Chereads / Cinta Istri Kedua / Chapter 24 - Pesta Pertunangan (2)

Chapter 24 - Pesta Pertunangan (2)

Carlo berjalan di dampingi Ayun, masuk ke dalam ruangan dimana acara pesta mereka diadakan. Ayun meneliti lebih jauh ke dalam, berharap melihat Jero diantara keluarganya. Namun, tak juga ditemukan.

"Ayun, duduklah dulu". Salah satu keluarga besar Ayun menarik tangan untuk duduk. Senyum terpaksa di perlihatkan, mau tak mau duduk. "Coba lihat dirimu, sangat cantik. Pantas Carlo menjagamu dengan ketat" ujar salah satu kerabat jauh Ayun.

"Aku pergi dulu temui tamu, kamu disini saja" pamitnya pada semua orang di meja.

"Tenanglah nak Carlo, bibi pasti menjaganya" ucap salah satu kerabat jauh keluarga Ayun seraya menepuk lengan Ayun yang ada di atas meja.

"Baiklah kalau begitu, aku serahkan pada bibi" kata Carlo enggan. Ayun tidak mengatakan apa-apa ketika sekilas bibir Carlo mendarat mulus di keningnya di hadapan semuanya, sontak beberapa orang mengeluarkan suara-suara. Setelah memastikan Ayun baik-baik saja diantara keluarganya, Carlo meninggalkan tempat duduknya menuju meja Caoli yang tak jauh dari situ.

"Halo, calon pengantin" sindir Caoli begitu Carlo duduk di sampingnya. Tanpa malu, gelas berisi minuman soda di minumnya cepat hingga habis.

"Bukan calon setelah jam 21.00" kata Carlo tersenyum lebar disertai sikap jahilnya.

"Lihatlah, kamu ini tidak sabar" ucap Robi kesal, siapa juga tak tahu cara licik dipakai oleh Carlo.

"Halo Carlo" sapa Elisabeth lembut. Carlo berpura-pura terkejut bahkan gerakan tubuhnya condong mengejek.

"Wow Robi dan Elisabeth, tak sangka bisa hadir di acara sederhana ini" kata Carlo mengambil gelas lainnya yang diletakan pelayan.

"Jangan menyindir" seru Robi tak senang. Caoli setengah tak peduli dengan ucapan semua.

"Ayolah, kapan lagi sepupu jauhku muncul kalau tidak ada maunya" ujar Carlo santai menyandarkannya setengah punggung di kursi.

"Carlo, dia setuju" tegur Caoli pelan mengingatkan batasan yang tidak diperlukan selain kerjasama yang seimbang.

"Kabar yang menyenangkan kalau begitu" ucap Carlo tanpa merasa bersalah dengan sikap yang ditunjukkan.

Elisabeth tidak berbicara sama sekali setelahnya. Terlihat semua seperti keakraban tetapi sebenarnya mereka gabungan iblis yang sesungguhnya.

"Dimana Jero?" tanya Carlo menggoyangkan sedikit isi gelas. Kerutan timbul diantara mereka semua karena serempak mengawasi semua orang di sekitarnya.

"Belum datang" jawab Robi pelan, jarinya mengengam erat tangan Elisabeth seperti enggan melepaskan.

"Semua sudah tersusun rapi. Riu bagian Robi" jelas Caoli memanas melihat genggaman tangan tersebut.

"Ah.... tak sangka nyonya Robi membiarkan suami tercinta melakukan pada mantan" sindir Carlo sekali lagi, bukan masalah label mantan namun lebih kepada Robi yang mau terlibat.

"Kalian sudah sepakat?" tanya ragu dalam nada suara Carlo. Caoli mendekatkan diri di meja sehingga hanya mereka semua yang bisa mendengar.

"Tentu saja!" jawab Caoli melihat satu persatu dengan percaya diri. Carlo mengelengkan kepala sementara Robi menghembuskan nafas yang memberat.

"Hal buruk apa yang dilakukan Jero hingga kalian ingin membalas dendam padanya?" tanya Elisabeth heran. Seumur hidup mengenal baru kali ini disadari kebencian pada suara mereka semua.

"Kamu tidak perlu tahu. Kamu hanya perlu melakukan tugasmu" sindir Caoli terhadap Elisabeth memandangi wajahnya.

"Hei! Elisabeth istriku, ia tak perlu membantu dalam hal ini" tolak Robi kencang. Tangannya nyaris terangkat memukul meja namun tertahan oleh Elisabeth. Awalnya tak keberatan tapi melihat situasi yang bisa saja berbalik, mana tega Robi memintanya.

