Chereads / Cinta Istri Kedua / Chapter 14 - Ketenangan Sebelum Badai

Chapter 14 - Ketenangan Sebelum Badai

Ayun berjalan mondar-mandir di ruang keluarga rumahnya yang kosong. Sepanjang hari menunggu kabar dari Jero tapi tidak ada reaksi dari pertukaran perhiasan.

"Mengapa Jero tidak menelpon aku? apa dia jatuh cinta dengan wanita itu? tidak boleh! Jero hanya milikku. Aku harus mencari cara tapi bagaimana?". Ayun berbicara sendiri dengan gelisah. Dilihatnya jam di tangan sudah pukul 18.00, acara pukul 19.30.

"Masih ada waktu" katanya melihat sekali lagi isi kotak perhiasan. Kalung dan anting-anting yang indah. Sungguh cantik, membuat iri siapapun yang melihatnya. Jika ia tidak menukar dengan ini maka anting-anting yang dibelikan Jero akan terlihat kesan murahan.

Tangannya cepat memakai anting-anting dan kalung pada tubuhnya. Hari ini, Ayun sengaja memakai gaun tanpa lengan sehingga menampakan kecantikan lehernya yang putih. Gaun berbahan satin melekat erat bagai kulit kedua dan berwarna merah maroon senada dengan perhiasan yang dipakai. Gaun ini memiliki belahan cukup tinggi, jika salah bergerak sedikit bisa menampakan bagian dalam tubuh ayun yang tertutup segitiga kecil berwarna sama dengan gaunnya.

ting....

Ayun meraih ponselnya, sedikit tertegun dan kaget mendapati pesan berasal dari sekretaris besar. Dicengkeramnya kuat ponsel, bagaimana bisa memecatnya karena satu hari tidak masuk tanpa alasan lalu dipecat. Sempat ingin membalas kasar tetapi pada akhirnya ia hanya mengirimkan kalimat seperti baik besok saya akan datang.

krek...

Ayun berbalik mendengar suara pintu terbuka, seingatnya ia telah mengunci rapat pintu rumahnya.

"Siapa itu?" tanya Ayun berusaha tidak takut. Pencuri tidak mungkin ada barang yang bisa dibawa, semua sudah habis di jual demi membayar hutang.

"Siapa yang kamu tunggu?" tanya balik Carlo dengan santai berjalan menghampiri.

Mata Ayun melebar melihat Carlo di hadapannya. Sontak bergerak mundur hingga menyentuh meja rias, Carlo menyeringai senang melihat ketakutan yang terpancar di mata ayun dan gaun yang dipakai.

"Mengapa kamu disini?" tanya Ayun tidak senang. Jelas bukan sambutan yang diinginkan Carlo.

"Mengapa aku tidak boleh bersama tunangan ku?" tanya Carlo heran sekaligus meneliti bentuk gaun yang dipakai.

"Aku--". Ayun bingung mau berkata apa, kalau sampai Carlo tahu apa yang dipikirkan, bisa gawat.

"Apa kamu lupa acara hari ini untuk memperkenalkan siapa tunangan ku?" tanya Carlo bertambah kesal dengan jawaban Ayun.

"Aku--". Ayun mendelik tapi ia memang lupa. Mana bisa menjadi tunangan yang tidak dicintai, sumpah serapah dalam hati dengan kecerdasan buatan manusia yang rapuh.

"Jangan lupa kesepakatan yang kita buat Ayun" ancam Carlo setengah mengingatkan terus berjalan lambat. "Aku tidak lupa" bantah Ayun berusaha menjaga jarak dari Carlo, melihat itu ada rasa tidak senang bermunculan di benak Carlo.

"Kalau begitu, buat dirimu berguna". Carlo mendekat dengan perlahan, Ayun panik. "Kamu jangan merusak" teriak Ayun panik ketika tangan Carlo berada di pinggang lalu menariknya mendekat. "Tidak akan", Carlo cepat menutup mulut Ayun dan membuai dalam kenikmatan.

Ayun hanya bisa menyesali keputusannya menyetujui kesepakatan yang dibuat lima tahun lalu. Seandainya saat itu tidak terobsesi dengan Jero, mungkin sekarang ini, ia tidak berurusan dengan Carlo.

Satu tak pernah cukup bagi Carlo, ayun terpaksa melayani dengan senyuman. Carlo terlalu cemas mengenai malam ini, ada banyak rencana yang di persiapkan, ia takut semua bakal meleset.

Asap rokok membumbung tinggi di udara. s

Setiap kali Carlo menuntaskan hasratnya, muncul ketidakpuasan dalam dirinya sementara Ayun dibiarkan tertidur sejenak. Jam terus berdetak nyaring di telinga Carlo. Tidak ada kabar dari Caoli ataupun Robi.

