Sean menurunkan Lyora di atas tempat tidur milik gadis itu, ditatapnya penuh arti sembari mengusap pipi Lyora penuh kasih sayang, "Aku akan kembali setelah setengah jam, setelah itu aku akan menghukumu sayang--
"Apa kau akan membunuh pria tadi?" tukas Lyora khawatir jika calon suaminya itu mencoba untuk membunuh pria yang bahkan belum sempat menyentuh tubuhnya. Hanya beberapa tamparan saja, tak ada hubungannya dengan nyawa.
Sean mendudukan dirinya, membuka jas dan kemeja yang melekat di tubuh atletisnya hingga terpampanglah dada bidang dengan otot perut yang sempurna. Bukan hal baru bagi Lyora, namun hal itu mampu membuat Lyora malu sekaligus kagum.
Tanpa memperdulikan Lyora, Sean membaringkan tubuhnya di samping Lyora, menarik gadis itu ke dalam pelukannya.
"Tidak, hanya memberi sedikit kejutan karena telah berani mengusik miliku," bisik Sean. Lyora dapat merasakan hembusan nafas Sean di ceruk lehernya.
Tangan Sean melingkar di perut rata Lyora. Sean merasa sangat amat merindukan gadisnya itu, setelah Lyora menghilang hingga Sean mengarahkan seluruh anak buahnya agar dapat menemukan keberadaan Lyora, namun pada saat itu Sean menemukan Lyora dalam keadaan Lyora yang tak mengingat apapun membuat Sean jelas frustasi dibuatnya.
Pria itu hampir saja gila jika Lyora benar-benar tak mengingatnya lebih lama lagi.
Lyora mengusap lembut rahang tegas Sean, Sean yang merasa usapan tangan lembut milik Lyora hanya mampu memejamkan matanya, merasakan apa yang benar-benar ingin dirinya rasakan.
"Sudah saatnya kau berubah Sean," ucap Lyora hati-hati. Entah mengapa ia selalu merasa takut jika harus melontarkan kata perintah pada Sean.
"Berhenti bicara sayang, tidurlah..." gumam Sean masih dengan mata terpejam. Mendengar hal itu, Lyora mencoba membenarkan posisi tidurnya dengan dirinya yang menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Sean, ia tau jika Sean akan selalu menolak jika dirinya membahas perihal apa yang Sean dan keluarganya lakukan, hal yang sama sekali tidak Lyora suka.
Sean tersenyum tipis melihat Lyora yang bahkan selalu patuh pada apa yang dirinya katakan. Inilah yang Sean inginkan, membuat gadisnya patuh pada apa yang ia lontarkan.
***
Ting!
Pintu lift terbuka, Sean melangkahkan kakinya keluar dari dalam lift, semua maid dan para bodyguard sudah berbaris rapi. Tak hanya satu sampai dua maid saja, bahkan lebih dari dua puluh maid yang Sean pekerjakan. Begitupun dengan bodyguardnya, sungguh tak terhitung jumlahnya.
"Sudah siap?" tanya Sean seperti biasa dengan aura yang begitu mencengkram dan tatapan tajam bak elang.
"Siap tuan, silahkan.." ucap salah seorang pria berdasi.
Sean melangkah dengan langkah lebranya, berjalan menuju ruang bawah tanah dengan stelan santai ala rumahan, kaos hitam dan jeans yang terlihat begitu sempurna di tubuhnya. Kedua tangannya dimasukan ke dalam saku celana, wajahnya yang datar, tatapannya bak elang dengan kharisma yang bahkan tak terkalahkan.
Para bodyguard berdasi dengan mengenakan jas mahal harga selangit itu berjalan mengekori sang tuan, mengikuti kemana tuannya akan pergi.
"Dave," gumam Sean menatap Dave yang sudah ambruk di lantai. Sebelum Sean datang, dirinya meminta para bodyguardnya itu untuk bermain-main terlebih dahulu dengan pria yang sudah berani mengusik miliknya. Alhasil, keadaan Dave tampak menghawatirkan, luka di sekujur tubuhnya, darah yang keluar dari hidung dan mulutnya, tatapannya yang mengisyaratkan kekalahan dengan menatap Sean penuh ampun.
Sean berjongkok tepat dihadapan Dave, "Berapa tamparan yang kau layangkan?"
