jose sudah memperkirakan masalah mengantarkan Elisabeth bakal ketahuan namun, ia tak menduga sama sekali, kecepatan ketahuan lebih besar daripada tidak.
"Dia membuatku memiliki tujuan hidup untuk menjadi seperti ini" jawabnya pelan, disambut tawa dari Caoli. Tak menyangka ada hutang disitu, hidup seperti apa yang diinginkan malah jadi orang tak guna.
Carlo mendengus dingin, betapa bodohnya Caoli masih mau mendengarkan alasan aneh dari Jose.
"Pulang Jose! Carlo sebaiknya kita lanjutkan besok saja" ujarnya santai berjalan menjauh dari tempat Carlo. "Baik tuan" , Jose mengikuti langkah kaki Caoli menuju mobil yang terparkir di depan.
"Kamu tahu Jose, aku tidak mempercayai perkataan darimu tetapi aku tahu bagaimana rasanya kehilangan cinta dari wanita yang harusnya di miliki. Untuk masalah ini, aku tidak akan mempermasalahkan tapi esok, aku harap kamu tahu dimana posisimu"
Kata-kata panjang dari Caoli seperti menyiram minyak ke atas kertas. Jika dibiarkan, api bisa menghanguskan sekejap mata.
Mata Carlo melihat kepergian Caoli dengan pandangan tak mengerti. Ada kalanya teman kriminalnya itu bersikap melankolis mirip gadis. Sungguh cengeng jika berurusan dengan wanita dan cinta.
Mata boleh melihat tapi hati seperti dalamnya tidak ada yang tahu. Caoli memandangi malam dengan mata tajam, pikirannya menolak keras tentang Jose berkhianat tetapi hatinya berkata itu benar adanya.
"Apa Elisabeth menyadari kesalahannya?" tanya Caoli tenang, Jose yang berada di samping sopir menghela nafas berat. Mengapa juga masih dibahas pikirnya kesal sambil menyalakan ponselnya.
"Dia tahu", hanya itu yang bisa dikatakan. Kalau dipikir dan diperhatikan secara cermat, Caoli mirip cewek. Beruntung Riu memilih Jero, kalau Caoli? tidak dapat dibayangkan nasibnya akan berakhir seperti apa.
Ada kalanya masa lalu dibiarkan berada di belakang, kalau ketahuan malah menjadi masalah besar di kemudian hari.
Leti keluar dari mobilnya, bersandar dengan mata merah sehabis menangis. Sepanjang hari mengkhawatirkan tetapi orang yang dikhawatirkan malah bertindak di luar batas.
"Apa kamu menyukai pertunjukan hari ini, Leti?" tanyanya berjalan menghampiri dengan angkuh, Carlo sudah menduga cepat atau lambat Leti akan mencari Jose.
"Kalian sudah gila. Kamu tahu itu. Aku tak bisa membayangkan jika Ayun tahu semua masalahnya berada di tangan satu orang" jawab Leti datar.
Carlo ikut bersandar di sampingnya, "Aku mencintai Ayun segenap hatiku tapi aku bukan orang tolol yang tidak bisa melihat siapa yang dicintai Ayun" katanya setenang batu.
Leti menghembuskan nafas sebelum berjalan memutari mobilnya menuju kursi sopir, "Aku tahu kamu sengaja memperingatkan aku. Carlo, kita teman masa-masa sulit. Jika terpaksa membunuh, lakukan dengan satu kali tembakan, ingat itu" katanya masuk ke dalam mobil. Hatinya terluka karena sikap Jose tetapi ia juga takut Carlo akan mengetahui dibalik pengkhianatan itu ada Jose dan Leti. Carlo bergeser agar Leti dapat menjalankan mobilnya menjauhi rumahnya.
"Leti Kumala Dewi, wanita keras kepala" gumamnya tanpa arah tujuan. Drama ini masih panjang, hasil akhirnya tidak ada yang tahu.