Chereads / CEO Jutek Dan Perisainya / Chapter 22 - Ratu Hendak Marah

Chapter 22 - Ratu Hendak Marah

"Aaahh, kamu ini gak tahu kalau ini urusan penting! Ini masalah keselamatan Gusti Prabu! Sudah minggir sana, biar aku sendiri saja yang langsung memanggil beliau!" ujar Senopati sambil bergegas menuju pintu Puri Indahsari. 

Dan begitu tangan Senopati akan memegang gagang pintu tiba-tiba pintu Puri dibuka dari dalam. 

Kreek ...!

Nampak sang Ratu Dewi Sinta keluar dengan tangan masih memegang bunga untuk pemujaan. 

"Ada apa ini kok ribut-ribut? Lho kamu Senopati, kok sudah pulang? Apa sudah berhasil mendapatkan mayat sakti itu?"

"Ampun gusti Ratu kalau hamba mengganggu Gusti Ratu melakukan pemujaan ... saya tadi memang memaksa untuk bisa langsung menghadap," ujar Senopati sambil menghaturkan sembah hormatnya. 

"Maafkan kami Gusti Ratu ... kami hanya menjalankan titah Gusti Ratu Dewi Sinta, sekali lagi hamba mohon ampun ..." ujar dayang-dayang dengan rasa takut. 

"Sudah-sudah kalian semua tidak salah ... kamu dayang-dayang sekarang kamu boleh tinggalkan ruangan ini tunggu dibelakang."

"Hamba Gusti Ratu ..." lalu para dayang-dayang itu pun pergi meninggalkan ruangan itu. 

"Bagaimana dengan tugasmu Senopati Bagaskara?" tanya Ratu Dewi Sinta. 

"Puji syukur bagi Dewata Agung, saya sudah bisa menemukan mayat sakti itu gusti ... meskipun itu bukan murni usaha saya sendiri."

"Lalu siapa yang membantu kamu Senopati?" tanya Ratu Dewi Sinta. 

"Saya dibantu oleh orang yang benar-benar sakti sekaligus satu-satunya orang yang bisa membuka pintu Goa itu," terang Senopati. 

"Karena memang Goa tersebut ditutup menggunakan pintu gaib dan orang itulah yang bisa membukanya, karena memang dia yang memasang pintu gaib itu."

"Siapakah pendekar sakti itu Senopati?" tanya sang Ratu. 

"Dia bernama Arjun, pemuda desa yang hanya bekerja sebagai petani dan pedagang sayur. Dialah satu-satunya cucu dari Eyang Resik itu gusti."

Mendengar penuturan dari Senopati Bagaskara nampak Ratu mengangguk-angguk tanda sangat serius dalam mendengarkannya. 

"Lalu apakah kamu tidak bertemu dengan pendekar-pendekar lain yang juga ikut mencari mayat sakti itu?"

"Lha itulah Gusti yang sebenarnya hamba mau tanyakan, kenapa gusti Ratu membuat sayembara kalau sudah menyuruh hamba?" tanya Senopati. Sejenak gusti Ratu Dewi Sinta nampak tersenyum tipis dan akhirnya menjawab pertanyaan dari Senopatinya itu. 

"Aku memang mengadakan sayembara itu tanpa sepengetahuan mu, tapi itu bukannya aku bermaksud meragukanmu Senopati, karena aku tahu kalau pun toh kamu ketemu dan harus bertarung dengan mereka aku yakin kalau kamu bisa mengalahkannya, dan aku juga sudah sangat yakin bahwa kamulah yang akan berhasil membawa mayat sakti itu."

"Lalu maksud Gusti Ratu apa?" tanya Senopati masih penasaran. 

"Aku bermaksud ingin menghabisi pendekar-pendekar aliran sesat yang memiliki niat buruk terhadap Kerajaan dengan tanpa mengeluarkan kekuatan untuk itu," terang Ratu Dewi Sinta memberi penjelasan. 

"Karena aku sadar bahwa di luar sana banyak para musuh-musuh negara yang selalu mengincar dengan tahta Kerajaan, sebelum mereka bersatu untuk menyusun kekuatan maka aku lenyap kan terlebih dahulu dengan kedok sayembara ini."

Mendengar penjelasan dari Ratu Dewi Sinta nampak Senopati Bagaskara mengangguk-angguk paham dengan taktik yang digunakan oleh junjungannya itu. 

'Benar-benar cerdik Gusti Ratu, memang benar dengan adanya sayembara itu telah banyak memakan korban dari golongan pendekar-pendekar aliran hitam meskipun masih ada yang lolos,' gumam Senopati dalam hatinya. 

"Lalu sekarang mana mayat sakti itu Senopati?" tanya sang Ratu. 

"Ampun Gusti Ratu ... saya tidak diperkenankan untuk membawa mayat sakti itu oleh Tuan Arjun, tapi ..." belum selesai Senopati berbicara Ratu Dewi Sinta langsung memotong pembicaraannya. 

