"Nona, tuan muda akan segera tiba," ucap seorang pria tampan dengan tuxedo yang melekat ditubuhnya.
Mengapa ada banyak sekali pria tampan di dalam sini.
Segera aku mengedarkan pandanganku ke setiap penjuru ruangan, aku tak tau ini tempat apa, terlihat seperti istana. Aku yakini, pemilik rumah ini merupakan pria tua bangka yang memiliki kulit keriput serta senyum brengsek. Lalu, siapa tuan muda itu? Apa pria tampan yang sempat ada di hadapanku kala aku membuka mataku untuk yang pertama kalinya?
Aku mencoba menghiraukan wajah tampan yang selalu melintas dipikiran ku, sedikit membuatku pusing dan aku tak suka itu. Pandanganku terpaku pada seorang wanita paruh baya yang tengah membungkuk hormat padaku sembari memberikan sebuah kotak hitam yang tak ku tau apa isinya itu.
"Tunggu," kataku menghentikan langkahnya membuat wanita paruh baya itu kembali membalikan tubuhnya menghadapku.
"Siapa namaku?" tanyaku.
Mungkin terdengar ambigu, saat semua orang menanyakan nama lawan bicaranya dan aku malah menanyakan siapa nama diriku sendiri, sudah ku bilang aku tidak mengingat apapun.
"Apa namaku Baby?" tanyaku lagi saat tak kunjung mendapat jawaban dari wanita itu. Aku sungguh menunggu jawaban yang akan wanita itu berikan, akan sangat membingungkan jika aku tak mengetahui namaku sendiri, bahkan jika aku tersesat aku tak dapat berbincang dengan sembarang orang tanpa nama.
"Namamu Lyora Axelyn, sayang. Ada apa?"
Sontak aku dan wanita paruh baya itu mengalihkan pandangan kami. Seorang pria yang memanggilku dengan sebutan 'Baby' dan sekarang dia memanggilku sayang? Siapa dia sebenarnya? Baru saja aku ingin menanyakan siapa nama pria itu namun wanita paruh baya yang terlihat membungkuk dengan sangat rendah itu sudah lebih dulu pergi meninggalkanku dengan pria yang tidak ku kenal ini.
Aku berjalan menuju lemari pakaian dan memasukan kotak hitam yang sempat wanita paruh baya itu beri padaku. Entahlah, aku tak tertarik untuk membuka kotak itu, kemudian aku berjalan ke arah tempat tidur. Merebahkan tubuhku, sembari menarik selimut seolah tak ada siapapun di ruangan ini. Aku sungguh menghiraukan keberadaan pria tampan yang tidak aku kenal.
Kepalaku sedikit pening, jadi aku memutuskan untuk memejamkan mataku sebentar. Selagi aku yang hanya ingin bermalas-malasan tanpa merasa ada pikiran yang mengganjal, setidaknya itu akan cukup membuatku tenang.
Baru beberapa saat aku memejamkan mataku, sebuah tangan kekar dirasa melingkar di pinggangku. Cukup lama aku hanya diam, diriku menegang dan rasa ingin lebih itu datang. Ini gila, aku mencoba menepis pikiran kotorku itu. Lalu aku membalikan tubuhku hingga pandangan kita bertemu--
"Kamu harus mengingatku, Baby.." lirihnya dengan suara yang terdengar begitu sexy. Seolah aku tak memiliki keinginan untuk lepas darinya, aku hanya diam sembari memandang setiap inci wajahnya. Mengapa ada pria sesempurna dia?
"Tidurlah, aku harus pergi ke suatu tempat setelah ini," sambungnya membuatku benar-benar diam tanpa menanggapi apapun. Mengapa aku tak dapat memberontak sekalipun?
***
AUTHOR POV
Dengan wajah yang begitu datar, tatapan tajam, pembawaan yang dingin sembari diikuti banyaknya bodyguard berpakaian tuxedo yang pastinya akan sangat mahal. Seluruh orang yang berada di lantai dasar tampak berdiri, menyambut kedatangan sang pemilik L&S technology company terbesar seantero.
Sean O'Pry— Siapa yang tidak mengenal dirinya, di usianya yang masih terbilang muda, walau sudah mulai memasuki kepala tiga tak membuat ketampanannya itu pudar. Para media mengincar dirinya untuk selalu dijadikan bahan berita di halaman utama surat kabar. Tentu saja karena itu menguntungkan, namun seorang Sean O'Pry yang tak pernah peduli akan komentar publik memilih untuk menutup diri dengan selalu menolak wawancara dari berbagai sumber.
