Nafas tak beraturan Ayun terdengar pelan di telinga Carlo sekali lagi. "Aku lapar" keluhnya dengan wajah memelas minta makan. "Aku tidak" tolaknya terus merasakan kehangatan yang hakiki.
Malam dirajut oleh benang tak kasat mata. Angin menghirup semua sumber kehidupan dengan kelembutan.
Riu mengerutkan keningnya melihat Jero muncul di pintu rumahnya. Baru sekali bertemu dan sekarang ada di depan mata.
"Kamu? kok disini? apa mau mu?" tanya Riu dengan tatapan menyelidik. Orang aneh, malam-malam muncul depan rumah, ketuk pintu.
"Hanya lewat. Tidak boleh?" tanya Jero cuek tanpa merasa menganggu. Riu menahan perasaan kesal dari nada suaranya menangapi orang aneh, menyesal tadi ke kampus Ayun.
"Boleh" jawab Riu pelan. Jero menganguk saja seraya melihat ke arah dalam rumah, seperti tidak ada orang.
"Ya sudah, biarkan aku masuk" katanya santai berusaha masuk.
"Tidak! kamu aneh" tolak Riu cepat. Masuk ke rumah? yang benar saja? mau di datangi warga pikirnya sewot.
"Siapa? aneh? kamu?" tanya Jero heran dengan jawaban Riu yang super aneh.
"Iya kamu" jawab Riu menarik nafas sepanjang mata melotot tidak suka pada Jero yang mengeryitkan keningnya.
"Kamu katakan aku aneh? kamu sudah bosan hidup, hah!" bentak Jero kesal. Bisa-bisanya wanita di depannya mengatai dirinya.
"Untuk apa juga lewat depan rumahku terus ketuk pintu kalau tidak aneh" bentak balik Riu.
"Untuk bertemu" kata Jero asal. Riu menyempitkan mata dengan tatapan yang benar saja, dia buta apa bodoh, bertamu di jam begini.
"Ini sudah jam berapa" tegur Riu hendak menutup pintu rumah tapi kaki Jero menghalangi cepat.
"Belum malam" ucap Jero pelan. Kalau tidak ada kepentingan, ia mana mau juga disini.
"Apa! ini sudah jam 21.30, pulanglah!" bentak kesal Riu dengan kencang. Lupa sudah tata krama tuan rumah.
"Aku masuk" kata Jero mulai melangkah masuk. Riu berusaha keras menahan pintu agar tertutup.
"Tidak!" bentak Riu dengan kuat namun, tenaga wanita dan pria sangat berbeda maka dalam hitungan detik telah terdorong ke belakang, pintu terbuka lebar dengan posisi Riu terhalang.
"Mengapa tidak?" tanya Jero masuk lalu menutup pintu rumah Riu dengan gerakan cepat hingga Riu kaget tau-tau sudah di dalam rumah.
"Kamu! lihat, ini bukan perumahan mewah di tempatmu biasa tinggal" keluh Riu berusaha menjelaskan dengan ekstra sabar. Jero mengangkat alisnya dengan angkuh lalu mendekati Riu yang otomatis mundur.
"Memang dan aku akan mengubahnya" kata Jero terus perlahan melangkah hingga Riu membentur pintu di belakangnya.
"Tidak bisakah kamu bicara tidak terlalu dekat" pintanya mulai kesal karena jarak mereka terbatas kain. Ini sangat aneh, baru kenal tapi sudah sok dekat.
"Tidak bisa" tolaknya lembut menatap mata Riu dengan penuh minat. Sepanjang hari wanita di hadapannya memberikan pemikiran baru dan perkembangan perasaan yang aneh untuk memiliki. Jero tahu tidak butuh otak sains untuk tahu jika ia jatuh cinta pada 🐼 pertama.
"Tolong, ini rumahku. Aku tidak mau warga sekitar salah paham kamu bertamu malam-malam dan..."
Suara Riu tenggelam dalam mulut Jero yang mengekspansi. Tak ada lagi suara selain keheningan malam. Jero bermaksud mencicipi seperti apa rasanya tapi tak menduga mirip wine kesukaannya. Sangat memabukkan dan menggairahkan untuk mencari tahu tepat tentang rasanya.
