Carlo mengeluarkan asap rokok dengan santai. Kepalanya miring melihat ke arah tempat tidur, terlihat kacau dan berantakan bahkan Ayun tenggelam dalam selimut. Sangat imut di matanya.
Kepalanya penuh dengan rencana dan strategi mendapatkan Ayun ditangan. Walaupun surat perjanjian telah di tanda tangani tapi hati Ayun milik Jero, ini menyulitkan.
Abu rokok memenuhi meja di dekatnya. Matanya tak lepas memperhatikan gerakan halus Ayun tertidur. Malam pertama dilakukan dengan kepuasan yang luar biasa saat namanya dipanggil oleh Ayun dengan suara desahan tak terkontrol.
Bercak darah dan bekas cairan miliknya menjadi saksi biksu diantara mereka berdua. Carlo mengeluh dalam hati ketika kedutan bagian bawah tubuhnya muncul lagi. Ini menyebalkan baginya. Kalau tidak diingatnya Ayun yang kelelahan maka tak bakal dilepasnya dari sarang hangat Ayun.
"Hamil? bisa saja kalau itu anakku tapi anak Jero, hmm. Mana bisa!" gumamnya disela rokok yang ada dibibir. Senyumnya licik begitu menemukan ide luar biasa di kepalanya yang penuh.
Carlo mematikan rokok lalu beranjak mendekati Ayun. Tangannya menyentuh lembut wajah ayun yang tertutup rambut hitamnya. "Kamu milikku sampai kapanpun" bisiknya di telinga ayun sebelum menariknya masuk dalam tangannya.
Hal sederhana belum bisa dikatakan sederhana ketika kecemburuan dan ambisi memiliki menjadi tujuan seseorang.
"Apa maksudmu?" tanya Jero pelan memandang Caoli yang sibuk membaca PPT dari dosen. "Carlo mencintai Ayun. Jangan kamu main-main dengannya" jawab Caoli santai.
"Apa urusannya denganku?" tanya Jero lagi tidak mengerti. "Hei! kamu tidak sadar ayun mencintaimu" jawab Caoli mengangkat wajahnya dengan kesal. Bagaimana bisa temannya ini buta tidak bisa melihat kericuhan di sekitarnya jika Ayun dan Carlo berdekatan.
"Untuk apa kamu kesal? aku tidak ada urusannya dengan Ayun. Wanita aneh" ujar Jero ikut kesal.
"Ka...."
"Kak Caoli?"
Caoli menoleh ke arah suara lembut di sampingnya, Jero terpaku melihat wajahnya yang cantik.
"Riu? Riu Shailene? astaga, kamu kuliah disini?" tanya Caoli berdiri dengan senang. Wanita yang diincar dari SMA mendadak muncul di kampusnya.
"Iya aku--" jawab Riu bingung melihat wajah senang Caoli, seingatnya Caoli selalu masam di hadapannya. Ada rasa tidak nyaman muncul di hati ketika pandangan mata Jero sempat bertabrakan dengannya.
"Cantik sekali kamu. Berapa lama kita tidak bertemu?" tanya Caoli memuji dengan antusias.
Jero menggerjap sejenak, "Riu Shailene" batinnya dalam hati. Riu Shailene berdiri dengan anggun dihadapan mereka berdua. Pakaian yang dikenakan simpel, kaos berwarna hitam dan celana jins tapi entah mengapa terlihat anggun dan kecantikan terpancar di matanya.
"Sekitar 2 tahunan. Apa kakak bertemu kak Ayun?" tanya Riu lembut. Caoli tak menduga bakal bertemu dengan adik kelas.
"Ayun? Ayun siapa?" tanya Caoli kebingungan. Dari semua ayun, ia hanya mengenal satu manusia yaitu Ayun Dyah yang telah menyandang ratu tak tahu malu di kampus jika berdekatan dengan Jero.
"Ayuni Dyah" jawab Riu pelan. Suaranya mengalun di telinga Jero seperti air yang menyiram tanaman kering.
"Apa hubungannya kamu dengan Ayun?" tanya Caoli bertambah bingung.
"Dia kakak tiriku" jawab Riu tidak nyaman. Tidak seorangpun tahu mengenai hubungan dirinya dengan ayun dikarenakan mereka berdua berbeda kampus tapi hari ini, ada kecelakaan di keluarga jadi terpaksa mencarinya terlebih ponsel tidak tersambung dengan baik, mau tidak mau harus mencari.
"Apa!" teriakan bersamaan dari Jero maupun Caoli membuat semua mata mengarah pada mereka bertiga.
"Astaga dunia ternyata sempit" keluh Caoli spontan membuat senyum Riu terpaksa muncul dengan senyum aneh.
"Apa kakak melihatnya?" tanya Riu lagi, ada enggan dari nada suara Riu untuk mencari.
