"Kamu gak perlu khawatir Budiono, dan jangan berpikir terlalu jauh dulu, aku yakin Gusti Prabu sudah menimbang dengan baik dan cermat dengan apa yang akan diputuskan," tutur Patih Badrika dengan bijak, dan Budiono terlihat mengatupkan bibir sambil memutar bola matanya tanda dia tidak sepakat dengan jawaban Patih Badrika.
"Ya sudah saya tinggal dulu, kalau kamu mau menunggu aku kembali ya silahkan," ujar Patih Badrika berpamitan pada Rakryan Budiono.
Memang diantara para punggawa Kerajaan Mulya Jaya yang paling tidak senang dengan keberhasilan Senopati Bagaskara adalah Rakryan Budiono.
Sementara itu, tidak lama setelah berjalan Patih Badrika pun tiba di Istana Raja, tau kalau kedatangannya sudah ditunggu-tunggu oleh Baginda Prabu maka Patih Badrika langsung menuju ke ruangan tempat Prabu Damantara menunggu.
"Salam hormat Hamba Gusti Prabu ..." ucap Patih Badrika dengan masih berdiri di pintu masuk.
"Silahkan masuk Paman Patih, kemarilah ..." sambut Prabu Damantara. Lalu Patih Badrika pun segera melangkah dengan merunduk dan kemudian berhenti di depan sang Prabu.
"Duduklah Paman," ujar Prabu Damantara sambil menunjukkan kursi yang tadi telah diduduki oleh Senopati Bagaskara.
"Sendiko Gusti Prabu," ujar Patih Badrika, dan kemudian langsung duduk di kursi tersebut.
"Ampun Gusti Prabu, ada titah apakah yang harus hamba lakukan?" tanya sang Patih.
"Saya mau memberi tahu pada Paman Patih, bahwa atas keberhasilan yang telah diraih oleh Senopati Bagaskara dalam mencarikan penyembuh bagiku maka aku harus memenuhi janji atau hadiah yang harus aku berikan sesuai dengan apa yang tertulis di sayembara itu."
"Kemudian terkait berapa banyaknya jumlah emas dan perak itu sudah aku tentukan sendiri, yaitu lima puluh batang emas murni, seratus keping emas dan dua ratus keping perak. Lalu untuk masalah jabatan saya juga sudah memutuskan bahwa Senopati Bagaskara akan aku jadikan wakil mu dalam mengemban amanah Kepatihan Kerajaan Mulya Jaya ini," tutur Prabu Damantara menyudahi pembicaraannya.
Sejenak Prabu Damantara memperhatikan ekspresi Patih Badrika setelah mendengar penjelasan darinya, dan terlihat sang Maha Patih nampak tenang-tenang saja seperti tidak mempermasalahkan dengan keputusannya itu.
"Bagaimana pendapatmu Paman Patih?" tanya sang Prabu.
"Ampun Gusti Prabu ... kalau memang itu sudah menjadi keputusan Gusti Prabu, hamba setuju-setuju saja dan tidak masalah, karena saya juga tahu bahwa Gusti Prabu dalam menentukan setiap masalah itu pasti sudah melewati pertimbangan yang cukup matang."
"Terimakasih Paman Patih, memang benar apa yang kau ucapkan itu, sebelum ini saya memang sudah berbicara terlebih dahulu dengan para penasehat dan keluarga inti Kerajaan. Dan baiklah kalau begitu untuk pelaksanaannya saya akan minta pada Paman Patih untuk mengatur semuanya, yang penting pelaksanaannya itu dibarengkan dengan perayaan tahun baru saka besok ini," ujar Prabu Damantara yang terlihat sangat senang dengan sikap dari Patihnya itu.
"Daulat Gusti Prabu ..." balas Patih Badrika sambil menundukkan kepalanya.
"Baiklah, kalau begitu sekarang Paman boleh pergi."
"Sendiko Gusti ..." ujar Patih Badrika dengan menghaturkan sembah hormatnya dan kemudian segera langsung pergi meninggalkan Istana Raja.
Sementara itu di Istana Kepatihan Rakryan Budiono nampak masih menunggu sang Patih kembali dari menghadap Raja, dia merasa ingin tahu dengan apa yang disampaikan oleh Raja pada Patih Badrika, dan tidak lama kemudian Patih Badrika pun tiba dikediamannya.
"Rakryan Budiono kau masih disini rupanya?" tegur Patih Badrika.
"Benar kakang Patih, aku memang ingin tahu dengan apa yang telah kakang dapatkan dari menghadap Gusti Prabu barusan ini," terang Rakryan Budiono dengan muka terlihat penasaran.
"Jadi gini Dipasena ... Gusti Prabu Damantara akan membuat posisi jabatan baru di Kerajaan ini, yang mana jabatan itu akan diberikan kepada Senopati Bagaskara," jawab Patih Badrika yang langsung dipotong oleh Budiono.
"Jabatan baru? Jabatan apakah itu Kakang?" sahut Bagaskara.
"Gusti Prabu akan membuat wakil bagiku."
