Lagi-lagi keanehan pun terjadi, begitu tombak pusaka itu dipukul-pukulkan ke telapak tangan kirinya tiba-tiba gagang tombak itu berubah jadi lapuk dan ujungnya juga tiba-tiba juga berubah jadi besi yang rusak dan berkarat dan akhirnya tombak pusaka itu pun patah.
Prabu Damantara nampak masih belum mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi, sang Raja juga belum sadar bahwa kekuatan yang ada pada tombak pusaka itu telah kalah dan luntur dengan kekuatan yang ada pada rambut sakti yang diikatkan di lengannya itu.
Ditengah-tengah kebingungannya itu lalu tanpa sadar Prabu Damantara menyandarkan tubuhnya pada sebuah rak yang berisikan cinderamata pemberian dari Raja-raja sahabat yang terbuat dari batu permata dan logam mulya, dan begitu disandari tubuh sang Raja, sontak saja rak tersebut bergoyang dan cinderamata itu pun berjatuhan. Lalu dengan gerakan yang sangat cepat dan super kilat Prabu Damantara menangkap semua permata itu tanpa ada satu pun yang terjatuh ke lantai.
"Oh, ada apa dengan ku ini? Kenapa tiba-tiba aku bisa melakukannya? Apakah ini karena gelang rambut sakti ini?" ujar Prabu Damantara sambil memegangi gelang yang melingkar di lengan kanannya itu.
Nampaknya sang Prabu mulai menyadari dengan munculnya kekuatan yang ada pada dirinya.
"Jangan-jangan luluhnya tombak pusaka itu tadi juga gara-gara gelang rambut sakti ini? Yah, aku harus membuktikannya bahwa ini semua memang bersumber dari gelang ini," ujar sang Raja dengan tangan masih memegangi gelang rambut sakti itu.
Sesaat kemudian Prabu Damantara pun melepas gelang rambut saktinya, lalu gelang itu pun dia taruh di atas sebuah meja, setelah itu beliau mengambil sebuah pedang yang cukup besar ukurannya, kemudian pedang itu dia cabut dari sarungnya "Sring ..." suara pedang itu terdengar sangat nyaring melengking.
Kemudian pedang tersebut dia pandangi dan lalu beliau mainkan dengan memutar-mutarnya ke kanan dan ke kiri.
"Aneh saya merasa seperti kehilangan kekuatan pada diri saya, bahkan lengan saya juga merasa pegal-pegal dan cepat lelah. Yah tidak salah lagi ini semua pasti gara-gara gelang rambut sakti ini," ujar Prabu Damantara sambil menyudahi gerakan memainkan pedangnya itu.
Sesaat kemudian Prabu Damantara memasang kembali gelang rambut saktinya, lalu setelah itu diambilnya lagi pedang besar itu dan kemudian dimainkannya lagi seperti semula.
Namun kini Prabu Damantara kembali merasakan perbedaan dengan permainan yang sebelumnya, pedang yang tergolong berat karena memang ukurannya yang besar itu nampak hanya seperti sebuah pedang kayu yang kering dan tidak berbobot, karena dengan sangat mudahnya beliau memainkan pedang itu, digerakkan nya pedang tersebut ke kanan dan ke kiri, lalu diputarnya ke atas dan ke bawah.
Dan karena saking semangatnya Prabu Damantara memainkan pedang itu gerakannya pun mulai tidak terkontrol lagi, hingga pada titik tertentu secara tidak sengaja, tepatnya ketika sang Prabu sedang melakukan gerakan memutar dari atas ke bawah tiba-tiba sang Prabu telat merunduk kan kepalanya dan tak pelak lagi akhirnya pedang besar itu pun menghantam kepala sang Prabu sendiri dan akhirnya ...
"Tuang ..."
Tak pelak, benturan keras pun tak bisa dihindari lagi, namun lagi-lagi keajaiban itu terjadi dan kembali terulang, pedang pusaka yang memiliki ukuran sangat besar dan cukup berbobot itu tiba-tiba patah menjadi dua bagian.
"Aaahh ...!"
Meskipun tidak merasakan sakit namun Prabu Damantara berteriak cukup keras karena kaget, hingga membuat dua orang prajurit penjaga tiba-tiba datang mengetuk pintu.
Tok, tok, tok ...!
"Gusti Prabu, Gusti Prabu... Gusti Prabu kenapa?" tanya salah satu prajurit.
"Ah, gak apa-apa prajurit, saya tidak papa, ini saya hanya sedang berlatih memainkan pedang," ujar Prabu Damantara tanpa membukakan pintu.
"Sudah lah kalian kembali berjaga, saya tidak papa," lanjut ujar sang Prabu.
"Baiklah Gusti Prabu syukurlah kalau Gusti tidak papa," sahut kedua prajurit itu sambil kembali menuju tempatnya semula.
