Mobil berbelok memasuki sebuah rumah mewah, Ayun kebingungan melihat ini. "Mengapa kita ke rumahmu?" tanya Ayun menoleh ke arah Carlo. "Aku ingin menunjukan sesuatu padamu, ayo turun" ajaknya begitu mobil berhenti tepat depan pintu rumah.
Rumah bergaya klasik Eropa memancarkan keanggunan dan keangkuhan pemilik rumah bahkan kemewahan yang diperlihatkan sangat menyilaukan mata.
Carlo mengelus wajah Ayun dengan jarinya. Permainan percintaan mereka berdua tak ada habisnya membuat Carlo sulit menahan diri. Penampilan ayun berubah berantakan karena ulahnya tapi sepadan dengan kepuasan dari kedua belah pihak.
"Kamu boleh menipu dunia tapi tidak denganku!" bisik Carlo enggan mengeluarkan rasa di dalam diri Ayun yang lembab dan sempit.
Nafas tak beraturan bercampur aroma tajam menjadi sebuah bukti nyata hubungan mereka berdua.
"Carlo, aku terlalu capek. Aku--" rengek Ayun kelelahan fisik, tidak melanjutkan perkataan ketika Carlo bergerak di atasnya.
"Tenanglah masih ada waktu satu setengah jam lagi. Istirahat sebentar" katanya lembut seraya mencondongkan bibirnya ke arah dahi.
"Carlo" panggil Ayun putus asa. Carlo mengeryitkan keningnya melihat wajah Ayun berpeluh dengan bibir cemberut. Gerakannya sangat lembut, merusak semua pemikiran Ayun dan memang disengaja oleh Carlo supaya Ayun mengingatnya.
"Ayun, kamu tidak akan membuat aku marah dengan rengekan padahal tadi kamu teriak meminta lagi" ujarnya semakin melambat.
Ayun terdiam mendengar kalimat tersebut, Carlo menyeringai sinis. Satu hentakan ditekan kuat dalam diri Ayun. Tubuhnya melengkung tak berdaya melawan keinginan Carlo yang terus membabi buta.
Kuku menusuk kuat punggung Carlo memberikan sebuah kenikmatan tersendiri hingga segalanya menjadi satu kesatuan dan selaras.
"Aku mencintaimu" teriak Carlo setengah ambruk di atasnya, Ayun terengah-engah berusaha menguasai dirinya. Selalu seperti ini, sungguh menggetarkan hati.
"Carlo, aku harus bersiap-siap" kata Ayun ingin menggeser badan tapi Carlo segera membopong Ayun menuju kamar mandi.
Jam berdentang berkali-kali memberikan petunjuk waktu yang jelas. Ayun mengomel dalam hati sambil memakai gaun baru untuk ketiga kalinya. Carlo memakai jam arloji di sisi kanan dengan acuh tak acuh, hatinya berdebar kuat menantikan kejutan dari Caoli.
"Carlo, bisakah untuk kali ini tidak merusak gaun yang aku pakai?" pintanya setengah kesal. Carlo berbalik menghadap ayun yang berdiri tak jauh darinya. Kecantikan polesan tangan ahli ayun tidak diragukan lagi, seksi dan anggun di matanya. "Tidak masalah jika rusak, aku beli lagi" tolaknya sambil mengedipkan mata. "Carlo! aku hanya tak mau terlambat pada pestaku sendiri" jerit Ayun bertambah kesal melihat tampang Carlo yang sengaja menggoda dirinya.
"Tenanglah. Semua pasti baik-baik saja dan lancar" ucapnya seraya menarik ayun masuk ke dalam pelukannya. Ayun menikmati perasaan seperti ini, "Ayun, aku terlalu mencintaimu, jangan bermain di belakangku begitu cincin dariku melingkar" bisiknya lembut di telinga Ayun. Tangan Ayun bergerak lembut menepuk punggung Carlo, sebenarnya siapa yang menipu dan ditipu. Ayun sedikit takut dalam hatinya, melihat sikap Carlo yang mendadak sentimentil.
Mereka berdua bergegas meninggalkan rumah mengunakan mobil khusus di persiapkan oleh Carlo. Tangan saling menggenggam layaknya pasangan yang mencintai. Tempat acara lumayan jauh dari rumah mewah Carlo, jalanan padat merayap. Ayun menghembuskan nafas berkali-kali karena cemas terlambat pada acaranya sendiri. Carlo tersenyum simpul melihat itu, ada secercah harapan tentang masa depan mereka berdua.
