Chereads / CEO Jutek Dan Perisainya / Chapter 13 - Memilih Diam

Chapter 13 - Memilih Diam

'Apakah mayat sakti ini kira-kira mayatnya Eyang Reksa Jagat itu ya? Kalau memang iya kok pihak istana sudah tahu dengan keberadaannya? Padahal selama ini yang tahu dengan mayat itu kan cuma aku? Atau mungkin ada mayat sakti yang lain?' tanyanya dalam hati. 

'Kalau memang benar itu mayat sakti Eyang Resik aku kurang yakin akan ada orang yang mampu membuka pintu gaib Goa itu, apa lagi sampai membawanya, bahkan pendekar seperti Winoto dan Santoso saja telah tewas dibuatnya, kecuali dia itu memang benar-benar pendekar sakti mandraguna dari aliran putih sebagaimana Eyang Resik itu sendiri berasal' ucap batin Jaka. 

Di saat Jaka masih memikirkan sayembara itu tiba-tiba dia yang sedang duduk bersila di dalam rumahnya merasakan hembusan angin yang sangat kuat, bahkan saking kuatnya hembusan angin itu membuat tiang-tiang yang ada di dalam rumahnya ikut bergerak. 

"Ohh rupanya ada pendekar sakti yang akan datang ke rumahku, aku harus bersiap siaga. Hap, hiyyak!" ucap Jaka sambil melompat keluar rumah. 

Dan benar saja begitu Jaka telah berada di luar ternyata telah ada sepasang pendekar pria dan wanita berdiri di halaman rumahnya. 

"Huahahaha ... Hei, Jaka! Masih ingatkah engkau dengan kita berdua?" 

Sesaat Jaka memandangi sepasang Pendekar itu. 

"Oh ... rupanya kamu Panjol dan kau Roro ayu? Mau apa kalian berdua datang kemari?" tanya Jaka. 

"Aku dengar kamu tahu dengan keberadaan mayat sakti itu? Tolong beritahu aku di mana tempatnya?"

"Mau apa kamu tanya tentang keberadaan mayat sakti itu?"

"Aku ingin mengambilnya dan akan aku simpan sebagai pelengkap kesakitan yang aku miliki," jawab Panjol. 

"Oh, aku kira kamu ingin ikutan jadi punggawa Kerajaan Mulyajaya dengan mengikuti sayembara itu."

"Cuih! Aku tidak butuh kalau cuma jadi punggawa Kerajaan, yang aku inginkan adalah kesakitan yang sempurna untuk menguasai seluruh dunia persilatan yang ada, karena dengan begitu aku akan mudah untuk menaklukkan seluruh penguasa-penguasa yang ada di bumi ini, termasuk Kerajaan Mulyajaya."

"Besar sekali ambisi mu Panjol! Tapi yang jadi pertanyaan. Apakah kemampuan yang kalian miliki itu cukup untuk bekal kalian mengambil mayat sakti itu? Karena aku masih ragu kalian akan mampu melakukannya."

Mendengar jawaban dari Jaka seperti itu Roro ayu langsung marah. 

"Bedebah kau Jaka! Jawab saja di mana letak mayat sakti itu berada?! Apa perlu aku paksa dengan pedangku ini?! Agar kau mau membuka mulutmu!" bentak Roro Ayu. 

"Sebelum kalian menyesal buang saja jauh-jauh mimpi kalian itu, karena aku yakin kalian berdua tidak akan pernah sanggup untuk membawanya, malahan yang ada kalian berdua akan mati konyol sebelum kalian bisa menyentuhnya," ujar Jaka mencoba menjelaskan.

"Karena Pendekar sekelas Winoto dan Santoso saja bisa hancur dengan mayat itu," lanjut Jaka berujar. 

"Jadi dengar ucapanku ini! Kubur dalam-dalam angan-angan mu itu! Jangan sampai tindakan bodoh kalian ini justru akan mencelakai diri kalian sendiri!" Tegas Jaka memberi nasehat kepada sepasang pendekar itu. 

"Kurang ajar kau Pendekar cebol! beraninya engkau menyamakan kita dengan kedua temanmu itu! Rasakan ini Hiyyaat ... hiak, hiak!" 

Roro Ayu pun langsung menyerang Jaka dengan mengarahkan tendangan keras kaki kanannya, namun karena Jaka juga sudah siap, maka dia pun langsung berkelit ke kiri dengan Mencondongkan tubuhnya.

Dan karena tendangan kerasnya hanya mengenai ruang kosong maka Roro Ayu pun langsung jatuh terjerembab ke tanah, akan tetapi dengan sigapnya pendekar perempuan itu langsung segera bangkit dan kembali menyerang. Karena merasa malu tendangannya tidak mengenai sasaran Roro Ayu pun nampak sangat marah, lalu dia pun mencabut pedangnya. 