Sementara Prabu Damantara nampak kembali terkagum-kagum dengan gelang rambut saktinya, dengan sangat yakin beliau kembali berucap memperlihatkan kekagumannya. "Tidak salah lagi, benar-benar luar biasa mayat sakti itu, meskipun cuma rambutnya saja tapi sudah mampu mendatangkan kekuatan yang sangat dahsyat. Aku semakin tidak ragu untuk mengangkat Bagaskara menjadi wakil Patih Kerajaan, dan aku juga yakin bahwa Bagaskara juga mampu untuk bekerja lebih baik dari Patih Badrika."
Keesokannya sesuai dengan yang sudah direncanakan, Prabu Damantara bermaksud untuk memanggil Senopati Damantara, lalu beliau pun menyuruh salah satu Prajurit untuk memanggilkan Senopati Bagaskara supaya menghadap.
"Prajurit ...!" seru sang Prabu.
"Hamba Gusti Prabu, ada titah apakah hingga Paduka memanggil saya?"
"Saya minta tolong, panggilkan Senopati Bagaskara supaya menghadap padaku sekarang."
"Baik Gusti Prabu, titah Paduka akan segera hamba laksanakan," ujar Prajurit sambil menghaturkan sembah hormatnya, lalu Prajurit itu segera beranjak pergi meninggalkan ruangan sang Prabu dan pergi ke kediaman Senopati Bagaskara dengan menaiki kuda. Dan tidak lama kemudian Prajurit utusan itu pun sudah sampai di kediaman sang Senopati, dan kebetulan Senopati muda itu sedang duduk menemani seorang pekerja yang sedang merawat beberapa kuda tunggangannya.
Begitu melihat ada Prajurit istana yang datang Senopati Bagaskara pun langsung segera melambaikan tangannya sambil berseru,
"Prajurit ... kemarilah ...! Aku disini."
Lalu Prajurit utusan itu pun segera bergegas menghampiri Senopati Bagaskara yang terlihat hanya memakai kain bawahan saja dengan dada telanjang.
"Ada apa Prajurit? Apakah Gusti Prabu memanggil saya?" tanya Senopati Bagaskara terlihat sudah mengerti dengan maksud kedatangan Prajurit utusan itu.
"Ampun Gusti Senopati, memang benar Prabu Damantara meminta Gusti Senopati segera menghadap ke Istana sekarang."
"Baiklah saya akan segera menghadap pada Gusti Prabu, Paman Rakeh apakah kudaku sudah selesai?" tanya Senopati pada perawat kudanya yang bernama Rakeh.
"Sudah Gusti Senopati, kuda Gusti sudah saya mandikan dan saya beri pakan, tapi mungkin bulunya masih basah," jawab Paman Rakeh.
"Cepat segera keringkan pakai kain dan segera pasang pelana nya, karena akan saya bawa menghadap Gusti Prabu. Dan kamu Prajurit tunggu saya dulu, saya akan berkemas sebentar.
"Baik Gusti Senopati," jawab sang Prajurit.
Sementara Paman Rakeh nampak segera mengelap bulu-bulu kuda itu menggunakan kain, sedangkan Prajurit utusan Istana juga nampak sedang menunggu Senopati Bagaskara selesai berkemas.
Dan tidak menunggu lama Senopati Bagaskara pun segera keluar dari dalam rumah lengkap dengan pakaian kebesarannya sebagai seorang Senopati, dan bersamaan dengan itu Paman Rakeh pun juga sudah selesai menyiapkan kudanya.
"Ayo Prajurit kita berangkat menghadap Gusti Prabu sekarang," seru Senopati Bagaskara sambil menaiki kudanya.
Lalu Senopati Bagaskara pun berangkat dengan diikuti Prajurit utusan dibelakangnya. Karena jarak kediaman Senopati Bagaskara yang tidak terlalu jauh dari Istana Raja maka tidak perlu waktu lama Senopati Bagaskara pun telah sampai di halaman Istana Raja.
Dan begitu Senopati turun dari kuda nampak datang seorang prajurit jaga yang langsung menghampiri Senopati Bagaskara guna membawakan kudanya untuk diikat di tempat pengikatan kudanya para tamu Raja.
Setelah turun Senopati Bagaskara langsung bergegas menuju ke ruangan tempat Prabu Damantara menunggu, disaat Senopati berjalan nampak berpapasan dengan beberapa Prajurit dan Dayang Istana yang sedang berlalu-lalang menjalankan tugasnya, dan begitu mereka melihat Senopati Bagaskara yang lewat, dengan segera mereka pun langsung berhenti dan menundukkan kepala untuk memberikan hormat kepada Senopati Bagaskara, Senopati yang saat ini namanya sedang ramai dibicarakan karena telah berhasil mendapatkan obat yang dapat menyembuhkan penyakit Baginda Raja.
Bersambung ...