Riu yang tidak pernah merasakan hal begini merasakan seperti ada sesuatu dalam dirinya yang menarik untuk keluar, menggapai kebebasan yang ditawarkan dengan pesonanya, tangannya otomatis naik ke arah Jero untuk mempertahankan posisi berdirinya. Jero sontak melingkari pinggang Riu untuk mendekati dirinya lebih dekat lagi, lebih menginginkan dan lebih berhati-hati dalam meraihnya.
Otak keduanya mulai berkabut. Ini sebuah hubungan alam yang bermain, memainkan kehidupan manusia untuk benar dan salah.
"Ingat ini!" bisik Jero melepaskan lalu membawa Riu untuk duduk di sofa rumahnya lalu keluar tanpa memberikan kesempatan pada Riu untuk bicara karena masih terpengaruh pada kegiatan alam tersebut.
Jero berjalan cepat menuju mobil miliknya yang terparkir di depan rumah Riu. Sopir dengan sigap membuka pintu mobil, Jero masuk dan duduk. Tak lama kemudian mobil meninggalkan rumah Riu dengan kecepatan sedang.
Tangan Jero cepat mengetik sesuatu di ponselnya. Wajahnya bahagia bersembunyi dalam wajah dinginnya. Ia menginginkan Riu maka ia harus memastikan posisi dirinya lebih dulu.
Malam berombak mencari ketenangan diantara waktu yang tersisa.
Ayun duduk di sofa kamar mengenakan jubah kamar mandi yang dilihatnya. Ada perasaan enggan disebutkan ketika terbangun lalu mendapatkan dirinya sudah tidak lagi sama.
Matanya melihat ke arah luar jendela apartemen. Terasa luar biasa saat melakukan hal ini. Carlo termasuk pencinta yang hebat. Caranya membuat Ayun merasa bagai seorang ratu. Di cintai dengan lembut. Rasa sakit yang biasa di rasakan wanita pada umumnya tidak dirasakan dengan hebat, Carlo membuatnya merasakan rasa sakit sekaligus nikmat. Apa seperti ini jika bercinta dengan Jero pikirnya. Apa setelah melakukan ini, Jero akan mencintai dirinya seperti dirinya.
Gemuruh rasa lapar mulai datang. Tadi terbangun karena panggilan alam, tidak dilihatnya Carlo di sekitar kamar membuat Ayun santai dan tidak terbebani.
Badannya sakit, bagian bawah juga sakit tapi mengapa baru sekarang setiap kali bergerak. Ayun menghela nafas berusaha bangun dari duduknya menuju luar kamar, siapa tahu ada makanan diluar. Langkahnya perlahan-lahan, gesekan membuat tidak nyaman bahkan membuatnya mengumpat tidak karuan padahal tadi sempat mandi dengan air panas yang ada di kamar mandi supaya lebih baik.
"Mau kemana?" tanya Carlo membuka pintu kamarnya dengan kaget melihat Ayun hendak meraih handle gagang pintu. Ayun cemberut melihatnya.
"Lapar. Ada makanan tidak. Seharian aku belum sempat makan" jawab Ayun kesal dengan perutnya dan rasa sakit. Carlo meraih tubuh ayun dengan gerakan lembut untuk digendong.
"Aku sudah pesan. Tunggu saja, 1 jam paling lama" kata Carlo meletakan dengan hati-hati Ayun di pangkuannya.
Ayun melingkari leher Carlo, ia takut jatuh dengan caranya mengendong lalu duduk di pangkuannya.
"Aku lapar sekali. Mengapa 1 jam? tidak bisakah lebih cepat" keluhnya dengan merajuk. Hal ini membuat kecepatan kehidupan masa depan Carlo naik dengan tidak elegan.
"Tidak akan lama jika kita melakukan sesuatu untuk mengisinya" bujuk Carlo lembut sedikit menggeser Ayun hingga posisi tepat.
"Sesuatu? eh, Carlo. Jero sedang apa sekarang? aku ingin lihat media sosial sebentar" kata Ayun hendak beranjak namun Carlo menghentikan dirinya bergerak dengan mulutnya.
"U...a... Carlo...."
Hanya itu yang dikeluarkan oleh Ayun, sebuah protes yang tidak bisa diuraikan menjadi kalimat. Carlo geram, bersama dirinya tetapi masih mengingat pria lain. Apa hebatnya Jero? ia juga bisa melakukan, lagipula bukankah sekarang Ayun miliknya seorang. Mungkin ia akan memberikan pelajaran sedikit bagi Ayun supaya mengerti arti perjanjian yang sudah ditandatangani bersama hari ini.