Chereads / CEO Jutek Dan Perisainya / Chapter 9 - Di Kerajaan

Chapter 9 - Di Kerajaan

"Jadi seperti ini Tuan, soal meninggalnya itu bukan karena Tuan Jaka dan kedua teman Tuan itu yang telah membunuhnya ..."

"Lha wong saya ikutan menyergap kok! Dan waktu itu eyang langsung jatuh ketika kita akan menggabungkan Ajian Parjanya Astra ..." terang Ja nampak kukuh dengan pendapatnya itu. 

"Lha kalau memang benar yang membunuh Eyang Resik adalah Tuan-tuan bertiga, lalu kenapa kedua teman Tuan itu malah terbunuh dan hancur tubuhnya setelah Eyang Resik menjadi mayat?" tanya Arjun membungkam pendapat Jaka. 

"Lha iya itu yang saya tidak habis pikir sampai saat ini," jawab Jaka nampak terlihat bengong. 

"Hehehe ... jadi gini Tuan Jaka ... kalau Tuan ingin tahu kejadian yang sebenarnya ..."

"Iya, iya gimana kejadian yang sebenarnya?" sahut Jaka sambil membenahi posisi duduknya. 

"Sebelum Eyang Resik berangkat ke Goa beliau itu sudah bilang ke saya bahwa beliau itu sudah mau mati, jadi beliau naik ke gunung itu memang mau menemui ajalnya, cuma bukan dengan kalian bunuh, melainkan beliau itu muksa ..."

Mendengar penjelasan dari Arjun itu Jaka nampak kaget. 

"Memang benar begitu Nak?"

"Ya Tuan boleh percaya atau enggak itu terserah Tuan, tapi kalau kejadian yang sebenarnya ya memang begitu itu.Seandainya waktu itu Eyang Resik tidak kalian hadang, tentu beliau itu meninggalnya ya langsung di atas batu itu, tapi berhubung kalian hadang dan memang ajal Eyang sudah tiba, ya akhirnya Eyang matinya pas ketika masih meladeni Tuan-tuan itu."

"O ... jadi begitu ceritanya? Ya udah saya sekarang percaya dengan omongan Nak Arjun, tapi ngomong-ngomong Nak Arjun ini siapanya Eyang ya? Kok kelihatannya tau betul dengan Eyang sakti itu?"

"Saya ini Cucunya Tuan, ya inilah rumah beliau." 

"O gitu ..." ujar Jaka sambil manggut-manggut. 

"Lha terus Tuan ini berasal dari mana?" tanya Arjun. 

"Saya berasal dari Desa Dadapan, tepatnya berjarak lima ratus mil dari Kotaraja, Nak Arjun sudah pernah ke sana?"

"Belum Tuan, saya ini tidak pernah kemana-kemana, keseharian saya ya cuma berkebun dan kadang-kadang ke pasar untuk sekedar menjual hasil panenan saya." 

"Ya mudah-mudahan suatu saat kamu bisa berkunjung ke Kotaraja, nanti saya ajak jalan-jalan melihat-lihat Kerajaan Mulyajaya."

"Wah, saya gak mungkin ke sana Tuan dan memang saya gak kepingin, saya lebih betah tinggal di gubuk saya ini."

"Ya itu terserah Nak Arjun saja, cuma kalau melihat kemampuan yang Nak Arjun miliki sayang kalau gak digunakan untuk berjuang." 

"Berjuang gimana maksudnya Tuan?"

"Ya mengabdi untuk Kerajaan, ya misalnya jadi prajurit, jadi tukang rawat kuda, atau sekedar jadi pelayan istana, ya banyak lah pokoknya."

"Saya gak ada bakat jadi pegawai istana Tuan, karena dari kecil saya ini sudah terbiasa hidup di tempat sepi kaya gini, dan saya ini modelnya gak bisa kalau menjalani hidup itu terlalu banyak diatur, ya seperti itulah Tuan, saya itu pokoknya lebih suka hidup sederhana tapi bebas seperti ini."

"Oh iya gak papa ... ya kalau gitu saya mau minta pamit Nak Arjun? Saya akan langsung pulang." 

"Kok buru-buru amat to Tuan, apa gak sebaiknya tinggal di sini dulu untuk beberapa hari?"

"Ya terimakasih atas kebaikan Nak Arjun, saya akan selalu ingat, tapi saya harus segera pulang, karena sudah terlalu lama saya meninggalkan rumah, mungkin keluarga saya juga sudah mengira kalau saya ini sudah tewas."

"Ya baiklah Tuan saya hanya bisa mendoakan semoga Sang Esa selalu melindungi perjalanan Tuan hingga sampai ke rumah." 

Lalu Jaka pun segera pergi meninggalkan rumah Arjun, dan sebagai seorang pendekar maka dia pun menggunakan ilmu Saifi Angin untuk mempercepat perjalanannya. 

***

Sementara itu di Kerajaan Mulyajaya nampak suasana duka sedang menyelimuti Kerajaan, itu dikarenakan sang Raja Prabu Damantara sedang mengalami sakit, sudah hampir satu bulan ini beliau terbaring lemah dalam ranjangnya.

