Chereads / Cinta Istri Kedua / Chapter 19 - Ingatan Lima Tahun Lalu - Ayun (5)

Chapter 19 - Ingatan Lima Tahun Lalu - Ayun (5)

Plak!

Tangan ayun memukul pelan Carlo. "Aku ingin pulang, aku capek dan lapar!" teriaknya histeris ketika pelepasan di keluarkan secara bersamaan. Wajah Ayun mempesona hingga membuat Carlo tersenyum melihat bagaimana histerisnya Ayun. Pelepasan terakhir terasa luar biasa bahkan nyaris sempurna. Sungguh fantastis bahkan ia ketagihan untuk mengulangi.

"Ya sudah, ayo" katanya mengangkat Ayun dengan tawa jahil. Ayun cemberut namun matanya berkilat lemah. "Apa kamu jatuh cinta padaku, Carlo?" tanya Ayun begitu diturunkan ke kursi, Carlo terdiam sejenak sebelum duduk di dekatnya.

"Kalau memang iya kenapa, kalau tidak kenapa juga?" tanya balik Carlo mengambil makanan di atas meja. Jangan bilang ayun sudah mulai merasakan hal yang sama dengannya.

"Aku tidak mau kamu jatuh cinta padaku. Aku hanya menginginkan Jero!" rengek Ayun sambil memotong paha ayam mengunakan tangan sebelum dimasukan ke dalam mulut. Carlo mengelengkan kepala melihat tingkah Ayun yang tidak sesuai ekspektasi.

"Aku sudah membantumu begitu banyak. Apa kamu tidak merasa harus ada timbal balik Ayun?" tanya Carlo melihat ayun dengan cara pandang yang berbeda.

Dilihat dari segi manapun ayun tipe terlalu membosankan dengan caranya yang memberontak padanya tapi ia menyukainya dalam bentuk fisik. Untuk sementara ini, Carlo akan mengikuti keinginan Ayun tetapi jika pada akhirnya ia akan memenangkan semuanya, ia merasa layak untuk ditunggu.

Tidak ada pembicaraan selain makan. Carlo merasa senang, perut kenyang kebutuhan terpenuhi bahkan mendapatkan bonus masa depan. Mana bisa dibiarkan untuk pergi.

"Apa rencanamu setelah ini?" tanya Carlo penuh minat ambigu tapi Ayun mengerti hal ini. Ayun meminum air di meja sebelum menjawab, "Pulang, sidang mau dekat. Aku harus cepat mendapatkan gelar, kerja lalu kejar Jero". Ayun bertekad kuat semaksimal mungkin menaklukkan Jero dengan semua pembelajaran yang diterima olehnya dua hari terakhir.

Carlo menghembus nafas agar tidak kesal mendengar nama Jero lagi-lagi disebutkan.

"Aku antar pulang besok. Sekarang sudah malam, aku juga capek" katanya bangkit dari duduknya lalu pergi tinggalkan Ayun sendirian di ruang makan. Melihat itu Ayun bernafas lega, berarti masalah ini sudah selesai.

Ayun bergerak perlahan untuk mendekati Carlo yang berada di kamar, dilihat berbaring melihat langit-langit kamar, tampak kesepian.

"Mengapa diam saja?" tanya Ayun ikut berbaring. "Kamu nyakin bakal dapat Jero" jawab Carlo menggeser sedikit sehingga memudahkan berbicara dengan Ayun.

"Pasti!" kata Ayun mantap. Hal ini bikin hati Carlo kecut, tak mengira sebegitu dalam perasaan Ayun terhadap Jero. Manusia es tersebut sangat dipuja banyak wanita bahkan tak perlu repot-repot mencari wanita banyak datang dengan sukarela menyerahkan diri tanpa kepastian.

"Kalau begitu, aku ajari lagi supaya kamu mahir. Pastikan kamu lakukan ini jangan terlalu dalam, kemungkinan hamil akan besar" ucapnya asal seraya bergerak di atasnya. Ayun mengangguk lalu mengikuti semua pelajaran yang diajarkan oleh Carlo.

Matahari bergerak naik menuju permukaan. Wajah-wajah menyambut pagi terlihat bersemangat namun, tidak bagi Carlo yang berusaha sekeras mungkin meraup semua penawaran ayun yang pasrah di bawahnya.

Matahari mulai condong ke barat, Carlo mengemudi mobil dengan perasaan senang dan bahagia. Ayun diam membisu, sepanjang hari kemarin bersama dan ditambah sepanjang pagi, badan sudah mau remuk, buka ponsel banyak notifikasi masuk.

"Antar aku ke rumah sakit" pinta Ayun tiba-tiba pada Carlo. "Ada apa Ayun, kita ada kelas jam 3 nanti" tanya Carlo melambatkan mobilnya. "Aku bolos saja, antar aku ke rumah sakit Mitra" jawab Ayun menolak lebih jauh menjawabnya.

