"Apakah ini ilusi, mengapa Tae Yu berada di hadapan ku sekarang. Apakah aku selamat di hari itu ataukah aku masih dalam kondisi tidak sadarkan diri dengan sebuah mimpi."
Ucap ku dalam batin seakan tidak percaya pada pengelihatan Ku saat ini.
Terasa hangat air mata ini saat membasahi kedua pipi ku. Aku benar benar tidak dapat percaya apapun tentang kondisi ini.
Dan saat aku berulang untuk yang ke dua kalinya dengan mengucapkan nama,
" Tae Yu."
Ia membalas padaku
" Maaf. Tapi benar ini adalah aku, Kim Tae Yu."
Nafas ku seakan sesak saat mulai mengingat kejadian di hari penculikan, di mana aku sempat sadar dan melihat sosok nya yang menyelamatkan ku dari orang itu dan seketika syok dengan apa yang di lakukan nya, lalu membuat ku ketakutan dan tidak sadarkan diri.
" Ya, aku ingat di hari itu. Ini memang bukan mimpi. Dia ada di hadapanku saat ini."
Aku berkata dalam hati ku untuk membuat ku yakin, agar semua Indra ku bisa segera merespon kejadian ini.
Aku melihat bahwa tempat ini bukan apartemen ku, dan bukan pula rumah sakit.
Aku melihat selang infus terpasang rapih di tangan kanan ku, sedangkan di bagian lengan kiri terdapat sebuah perban yang melindungi luka ku. Aku memperhatikan dengan seksama bahwa ini bukan mimpi, perih yang ku rasa sungguh nyata. Lalu pengelihatan ku berpindah dan menemukan bahwa pakaian ku telah di ganti.
Biasanya saat ini aku sudah mengalami kepanikan yang luar biasa, namun ada hal lain yang berubah pada diriku. Aku bisa tenang sambil mencerna semua kondisi baru yang datang padaku tanpa ku minta.
" Apakah semua ini perbuatan nya." suara Ku dalam hati.
Ku alihkan lagi pandang ku ke arah nya dengan air Mata yang masih mengalir meninggalkan bola mata ku.
" Bisakah kau berhenti menangis. Aku bisa menjelaskan semua ini padamu, dan aku juga bisa menjawab semua pertanyaan yang selama ini kau pendam." katanya pada ku.
Aku bangun dari tidur dan membuat posisi duduk saat ini, dan dengan cepat ia merespon gerakan ku yang hampir saja ingin jatuh dari tempat tidur lalu membetulkan posisi ku dan membuat ku nyaman dengan bersandar pada sisi atas ranjang dengan bantal yang berada di belakang ku saat ini.
Dengan cepat ia kembali lagi ke tempat duduk nya, dan mengamati ku. Ia hanya menunggu diriku untuk bertindak tanpa melalui pembicaraan.
" Apakah kau yang sudah menolong ku ?"
tanyaku padanya.
" Benar." balasnya
" Berapa lama aku tidak sadarkan diri ?"
" hanya 2 hari 2 malam."
" Apa...." Respon ku seakan terkejut mendengar itu. Aku benar benar dalam masalah saat ini.
" Bisakah kau tenang,? Aku sudah memastikan bahwa pekerjaan mu berjalan dengan baik, kecuali 1 hal, membalas pesan singkat dari teman mu Sania."
" Terima kasih, karena telah menolong dan membantu ku. Bisakah kau memberikan handphone ku sekarang?"
" Yang ku lakukan belum cukup padamu atas kesalahan ku. Tapi handphone mu sekarang sedang di isi daya nya! kau bisa mengambil nya nanti setelah ia terisi penuh."
" Aku sudah memilih untuk melupakan itu semua. Kau tidak perlu untuk mengingat itu kembali."
" Apakah kau juga melupakan ku ?
dan Apakah aku bisa mendapatkan kata maaf dari mu ?"
Ini seakan membuat luka lama yang telah ku buang jauh, kembali lagi padaku. Aku tidak bisa membalas pertanyaan nya padaku, seakan bibir ini membisu saat mengingat bahwa ia pergi dariku, di saat aku benar benar membutuhkan dirinya.
Luka yang begitu dalam saat aku kehilangan bayi yang ku kandung dari nya, dan Luka saat aku kehilangan sosok ayah, sehari setelah keguguran. Namun, yang paling membuat ku luka Sehingga tidak dapat menjawab pertanyaan nya adalah, Ia tidak pernah lagi muncul di hadapan ku setelah insiden di hari itu.