Dave tak menjawab. Sean melirik salah satu bodyguardnya yang berada di TKP pada saat Dave menampar Lyora. Seolah mengerti bodyguardnya itu buka suara, "Tiga, Tuan."
Sean berdecak, "Apa kau mau mati?"
Sontak Dave menggeleng kuat, pria itu sudah tak memiliki tenaga untuk bicara. Sekujur tubuhnya terasa remuk berkeping-keping, wajahnya yang sudah dibanjiri darah tak dapat membuatnya hanya sekedar buka suara saja.
"Baiklah kalo begitu, aku tak akan membunuhmu," kata Sean.
Tampaknya semua orang yang berada di ruangan itu merasa tak percaya, seorang Sean melepaskan mangsanya?
"Sesuai permintaan calon istriku," sambungnya.
Ya, Sean akan mengabulkan apa yang Lyora mau, untuk tidak membunuh Dave.
"Tapi sebagai gantinya--
Sean menggantung ucapannya, ia kembali bangkit dengan Dave yang bersujud dihadapannya.
"Perusahaan, rumah sakit dan butik milik keluargamu, akan ku hancurkan," sambungnya.
Ingin rasanya Dave menyangkal, ini murni kesalahannya, orangtuanya tak boleh ikut menanggungnya akibat dari semua ini, namun apalah daya, Sean tak sebaik itu pada mangsanya.
Sean meraih pisau tajam yang bodyguardnya berikan, kembali berjongkok dan--
Srettt....
"Ak-- akhh
Darah mengalir bersaman dengan rintisan Dave yang keluar namun seperti tertahan.
"Oh ya, aku hanya memberi tanda, bagaimanapun juga kau mangsaku yang akan ku lepaskan dan ku biarkan kau menderita dengan kemiskinan." Sean bangkit, berjalan ke arah wastafel yang ada di ruang itu, mencuci tangannya yang terdapat cipratan darah.
***
"Selamat malam nona, kami diperintahkan tuan muda untuk membantu Nona," ucap kepala maid yang tidak Lyora kenal.
Lyora memang sering melihat mereka di mansion ini, namun berkat keposesifpan Sean membuatnya tak dapat memperkenalkan diri dan menanyakan nama satu persatu para maid yang ada di sini.
Lyora yang baru saja bangun dari tidurnya, menatap mereka semua dengan mengernyitkan dahinya bingung, "Untuk apa?"
Mereka serentak membungkuk hormat, "Kami hanya menjalankan tugas."
Setelah itu, mereka berjalan mendekat pada Lyora, membantu Lyora berjalan ke dalam kamar mandi. Kesadaran Lyora yang masih belum terkumpul sempurna membuatnya hanya menurut saja, dikelilingi banyaknya maid yang akan membantunya membersihkan diri. Oh ayolah, Lyora pasti dapat melakukan itu sendiri.
Mereka membuka satu persatu kancing kemeja yang Lyora kenakan, hingga tersisa bra tanpa CD. Setelah itu membantunya masuk ke dalam bathtub berisi air susu. Seperti biasa, lilin dengan wewangian khas terpampang di sekitarnya. Setelah Lyora berhasil merendam dirinya, para maid itu mulai memijit tubuh Lyora, melakukan perawatan pada wajah Lyora, tugas yang seharusnya Lyora lakukan sendiri kini dilakukan oleh orang lain. Bahkan tidak hanya satu orang saja, melainkan lima maid yang membantunya membersihkan diri.
"Apa kalian melihat Sean?" tanya Lyora mulai memikirkan pria tampan yang sering mengisi pikirannya itu.
"Aku disini sayang, kenapa?" tanya Sean yang tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar mandi.
Lyora menatap Sean tak percaya. Malu, ya-- itulah yang Lyora rasakan saat ini.
"Merindukanku hm?" Sean berjalan mendekat, membuat Lyora semakin dibuat waspada. Kelima maid yang sedari tadi memijit dan melaksanakan tugasnya berdiri dengan pandangan yang menunduk.
Cup..
"Aku tunggu di bawah," bisik Sean tepat di depan wajah Lyora, bahkan Lyora sempat memejamkan matanya ulah hidung mereka yang sudah saling meyatu. Lyora dapat mencium aroma mint dari hembusan nafas milik pria tampan bak Dewa Yunani itu.