Jero menghentikan pekerjaannya sesaat, entah mengapa firasatnya muncul. Dilihatnya sekali lagi jam di pergelangan tangan, jam menunjukan pukul 17.30 . Berdasarkan perkiraan seharusnya Riu dalam perjalanan pulang ke rumah saat ini.
Tubuhnya bersandar di kursi dengan gelisah ketika sekretaris besar membawa sebuah kotak di tangan. Lambang merk terkenal ada di atasnya dengan warna mencolok.
"Semua ada disini tuan. Saya harap nyonya akan menyukai pilihan anda" katanya menyerahkan kotak di meja Jero dengan hati-hati lalu membukanya, gaun dan sepasang sepatu high heels disertai berlian yang berlapis emas ditambah sedikit batu-batu kecil berwarna merah maroon.
"Apakah ada hari spesial hari ini. Mengapa aku merasa ada yang terlewat?" tanya Jero seperti tersadar pada sekretarisnya. Mendengar perkataan tersebut, sekretaris besar membuka iPad di tangan, dimana semua jadwal ada disini. Namun, seingatnya semua rapat bahkan pertemuan makan di luar atau sekedar hang out tidak ada jadwal hari ini maka iapun menggelengkan kepalanya. Tentu hal ini membuat Jero semakin tidak tenang. Ada yang aneh pikir Jero, ia mengetuk jarinya di atas meja kerja dengan irama berantakan.
"Ini, undangan yang dimaksudkan oleh nyonya Ayun. Undangan datang bersamaan paket ini tuan" tunjuk sekretaris besar begitu tak ada kata-kata dari Jero maka ia berusaha keras mengalihkan perhatian Jero padahal yang tidak penting.
Jero diam mengamati, tidak ada yang aneh tapi mengapa hatinya seperti ada yang menekan kuat.
"Paket?" tanya Jero mengeryitkan alisnya ke atas. Paket dibuka oleh sekretaris dengan hati-hati, tampak beberapa dokumen dan foto yang menunjukan wajah Riu dari berbagai sudut. Ketegangan muncul dalam diri Jero, sekretaris diam-diam mengeluh dalam hati. "Beritahu Hack untuk menangani masalah ini!" perintah Jero secepat angin berhembus. "Baik tuan" ujar sekretaris segera menelpon Hack.
Jero terus menganalisa semua isi paket, jelas pengirim tahu betul seluk beluk istrinya. Apa ia harus membatalkan pesta ini. Jika dibatalkan, apakah akan berdampak dengan pertemanan mereka bertiga selama ini.
"Dimana Ayun sekarang?" tanya Jero dingin. "Saya pikir berada di rumahnya. Berdasarkan kebiasaan nyonya Ayun, saat ini sibuk dengan tuan Carlo" jawab sekretaris besar melaporkan tindak tanduk mantan nyonya besarnya.
Kerutan di wajah Jero bertambah dalam, memang ini bukan kali pertama Ayun tidak muncul tetapi ini bukan perusahaannya yang bisa seenaknya masuk atau tidak. "Beri pesan kepadanya, jika besok tidak datang maka besok tidak perlu datang lagi" perintahnya cepat.
Sekretaris besar mengangguk lega lalu mencatat pesan untuk dikirimkan. Jero tahu ini hanya gertakan namun, ayun adalah mantan istri sekaligus teman, mana mungkin dipecat jika dipecat maka dipastikan akan banyak tangisan dan rengekan dari ibunya.
Warna langit sudah berbaur dengan kuning tua, Jero masih belum menemukan kegelisahan hatinya yang tanpa sebab. "Tuan, anda akan pulang cepat hari ini? Ada rapat tersisa yang harus Anda hadiri saat ini" tanya sekretaris besar ragu. "Batalkan saja, sebaiknya semua hal di tunda dua atau tiga hari sampai Hack menemukan sesuatu, sekarang ini ada yang lebih penting aku kerjakan" jawab Jero seraya mengambil jas dari kursinya. Sekretaris besar hanya bisa mengangguk begitu mendengar perintah Jero yang tidak terbantahkan.
Langkah kaki Jero cepat menuju mobil yang menunggu di basemen bawah kantor. Tanpa perkataan berarti, sopir cepat memacu menuju rumah besar.