"Apa!? Jadi kamu gak berhasil mendapatkan mayat sakti itu!?" tanya Ratu nampak mulai marah. 

"Ampun Gusti Ratu ... tolong Gusti Ratu bersabar dulu ... memang saya tidak diizinkan untuk membawa mayat sakti itu, akan tetapi saya diberi rambut dari mayat sakti tersebut, dan menurut Tuan Arjun kalau hanya untuk menyembuhkan penyakit paduka Prabu menggunakan rambut ini saja sudah cukup," ujar Senopati sambil menundukkan wajah karena tahu kalau junjungannya itu mulai marah. 

"Terus sekarang mana rambut mayat sakti itu!?" tanya Ratu masih dengan suara tinggi. 

"Ini Gusti ..." ujar Senopati sambil menyerahkan tiga helai rambut yang sudah berwarna putih itu. 

"Hanya tiga helai ini!? Apakah ini bisa untuk menyembuhkan penyakit Paduka Prabu!?"

"Dicoba saja dulu gusti Ratu, andai nanti tidak berhasil dan memang mengharuskan untuk membawa mayat sakti itu maka saya siap untuk balik lagi ke sana dan saya akan membujuk bahkan kalau perlu akan saya paksa Tuan Arjun agar mau menyerahkan mayat sakti itu," papar Senopati memberi keyakinan pada junjungannya itu. 

"Baiklah kalau begitu terus ini cara menggunakannya bagaimana?"

"Cukup dipakai untuk sebuah azimat Gusti Ratu," ujar Senopati. 

"Baiklah sekarang kamu boleh pulang Senopati istirahatlah ..." ujar Ratu yang mulai terlihat melunak pembicaraannya. 

Setelah Senopati pergi lalu Ratu memerintah salah satu Dayang untuk membungkus rambut pusaka itu dengan kain sutra dan supaya dijahit menggunakan benang emas. 

"Tolong bentuk menjadi sebuah ikat lengan untuk kemudian di pakaikan di lengan Gusti Prabu"

"Baik Gusti Ratu ..." 

Lalu Dayang itu pun segera melaksanakan perintah junjungannya untuk membuatkan sebuah ikat lengan yang akan dipakai oleh sang Raja. 

Tidak lama kemudian Dayang itu pun telah selesai membuatkan ikat lengan untuk sang Raja dan kemudian segera menyerahkannya kepada Gusti Ratu.

"Ini Gusti Ratu ... ikat lengannya sudah selesai," ujar Dayang sambil menyerahkan ikat lengan itu. 

Lalu Setelah menerima Azimat itu, Ratu pun segera beranjak menuju Istana paduka Prabu sambil membawa Azimat rambut pusaka tersebut dengan diiringi dua orang prajurit pengawal dan dua orang dayang-dayang. 

Selama berjalan menuju istana Raja, banyak sekali dijumpai prajurit yang sedang berjaga-jaga di tiap sudut dan lorong Kerajaan, dan begitu melihat rombongan Ratu Dewi Sinta lewat mereka yang semula terlihat ngobrol-ngobrol dengan sesama prajurit lainnya nampak langsung bergegas menata posisi untuk memberi hormat kepada sang Ratu. 

Tidak lama kemudian Ratu pun sampai di istana utama, dan begitu masuk beliau langsung menuju kamar di mana Paduka Raja beristirahat. Nampak di situ sang Prabu masih tergeletak lemah di atas ranjang mewahnya. 

Dan begitu melihat Permaisurinya datang Prabu langsung menggerakkan jarinya memberi isyarat untuk memanggilnya. 

"Iya Kanda Prabu ... ini saya sudah membawakan Azimat untuk Kanda ... semoga setelah mengenakan Azimat ini Kanda Prabu segera kembali sehat normal seperti sediakala," tutur sang Permaisuri sembari mengeluarkan Azimat rambut pusaka yang sudah dibungkus dengan kain sutra yang dijahit menggunakan benang emas itu. 

"Dayang ... tolong bantu pegang tangan Paduka Raja," pinta Ratu Dewi Sinta kepada salah satu Dayang. 

"Baik Gusti Ratu ..."

Lalu Dayang itu pun segera memegang tangan Gusti Prabu, nampak tangan Dayang itu terlihat gemeteran begitu memegang tangan Raja hingga membuat Ratu merasa kesulitan untuk memasang Azimat itu. 

"Dayang kamu biasah saja ... yang tenang ... jangan gemetaran seperti itu ... nanti tangan Gusti Prabu malah jatuh," ujar Ratu Dewi Sinta.

"Maaf Gusti Ratu ..." balas sang Dayang sambil mencoba untuk lebih tenang.

Dan tidak lama kemudian Ratu Dewi Sinta pun telah selesai memasang Azimat itu di lengan Prabu. 

Nampak Ratu Dewi Sinta memperhatikan sang Raja sesaat setelah pemakaian Azimat itu. 

Bersambung ...