Ponselnya diam tak ada aktivitas berarti. Kegelisahan tanpa sebab kembali menyeruak dalam hati Carlo. Helaan nafas berulangkali terdengar dari mulutnya, sebuah pemikiran negatif terlintas di kepalanya.

Lima tahun berusaha mendapatkan hati Ayun demikian rupa namun tetap tidak membuahkan hasil yang memuaskan hatinya. Apakah ia harus melepaskan padahal malam ini adalah pertunangan dirinya dan Ayun.

Satu batang berlanjut batang lainnya hingga asap memenuhi ruangan tersebut. Ayun terbangun karena merasa sesak nafas. "Huk...huk... huk.." seru Ayun bangun untuk duduk. Carlo menoleh ke arah ayun lalu mematikan rokok terakhir di asbak. "Bangun?" tanya Carlo menghampiri. "Mengapa kamu merokok begitu banyak?" tanya Ayun kebingungan, sejenak membiarkan Carlo mengecup atas rambutnya dengan kelembutan yang mengusiknya. "Aku hanya tegang dengan acara kita" jawab Carlo mengelak untuk memberitahukan yang sebenarnya.

"Tenanglah aku ada bersamamu" ucap Ayun merebahkan kepalanya pada dada Carlo. Sikap manja yang jarang diperlihatkan oleh Ayun memberikan sedikit ketenangan pada Carlo.

"Jika... jika nanti berjalan salah, apakah kamu tetap bersamaku, Ayun?" tanya Carlo bimbang. Mendengar itu, ayun menegakkan tubuhnya lalu menghadap Carlo. "Tentu saja, sekarang biarkan aku berpakaian cantik" tegas Ayun bergerak turun, tanpa ekspresi jelas terbaca di wajahnya membuat Carlo diam membisu melihat Ayun pergi ke kamar mandi.

Hidup memang seperti itu, terkadang penuh kejutan walaupun diusahakan sekuat tenaga jika bukan milik, tetap akan terlepas dari tangan.

Ayun menatap wajahnya di cermin kamar mandi. Perhiasan rampasan dari Jero masih terikat cantik di leher maupun telinganya. Senyum getir muncul sekilas sebelum ditutupi dengan mata tajam. Ia berbalik menyalakan shower, bergegas segera menyelesaikan acara malam ini.

Hati manusia tidak ada yang tahu kecuali Langit. Carlo menunggu di ruang tamu yang kosong tanpa apapun di sekitarnya. Kalau dipikir-pikir lagi, baru sekarang ia memperhatikan situasi rumah Ayun. Sejak kapan Ayun telah kehilangan banyak hal?, mengapa ia tidak menyadari hal ini?, apakah karena hal inilah yang membuat Ayun tidak mau dekat dengannya? pikiran terus berjalan pada otak besarnya. Satu persatu menganalisa selama ini apa saja yang telah di lewati. Kakinya bergerak ke arah ruang keluarga, ada sofa di sudut dengan meja rias di sudut lain, tidak ada lagi perabot yang menunjukan kondisi sebenarnya Ayun.

"Ada apa Carlo?" tanya Ayun kebingungan melihat tingkah Carlo saat keluar kamar. Carlo berbalik dan tertegun melihat penampilan Ayun yang luar biasa cantik dan mewah. "Dimana perabot rumahmu?" tanya Carlo ingin tahu, mendengar kalimat itu Ayun tertawa getir. "Mengapa tanya sekarang? sebentar lagi acara pertunangan kita akan dimulai, bukankah sebaiknya kita segera jalan kesana?" tanya Ayun mengalihkan pembicaraan. "Ayun..." tegur Carlo cepat. "Tidak sekarang. Bisakah kita jalan sekarang, Carlo? aku tidak mau terlambat pada acara besar ku sendiri" elak Ayun setengah menggerutu.

Carlo tersenyum lembut, "Tentu saja tapi jangan kamu pikir aku tidak akan bertanya lagi mengenai ini" katanya. Ayun cepat berjalan menuju pintu rumah, Carlo bergegas keluar rumah diikuti Ayun dibelakang.

Mobil mewah keluaran terbaru terparkir di depan pagar menunggu. Mata Ayun berbinar-binar melihat itu, Carlo mengengam tangan Ayun walau ada perasaan tidak nyaman. Jika ternyata keputusannya salah maka apa yang akan dilakukan olehnya pikir Carlo begitu duduk di dalam mobil dampingi Ayun yang santai. Terasa tenang tetapi Carlo merasa badai besar akan bermunculan seiring acara pertunangan mereka berdua dilakukan.