"Setelah ini, tinggallah bersamaku" pinta Carlo tiba-tiba memecah kecemasan Ayun, iapun menoleh. "Aku--" sorot mata Carlo membuat Ayun terdiam, "Lagipula kita menikah satu bulan kemudian, untuk memudahkan saja pengurusannya".
Ayun tidak ingin tinggal bersama Carlo saat ini, jika melakukan apa yang diinginkan Carlo maka ia tidak bisa mengejar Jero. Diamnya Ayun bikin Carlo tidak nyaman, "Ayun, bicaralah. Aku tahu ini terlalu cepat tapi aku tidak bisa jauh darimu lebih lama. Semua itu hanya formalitas yang tidak penting" ujarnya.
Perasaan bertentangan satu sama lain timbul dalam diri Ayun. Cintanya hanya untuk Jero seorang tapi ia tidak menampik selama ini Carlo selalu berada di sampingnya. "Kamu pikirkan lebih dulu. Ayun, katakan kamu mencintaiku?" tanya Carlo berusaha sangat tenang mengetahui respon Ayun yang pasif.
Sepuluh menit menunggu tanpa ada kepastian jelas dari Ayun, jelas perasaan tak tenang dirasakan Carlo.
"Ayun"
Ayun menolehkan kepalanya, Carlo menatapnya cemas. "Aku merasa sayang padamu, apa itu cukup?" tanya balik Ayun tak nyaman dengan mata terbelalak Carlo, seakan jawabannya telah menyakiti. "Nanti kita bicarakan lagi" jawab Carlo dingin. Ayun bingung mendengar itu, ia melihat Carlo keluar dari mobil lalu memutar membuka pintu mobil dimana ia duduk. Tangan Carlo terulur ke dalam untuk membantu, Ayun keluar.
Para tamu yang datang melihat mereka berdua terhenti, beberapa orang yang mengenal Carlo bahkan menyapa. Ayun dan Carlo bersikap layaknya pasangan harmonis dan penuh cinta. Mereka berdua terus berjalan memasuki tempat acara.
"Sepupu"
Mereka berdua melihat Robi dan Elisabeth berjalan mendekati. Elisabeth mengunakan rancangan merk dunia terkenal, terlihat cantik melekat di tubuhnya.
"Tak aku sangka kalian sudah datang secepat ini" kata Carlo menyambut tangan Robi dan memeluk layaknya saudara. "Tidak mungkin aku tidak datang. Ini acara penting keluarga besar kita" elak Robi santai, perkataannya memberikan arti ganda. Ayun memandang keduanya bingung sementara Elisabeth acuh tak acuh. "Mana yang lain?" tanya Carlo sekedar mencari topik. "Aku baru saja sampai" jawab Robi seraya mengangkat bahunya ke atas. "Sayang, kita harus pergi ke tempat keluarga tetua lebih dulu" pinta Ayun pelan. Carlo menganguk mengerti, iapun menepuk bahu Robi, "Kami pergi dulu, sisakan satu tempat"ucapnya pada Robi penuh tanda tanya bagi orang yang mendengar. Carlo mengandeng tangan Ayun melangkah pergi tinggalkan pasangan itu.
"Robi"
Robi menarik nafas sebelum mengulurkan tangannya kepada Elisabeth. "Ayo, kita cari tempat". Wajah Elisabeth berubah senang setelah sempat kesal, sejak tadi di acuhkan. Tangan meraih uluran Robi dengan semangat.
Suasana pesta belum terlalu ramai sehingga mudah untuk Robi menemukan kursi yang tepat mengarah ke pintu ruangan tersebut. Rencananya agar melihat para tamu yang datang dengan mudah.
Robi melihat Caoli berjalan santai menuju arah tempat ia duduk, Elisabeth berusaha tenang. Sulit jika memiliki dua suami di tempat yang sama, temperamen mereka berdua terkadang membuat Elisabeth gelisah tak beraturan. Robi melirik ke arah Elisabeth, tak ada perasaan apa-apa sejak awal pernikahan, jadi diamnya Elisabeth hanya bikin hati dongkol. "Kalian datang sudah dari tadi atau baru saja?" tanya Caoli menggeser kursi untuk dirinya duduk. "Baru saja, ada apa?" tanya balik Robi. "Tidak ada apa-apa, aku hampir mati karena bosan disini" jawab Caoli santai mengangkat salah satu kakinya untuk ditindih di satu kaki lainnya.
Tak ada percakapan lagi diantara mereka. Para pelayan hilir mudik meletakan minuman dan cemilan pembuka di atas meja mereka. Sesekali meja mereka diinterupsi oleh kolega yang mengenal mereka bertiga.