Sring ...! 

Bunyi pedang Roro Ayu nyaring terdengar, lalu dia mengibas-ngibaskannya ke kanan dan ke kiri hingga nampak mengeluarkan kilauan karena terkena pantulan sinar Rembulan. 

Dan selanjutnya dia terlihat memasang kuda-kuda untuk jurus selanjutnya. 

"Ayo Jaka! Kamu jangan berbangga dulu! Aku belum kalah! Hadapi jurus pedangku ini!" ujar Roro Ayu. 

Melihat lawannya mengeluarkan senjata, Roro Ayu nampak masih terlihat tenang, akan tetapi kali ini dia akan lebih berhati-hati untuk menghadapinya. 

"Bersiaplah untuk mampus kau Jaka! Hiap, hiap ...!" 

Roro Ayu pun langsung menyerang dengan menyabetkan pedangnya itu dengan gerakan menyendok dari bawah ke atas. 

Namun lagi-lagi Jaka mampu menghindar dari sabetan pedang Pendekar wanita itu dengan melakukan gerakan mundur satu langkah sambil melakukan gerakan kayang. 

Merasa lawannya masih bisa lolos Roro Ayu pun terus memburu Jaka dengan gerakan yang sama namun dengan intensitas yang lebih cepat lagi hingga akhirnya Jaka benar-benar terpojok di teras rumahnya. 

Dan begitu dirasa sudah terjepit dan sulit lagi untuk menghindar Jaka pun langsung memutuskan untuk melompat tinggi ke atas. 

"Hep Heyyak ...!" 

Dan tubuh Jaka pun langsung melesat ke atas hingga akhirnya menjebol pinggiran atap teras rumahnya itu. 

Gubrakk ...! 

Melihat lawannya melompat Roro Ayu pun tidak mau ketipu lagi bersamaan dengan melompat nya Jaka dia juga langsung menyabetkan pedangnya ke atas. 

"Mampus kau keparat! Hiyyaat ...!" serang Roro Ayu.

"Aaahhh ..." Jaka berteriak kesakitan karena sabetan pedang Roro Ayu mengenai betisnya dan akhirnya Jaka pun terjatuh dan roboh. 

Beruntung yang mengenai kakinya itu hanyalah ujung pedang saja, jadi luka yang ditimbulkannya pun tidak terlalu dalam. 

"Hahaha ... hayo bangkit kau pendekar cebol! Atau pingin aku penggal kepalamu saat ini juga!" bentak Roro Ayu dengan pedang masih dalam genggamannya. 

Sementara itu Panjol yang sejak tadi hanya menyaksikan jalannya pertarungan itu nampak ikutan menertawai Jaka yang sedang kesakitan. 

"Hahaha ... bagaimana Jaka baru melawan istriku saja kamu sudah terjungkal, bagaimana masih mau lanjut atau menyerah? Ayo cepat tunjukkan di mana tempat mayat sakti itu?!" tanya Panjol dengan nada tinggi. 

Dengan sedikit meringis karena menahan sakit, Jaka memilih tidak menjawab ucapan Panjol dia malah bergumam dalam hatinya. 

'Ohh, rupanya tubuhku sudah tidak kebal lagi, kekebalan dan kesaktian yang kudapatkan dari mayat Eyang Resik beberapa waktu lalu ternyata sekarang ini sudah hilang. Oh, aku harus bisa bertahan, aku tidak mau kalah hanya dengan Pendekar betina seperti Roro Ayu itu,' ucapnya dalam hati. 

Lalu Jaka pun mencoba untuk bangkit meskipun masih merasakan sakitnya luka sabetan pedang Roro Ayu, dan akhirnya dia pun bisa kembali berdiri lagi dengan tegak. 

"Kalian jangan berbangga dulu, aku masih belum kalah, aku masih sanggup meladeni kalian berdua sekaligus!" tantang Jaka.

"Dasar keras kepala! Disuruh ngasih tau tempat mayat sakti malah ngelawan, pilih mampus ya kamu?!"

"Ayo hajar lagi Dinda! tapi jangan dibunuh! Bikin dia menyerah, kalau perlu congkel mulutnya biar mau ngomong terus terang!" seru Panjol.

Jaka yang sedari tadi hanya diam dan tidak menjawab ucapan musuhnya itu nampak sudah bersiap untuk melanjutkan pertarungan lagi. 

Sring ...! 

Jaka pun mencabut pedangnya. 

Bersambung ...