"Aku hanya memberikan dukungan yang terbaik demi keluarga, apa itu salah?". Perkataan Robi membuat semua tidak suka, Carlo dan Caoli mengangkat kedua tangan sebagai tanda apapun ucapan Robi tidak akan di jawab.

"Tentu saja tidak salah. Apa kamu tidak masalah dengan ini, Robi?" tanya Carlo tidak tahan juga. Caoli nyaris menendang kaki Carlo dibawah meja.

"Mengapa tidak? asalkan aku bebas dari jeratan Jero" jawab Robi mengetuk meja dengan nada sumbang.

"Hidup itu sulit" kata Caoli seperti biasa menjadi sebuah pararel yang menjengkelkan.

Robi mengelus pipi halus Elisabeth dengan lembut, "Elisabeth sayang, jangan lakukan jika terasa berat" bisiknya pelan tapi semua dapat mendengar perkataannya.

Elisabeth terjebak dalam dilema, satu suaminya sementara satu kekasih sekaligus ayah Orlando. Empat mata memandang dengan pandangan mata membunuh semua karakter di kepalanya. Carlo menyeringai diam-diam, ia tahu Elisabeth gelisah saat ini.

"Aku tidak apa-apa, Robi. Aku akan coba" kata Elisabeth lembut bahkan terdengar getir. Wajah-wajah membunuh perlahan-lahan memudar lalu Carlo bangkit berdiri dengan tepukan di bahu Elisabeth seperti sengaja.

"Aku pergi dulu, ingat jangan ada kesalahan diantara kita jika Jero tahu, matahari esok tidak bisa kita lihat" teguran terdengar acuh tak acuh padahal tidak demikian, sayangnya semua tahu.

Kegelisahan semua orang di dalam gedung berbanding terbalik dengan suasana di luar gedung.

Warna langit bisa berubah-ubah jika dikehendaki demikian juga warna emosi manusia ketika melihat pasangan hidupnya bersama orang lain.

Riu gugup berpegangan tangan Jero. Terasa menusuk kuku Riu di telapak tangan Jero.

"Ada apa?" tanyanya setengah berbisik. Riu takut Jero menyadari kegelian hati paling dalam.

"Tidak ada" jawab Riu lirih, Jero menatap wajah Riu dengan curiga tapi disingkirkan begitu melihat arah tamu yang berdatangan dari arah belakang mereka berdua maka Jero menahannya untuk nanti di rumah.

"Kamu tidak lupa dengan tugasmu?" tanya Jero hendak memastikan sekali lagi sebelum benar-benar memasuki ruangan di dalam gedung.

Riu mengelengkan kepala lalu tersenyum dengan polesan bertahun-tahun di masa dimana ia terlatih sebagai istri kedua Jero. Tak perlu menunggu lama, Jero mengangguk lalu tersenyum.

Robi melihat-lihat disekitarnya bahkan lebih terfokus pada pintu ruangan. Matanya sedikit terkejut bahkan hatinya berdebar kencang seperti berlari estafet. Ia memandang Riu dengan penuh kerinduan dari jauh. Siapapun pasti setuju jika melihat kemilau yang di tampilkan oleh Riu.

Dalam ingatannya bermunculan bagai film. Tangannya tegang memegang gelas wine ditangan. Wajahnya membeku setiap kali Riu tertawa, tak pernah terbayangkan akhirnya ia bisa melihat wanitanya. Caoli turut memperhatikan begitu menemukan wanita pujaannya berjarak 2 m darinya.

Pesona Riu yang selalu menarik pria untuk mematikan semua tanda salah di dahi.

"Mereka sudah datang, lakukan tugas! waktu tak lama maka.." ujar Caoli bergetar menyembunyikan semua keinginan bersembunyi yang sangat memalukan dari tingkah kekanak-kanakan.

"Ok" putus Robi berharap sangat mendengar pujian dari sarang terselubung. Mereka semua berbaring di lantai tapi mana ada wanita di kalangan sendiri.

Caoli menepis anggapan orang pada dirinya di dalam otak keringnya. Mau tak mau ia mengangguk dengan malas.

Elisabeth berdiri lalu pergi tinggalkan semu? a orang nya sungguh konyol.... "Cinta? Apa itu,,," katanya.

"Apa aku perlu memegang sepupu baru aku tahu ternyata semua hanya di atas keinginan semata"

Terdengar biasa namun salah satu bisa saja nanti.