Bahkan pihak Kerajaan pun sampai mengeluarkan sayembara yang berbunyi: "Bagi siapa saja yang bisa mencarikan obat untuk menyembuhkan penyakit Gusti Prabu Damantara maka akan diberikan hadiah yang besar dan akan dijadikan sebagai pejabat tinggi Kerajaan," begitulah isi sayembara tersebut. 

Lalu kemudian sayembara tersebut disebarluaskan ke seluruh penjuru wilayah kekuasaan kerajaan Mulyajaya. 

Sementara itu meskipun Sang Raja sedang sakit namun roda kepemerintahan haruslah tetap berjalan, lalu dengan kondisi yang masih seperti itu maka untuk tugas kepemerintahan beliau menyerahkan kepada Permaisuri Dewisinta untuk menggantikannya.

Dewisinta adalah Permaisuri tertua dari keempat Permaisuri yang ada, selain karena memang dia lebih tua secara usia Permaisuri Dewisinta juga memiliki kecerdasan dan kekuatan dalam berpikir. Tidak jarang kebijakan-kebijakan yang diambil oleh sang Raja itu merupakan hasil dari pemikiran beliau, namun meskipun Sang Ratu memiliki kelebihan dalam berpikir tapi ada kekurangan yang dia miliki, yaitu masalah keturunan, yah, Sang Ratu Dewisinta tidak bisa memiliki keturunan alias mandul. 

Sebenarnya Raja Damantara sudah memiliki tiga putra mahkota yaitu Pangeran Adanu, Pangeran Pranan dan Pangeran Abimanyu, dan juga memiliki tiga Putri yang bernama Candra Asih, Awandana dan Restu. 

Ke-enam putra dan putri Raja itu merupakan anak dari Permaisuri Dewicahya, Sariayu dan Larasati. Dan dari ketiga Pangeran yang ada, Adanu lah yang sudah menginjak usia dewasa karena untuk Pangeran Praban dan Pangeran Abimanyu masih terbilang usia anak-anak, karena masing-masing masih berumur lima tahun. 

Dan mestinya kalau berbicara pewaris tahta Kerajaan Pangeran Adanu itu yang seharusnya menjadi pengganti Raja Damantara, namun sangat disayangkan dia yang semestinya mempersiapkan diri untuk menjadi seorang Raja dengan belajar namun malah menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang dan berfoya-foya, bahkan tidak jarang dia juga sering menggoda para putri-putri Kerajaan yaitu anak dari para punggawa-punggawa dan bahkan dayang-dayang istana yang dinilai cantik-cantik pun tidak luput olehnya. 

Di malam hari yang terasa panas karena memang sudah lama tidak turun hujan, Prabu Damantara yang masih terbaring lemah itu nampak sedang berbicara kepada Permaisurinya yang paling muda yaitu Permaisuri Larasati, dengan suara yang terbata-bata beliau berkata,

"Permaisuri Ku Dinda Larasati ... tolong panggilkan semua Permaisuri kemari, ada hal penting yang ingin aku bicarakan kepada kalian semua ..."

"Baik Kakanda Raja akan saya panggilkan para Permaisuri kemari ... saya mohon permisi dulu ..." jawab Ratu Larasati sambil bergegas melangkah. 

Nampak Sang Prabu Damantara hanya menganggukkan pelan kepalanya sambil memandang kepergian permaisurinya. 

Lalu Permaisuri Larasati pun segera bergegas menuju ke masing-masing istana para Permaisuri yang memang tempatnya saling berdekatan. 

Tok, tok, tok ...

"Kakanda Ratu Sariayu ..."

Tok, tok, tok ...

"Kakanda ... ini aku Dinda Larasati ..."

Kreeek ...!

Suara pintu dibuka, nampak Bibi pelayan yang muncul. 

"Oh, Kanjeng Ratu Larasati ... Silakan masuk."

"Kakanda Ratu Sariayu adakan Bik?"

"Ada Kanjeng Ratu ... ada, silakan masuk, sebentar saya panggilkan ..."

Tidak lama kemudian Ratu Sariayu pun muncul. 

"Oh, Dinda Ratu Larasati ... ada apa Dinda? Kok keliatannya ada sesuatu yang mau dibicarakan?"

"Benar Kakanda Ratu ... baru saja Kakanda Raja meminta saya untuk memanggilkan semua para Permaisuri, semua diminta menghadap ke beliau sekarang."

"Baiklah saya akan segera kesana," jawab Ratu Sariayu. 

"Kalau begitu saya akan lanjut memanggil Ratu Dewicahya dan Ratu Dewisinta."

"Oh iya silakan ..." balas Ratu Sariayu. 

Kemudian Ratu Larasati pun melanjutkan memanggil dua Ratu yang lain, dan tidak lama kemudian para Ratu pun sudah berkumpul di samping Sang Raja yang sedang terbaring lemah itu. 

"Para Permaisuriku ... sudah satu bulan lebih aku terbaring sakit, dan sudah banyak tabib juga yang didatangkan untuk mengobati, namun nampaknya belum ada satupun yang berhasil menyembuhkan penyakit yang kuderita ini."

Bersambung ...