"Kamu nyakin pergi ke rumah sakit" ucap Carlo melirik sekilas ke arah Ayun gelisah. "Tentu saja. Riu pasti kebingungan saat ini mengenai uang rumah sakit. Ibuku... mengapa dia bisa meninggal begitu saja tanpa ada kata-kata" keluh Ayun, tadinya gelisah kemudian berubah kesal akhirnya terpaksa mengakui.

"Tenang! Riu belum beri kabar jelas. Jangan panik dulu" ujar Carlo berusaha menenangkan dengan menepuk paha Ayun yang menggoda. Hari ini, Ayun mengenakan pakaian yang diberikan Carlo, sangat terlihat akses yang memudahkan.

Carlo berfikir Ayun termasuk jenis wanita bodoh dan mudah di manfaatkan, itu terbukti dari apapun yang dikatakan pasti diikuti hanya demi Jero. Kalau begini, ia harus berhati-hati dengan semua yang berhubungan dengan Jero, masa depannya akan terganggu jika tak ada Ayun disampingnya.

"Apa kamu mau menemaniku?" tanya Ayun tidak enak hati. Carlo melirik lagi kemudian mematikan mobil di basemen parkir rumah sakit.

"Tentu saja tapi ada syaratnya" jawab Carlo menyeringai tanpa terlihat oleh Ayun yang kalut memikirkan ibunya dan masa depannya. Ayun menoleh lalu Carlo mendekat, "Layani aku".

"Kamu!" bentak Ayun tapi terhenti ketika Carlo bersandar di kaca jendela mobil. "Kamu tahu aku jelas, aku tidak suka melakukan bisnis tanpa ada keuntungan. Di surat itu tertera apapun keinginan aku maka..." kata Carlo acuh tak acuh. "Bantu aku dulu, apapun keinginanmu aku lakukan" ucap Ayun dalam satu tarikan.

"Baiklah, satu kali ini saja tapi... tidak ada kata lain kali!" ucap Carlo tajam, lagian semua bisa menunggu hingga Ayun berada di tangan. Mereka berdua keluar dari mobil beriringan menuju lift rumah sakit, tak ada percakapan hingga depan kamar ibunya.

Ayun masuk perlahan takut-takut, ia tidak pernah suka dengan ibunya. Bagi orang lain, ibunya adalah wanita lembut dan bersahaja tapi di hadapannya, ucapan dari mulutnya bagai orang jalanan tanpa berpendidikan. Ibunya berdasarkan pada kasur yang di tegakan di belakang punggungnya sehingga mudah melihat Ayun masuk. Matanya dingin seperti es batu seberat 5kg, bibirnya miring ke kiri, tangan seperti tertekuk kaku.

"Ibu"

Mata ibunya melotot melihat keduanya begitu mendengar suara Ayun. Carlo tersenyum dingin, dia berjalan pelan-pelan di depan mata ibu Ayun sementara Ayun duduk di samping ranjang.

"Bagaimana seperti ini? aku cari dokter dulu" kata ayun bangkit berdiri, ia hendak keluar dari kamar tapi dihentikan oleh Carlo dengan menyambar tangannya. "Carlo, aku harus cari dokter untuk tahu apa yang terjadi, kamu diam saja disini" pinta Ayun panik, ia melirik ke arah ibunya. Carlo mengusap rambut Ayun dengan perasaan sayang, "Jangan terlalu lama, aku tidak suka bau rumah sakit". Ayun mengangguk sebelum cepat keluar kamar.

Carlo bersandar di dinding kamar inap rumah sakit dengan santai. "Aku tidak pernah mengira ternyata seperti ini akhirnya, ibu" sindirnya dengan nada mengejek. Mata ibu Ayun merespon dengan air mata, ia ingin bicara tapi mulutnya sulit untuk dibuka dengan benar. Carlo berjalan mendekati ranjang ibu Ayun kemudian sedikit mencondongkan tubuhnya di telinganya, "Kamu tenang saja, putrimu di tanganku akan baik-baik saja. Aku melihatmu seperti ini sangat senang" ujarnya dengan nada senang.

Badan ibu Ayun gemetaran mendengar itu, pria disampingnya adalah sebuah kesalahan satu keputusan tapi kini menuai karma diterimanya. Ia ingin berteriak marah tapi yang terdengar tidak jelas sama sekali. Carlo tertawa jahat begitu menegakan tubuhnya, berjalan keluar dari kamar meninggalkan ibu Ayun yang marah pada kondisinya.

Carlo mengeluarkan rokok dari saku celananya namun tangan belum mengambil satu batang dari bungkus, suster berlarian ke arah kamar ibu Ayun dengan panik.

Hidup dan mati di tentukan langit namun cara kematian tidak ada yang tahu hingga penyesalan tiba di dada.