"Tidak, seharian aku belum bertemu. Aku bantu cari, bagaimana?" usul Caoli senang bukan main, langit memberikan kesempatan kedua baginya untuk dekat maka tidak akan disia-siakan. Mengenai ketemu atau tidak Ayun, itu masalah nanti pikir Caoli tak dapat menutupi rasa senangnya.
"Apa itu tidak merepotkan? maaf" ucap Riu ragu. Ia sempat melihat ke arah Jero yang disamping Caoli, terlihat seperti macan yang melihat buruannya.
"Tidak sama sekali" bantah Caoli lembut.
"Aku ikut"kata Jero santai memasukan kedua tangannya dalam saku celana.
"Untuk apa kamu ikut? biasanya kamu malas hal beginian nanti keringat, bukannya kamu tidak suka keluar keringat" tuduh Caoli sengaja berikan isyarat jauh-jauh sana.
"Tidak juga. Terlalu lama di sini, badan bisa sakit" kata Jero acuh tak acuh tapi mata meneliti bak laser.
"Sakit? yang benar saja" teriak Caoli pada Jero ketika Jero menarik tangan Riu begitu saja.
Langkah mereka berdua sangat cepat bahkan nyaris setengah berlari. Hal ini bikin kesal Caoli ketika pada perempatan tiba-tiba mereka berdua menghilang.
"Kemana mereka? eh, kalian lihat Jero?" tanyanya pada sekumpulan anak yang duduk dilantai menghadap taman. Salah satu anak menunjuk ke arah kanan taman. "Terimakasih" ucapnya segera berlari sementara itu, Jero diam menunduk di bangku taman melihat Caoli berlari. Riu hendak berdiri tapi ditahan.
"Tunggu sebentar" seru Jero cepat menarik tangan Riu untuk tetap duduk di sampingnya. Ada getaran yang sukar dijelaskan oleh Jero saat sentuhan tangan ini.
"Aku harus pergi mencari kak Ayun" ucap Riu tidak suka. Jero melihat wajah Riu yang berubah kesal, sangat berbeda pada saat ditarik tangannya menghindari Caoli.
"Tidak bisa diluar masih ada anak-anak yang kurang baik akhlaknya" ujarnya mencari akal.
"Mana ada. Kamu siapa sih?" tanya Riu menjadi bingung. Masa di kampus sendiri bisa mengatakan anak-anak itu tidak akhlak. Kecurigaan Riu malah Jero yang tidak bermoral.
"Jero" jawabnya singkat, padat dan jelas. Ia tidak suka menyebutkan nama lengkapnya yang bisa menyebabkan salah paham.
"Bisa lepas tanganku?" pinta Riu menyerah dengan sikap anehnya. Jero merengut seketika, hal ini menambah keheranan Riu.
"Tidak bisa, nanti kamu pergi" tolak Jero cepat. Mana boleh pergi, ia ingin tahu tentangnya.
"Aku harus kuliah. Ini bukan tempat aku kuliah" kata Riu berusaha bersabar menjelaskan.
"Kuliah dimana?" tanya Jero penasaran. Sejauh ini, ia tidak menemukan wanita yang menarik perhatiannya. Baru kali ini, jantungnya berlompatan tidak jelas.
Riu menjelaskan tempat kuliahnya dan jurusannya. Jero terus bertanya hingga membuat kesal Riu namun Jero berpura-pura tidak tahu.
"Aduh, ternyata kalian disini!" teriak Caoli akhirnya menemukan mereka berdua yang duduk berdampingan dengan tangan saling bertautan. Mereka berdua kaget mendengar teriakan Caoli yang gegap gempita bikin semua mata menoleh ke arah mereka.
"Kak Caoli, apa kamu menemukan kak Ayun?" tanya Riu berdiri persis Caoli di berhenti di depannya. Jero bangkit berdiri lalu pergi tinggalkan mereka begitu saja.
"Hei! aku belum buat perhitungan denganmu! jangan pergi, Jero!"
Teriakan Caoli menambah kencang dan hanya mendapatkan lambaian tangan dari Jero.
"Kak" panggil Riu lembut supaya Caoli lebih mengerti keadaannya. Caoli menoleh lalu mengelengkan kepala, "Maaf, tidak ada".
Riu menghela nafas lelah, "Kalau begitu aku titip pesan saja, tolong beritahu kakak untuk segera pulang".
"Tenang, pasti aku beritahu, kamu mau kemana setelah ini?" tanya Caoli ingin tahu. "Aku pulang saja kak. Nanti sore masih ada kuliah" jawab Riu berpamitan.
Caoli resah mendengar itu, gara-gara manusia es kutub Utara jadi berantakan tidak bisa berduaan dengan Riu.
"Aku antar?" tanya Caoli berharap. Riu menggeleng, "Tidak usah kak. Aku bawa motor. Terimakasih kak". Riu cepat berlari ke arah parkiran kampus dengan tatapan kesal Caoli yang terpaksa membiarkan Dewi kehidupan hatinya pergi.