Rumah besar terlihat lengang, Jero terus berjalan menuju kamarnya. Ketika membuka pintu kamar, ia di suguhi pemandangan yang menakjubkan dari Riu. Jero memandangi wajah Riu di meja rias, dipoles lembut mengunakan warna nude flawles terlihat menawan. Gaun yang dipilihnya berwarna hitam berbahan beludru dengan sedikit kecil ornamen lambang J di bagian dada. Rambutnya dibiarkan terurai tanpa hiasan apapun. Saat ini, Riu sedang menunduk memakai jam tangan kesukaannya jadi tidak tahu Jero sudah pulang.
Perlahan-lahan Jero mendekat lalu melingkarkan tangan pada lehernya, sejenak wangi harum pada rambut Riu menyusup masuk dalam hidung. "Mengapa kamu begitu cantik, hmm?" tanyanya setengah berbisik, ia merasakan keterkejutan Riu.
"Jero, jangan lakukan, nanti kusut" keluhnya tidak menjawab pertanyaan yang diajukan. "Tapi, aku menginginkanmu, sekarang" katanya lebih dalam seraya mengangkat Riu, tak mau jatuh Riu melingkari leher Jero. "Jero, itu...itu, kita harus berangkat" tolaknya cepat setelah Jero meletakan Riu di tempat yang ia mau. "Bisa menunggu dan itu tidak penting, ada hal penting yang harus diselesaikan" katanya tanpa memberikan Riu untuk berkata lagi.
Walaupun sebentar tapi bagi Riu menjadi terasa lama. Jero tersenyum lembut sambil menarik Riu bangkit dari tidurnya. "Jero, bisakah kita batalkan saja acara hari ini. Aku capek" keluh Riu enggan. "Tidak boleh! aku sudah menyiapkan gaun pengganti yang kamu pakai tadi" elak Jero terus membawa Riu masuk ke dalam kamar mandi. "Gaun pengganti?" tanya Riu bingung. "Mandi dulu, waktu kita tinggal sedikit" jawab Jero memutar shower kran air. Riu mengelengkan kepala begitu air mengenai dirinya disusul benda kenyal Jero yang berpartisipasi untuk menjelajahi setiap sudut.
Hidup itu indah jika hati menerima semua perjalanan yang diberikan dari sebuah keputusan.
Caoli menghisap rokoknya dengan kuat. Batang terakhir sudah di hisapnya tapi ada keraguan mengenai acara pesta besok. Jose duduk di sampingnya dengan mata terus memandangi ponselnya.
"Kamu nyakin Robi tidak akan bikin ulah atau mengacaukan rencana?" tanya Caoli gusar. "Sejauh ini demikian" jawab Jose asal. Berdasarkan gosip yang di dengar dari Leti, Riu menerima pesan pertama dari Robi. "Bagaimana dengan Carlo?"tanya Caoli waspada. Ada beberapa orang berjalan di sekitar mereka, tingkah lakunya sedikit mencurigakan. Jose mengusap pahanya dengan keras, "Dua tiga dari mereka sepertinya anak buah Jero" kata Jose menjelaskan tanpa mengalihkan perhatiannya dari ponsel. "Dia sudah menerima paketnya" ucapnya gembira, benar sebuah kenyataan indah untuk di dengar.
"Tuan, nona meminta anda untuk segera menghubunginya", Jose meletakan ponsel di saku celananya. Caoli mendengus dingin mendengar itu, membuang sisa rokok di tangan ke lantai untuk diinjak. "Beritahu nona, urus saja putraku baik-baik kalau tidak ingin suami tersayang mati di tanganku" ucapnya sinis. Jose menghela nafas panjang sebelum mengangguk mengerti, kondisinya sudah bertambah rumit jadi mau bicara apapun juga tiada arti.
"Jangan ada lalat penganggu malam ini!"
Caoli berjalan menuju mobil yang di parkir depan mini supermarket diikuti Jose. Kenyataan pahit yang mungkin akan dialami oleh sebagian orang. Jose hanya dapat menghitung berapa banyak tragedi yang bakal muncul setelah Caoli memutuskan untuk berjuang mendapatkan cintanya.
Gelap gulita tanpa bulan mengirimkan sebuah getar keheningan malam.
Riu memasangkan anting di telinganya dengan perlahan-lahan. Jero menatap wajah Riu, walaupun baru saja melakukan hubungan suami istri tapi ia merasa Riu tidak bersamanya dan ini membuatnya semakin rindu. Tidak ada pembicaraan selain pandangan mata yang mengisyaratkan banyak hal.