"Pukul satu siang pertemuan dengan perusahaan Johnson, setelah itu pukul tiga sore rapat bersama para direktur, dilanjutkan--
"Batalkan semua!" tukas Sean membuat sekertaris dengan nametag Rachel Amanda itu mengangguk setuju. Mereka semua masuk kedalam lift, dengan suasana yang begitu mencengkram.
"Maaf tuan, tapi hari ada pertemuan dengan beberapa investor luar negri," tutur Rachel.
"Perusaahanku tidak terlalu bergantung pada mereka," jawab Sean. Kali ini Rachel sungguh kebingungan, tak tau harus membujuknya dengan cara apa. Biasanya, Lyora yang akan membujuk Sean prihal sesuatu yang selalu Sean anggap spele.
Namun, sayang sekali Lyora tengah bermasalah dengan alasan yang tidak mereka lontarkan membuat Rachel merasa semakin tak mengerti dengan apa yang terjadi. Namun, Rachel tak boleh menyerah karena ini menyangkut perusahaan.
"Tapi Tuan--
"Aku harus mendampingi Lyora, bagi ku yang terpenting saat ini dan seterusnya adalah dia!" Lagi dan lagi Sean memotong pembicaraan Rachel membuat wanita itu tampak frustasi dibuatnya.
"Baik, Tuan!" jawab Rachel pada akhirnya tak ingin membuat posisinya terguncang. Tentu saja Rachel hanyalah bawahan disini.
Pintu lift terbuka, mereka semua keluar dari dalam lift dengan Sean sebagai pemimpin dan mereka yang terus mengikutinya dari belakang. Beberapa saat pintu ruangan CEO terbuka lebar menampilkan swanita dengan berpakaian begitu minim. Sontak Sean mengalihkan arah pandangnya pada Rachel, "Siapa yang mengizinkan dia untuk masuk?"
Tentu Rachel merasa ketakutan dengan menundukkan kepalanya, "Ma-- maaf tuan. Ta-- tapi Nona Alexa memaksa untuk masuk."
"APA KAU LEBIH TAKUT PADA DIA DIBANDINGKAN DIRIKU ATASAN KAMU!!" bentak Sean membuat nyali Rachel menciut. Seluruh bodyguard sudah bersiap untuk mengeluarkan wanita yang membuat amarah Sean meluap namun Sean memberi instruksi jika dirinya akan mengatasi jalang itu sendiri.
"Ku dengar pemuas nafsumu tengah bermasalah, pasti kau sangat membutuhkan pemuas nafsu yang baru. Aku tak keberatan untuk itu," ucap Alexa ringan saat Sean baru memasuki ruangan.
Sean duduk di kursi kebesarannya, sembari memeriksa berkas-berkas yang ada dihadapannya, "Siapa yang kau magsud pemuas nafsu?"
"Lyora Axelyn, aku mendapat banyak informasi tentang dia," jawab Alexa.
Sean menatap Alexa dengan tatapan penuh permusuhan, rasanya Sean tak ingin hanya sekedar melempar tatapannya saja.
"Dia calon istriku, jangan berbicara semaumu atau aku akan menuntutmu!" tegas Sean dengan susah payah menahan amarahnya.
"Sean, ayolah---
"SECURITY!!!" teriak Sean dengan nada marahnya. Entah mengapa setiap menyangkut Alexa yang notabennya jalang di dunia malam dirinya merasa muak dan tidak terkendali. Bukan tegang, melainkan merasa emosi tak tertahan.
"Baiklah aku akan pergi sekarang, tapi aku akan kembali lagi nanti," ucap Alexa sembari pergi meninggalkan Sean yang akhirnya dapat merasa tenang. Dirinya merasa sangat merindukan Lyora, wanita yang selalu membuat hati dan pikirannya tenang, bukan sebatas pemuas nafsu saja.
Andai Lyora tak hilang ingatan, mungkin dirinya tak akan merasa sehancur sekarang ini. Entah karena apa dan karena siapa, sampai saat ini Sean belum menemukan siapa dalang dibalik celakanya Lyora, calon istrinya yang telah membuat sesuatu dalam dirinya mencair.