"Wakil Patih maksudnya?!" balas Budiono mempertegas.
"Benar Budiono."
"Dan Kakang Patih menyetujuinya?!" timpal Budiono dengan mata agak melotot.
"Ketahuilah Budiono, tidak ada alasan bagiku untuk tidak setuju dengan keputusan Gusti Prabu itu," jawab Patih Badrika sambil membuka dua telapak tangannya.
"Apakah Kakang Patih tidak khawatir kalau posisi Kakang bisa terancam dengan masuknya Bagaskara ke Istana Kepatihan ini?" tanya Budiono.
"Tidak Budiono, karena Bagaskara akan ditempatkan di Istana Kepatihan yang baru, tidak di sini dan kita juga akan memiliki tugas sendiri-sendiri, jadi aku tidak merasa khawatir sedikitpun," terang Patih Badrika.
"Saya tidak setuju dan saya akan memprotes apa yang telah diputuskan oleh Prabu Damantara ini!" ujar Rakryan Budiono dengan ketus. Lalu dengan tidak berpamitan Budiono langsung beranjak pergi meninggalkan Istana kepatihan.
Sambil berjalan pergi nampak dia terus bergumam dalam hati.
'Ini tidak bisa dibiarkan, dan tidak boleh terjadi! Pokoknya aku harus cari cara supaya Bagaskara tidak diangkat menjadi wakil Patih Kakang Badrika! Karena dengan kondisi Kakang Badrika yang sudah cukup tua bukan tidak mungkin Bagaskara akan sangat mudah untuk menjadi pilihan pertama bagi Prabu Damantara, dan kalau itu yang terjadi maka itu juga ancaman bagi diriku untuk merebut tahta Kerajaan.'
Sambil terus berjalan menuju kediamannya, Budiono terus berpikir mencari cara untuk bisa menggagalkan pengangkatan Senopati Bagaskara menjadi wakil Patih Kerajaan, dan bersamaan dia sampai di kediamannya, tiba-tiba saja terlintas dalam benaknya sebuah cara, "Yah aku akan bilang ke Gusti Prabu kalau keberhasilan Senopati Bagaskara itu tidak sah, karena dia tidak berhasil membawa mayat sakti itu sesuai dengan isi dari sayembara," ujarnya sambil masuk ke dalam rumahnya.
Karena saking fokusnya pikiran, Rakryan Budiono langsung nyelonong masuk dan tidak menghiraukan lagi para Prajurit penjaga juga para Dayang-dayang yang ada di kediamannya. Dan begitu sampai di dalam rumah dia pun langsung ditanya oleh istrinya.
"Ada apa Kakang Budiono? Kok kelihatannya Kakang gusar gitu?"
"Ketiwasan Nyai ...! Ketiwasan!" jawab Budiono dengan nada suara tinggi, hingga membuat istrinya kaget dan bingung.
"Ketiwasan bagaimana maksud Kakang?" lanjut tanya istrinya.
"Prabu Damantara akan mengangkat Senopati Bagaskara menjadi wakil Patih Kerajaan. Ah...! Pusing ...! Pusing ...!" ujar Budiono sembari duduk dengan tangan kanannya memegangi dahi.
"Tenanglah Kakang minumlah dulu ..." seru Nyai Budiono sambil menuangkan air putih dari sebuah teko berukir warna emas. Lalu kemudian dia melangkah mendekati suaminya dan langsung mengulurkan cangkir itu.
"Ayo Kakang minumlah dulu ... tenangkan hatimu, baru setelah itu bicaralah."
Lalu Rakryan Budiono segera meminum air pemberian istrinya itu sampai habis, hingga akhirnya dia terdengar bersendawa dengan suara cukup keras.
"Nyai ..." suara Rakryan Budiono terdengar lebih tenang.
"Iya Kakang ... apa yang ingin kau katakan? Bicaralah sekarang Kakang ...!" ujar Nyai Budiono sambil duduk di samping suaminya, sedangkan kedua telapak tangannya nampak memijit-mijit pundak suaminya itu.
"Aku baru saja dari rumah Kakang Patih Badrika mencari tahu tentang rencana Prabu Damantara memberi jabatan baru untuk Senopati Bagaskara."
"Lalu apakah Prabu sudah menentukan jabatan apa yang akan diberikan pada Bagaskara?" tanya Nyai Budiono.
"Sudah Nyai," jawab Budiono singkat.
"Jabatan apakah itu Kakang?"
"Prabu Damantara akan mengangkat Senopati Bagaskara menjadi wakil Patih Kerajaan Mulya Jaya ini."
"Maksudnya jadi wakil Kakang Patih Badrika?" tanya Nyai Budiono memperjelas.
"Betul Nyai, dan itu merupakan tindakan ilegal yang telah dilakukan oleh Prabu Damantara."
"Ilegal gimana to Kakang? Bukankah itu malah bagus? Karena berarti Gusti Prabu itu tanggap dengan mempersiapkan pengganti bagi Kakang Patih Badrika yang memang secara umur telah cukup tua untuk menjadi seorang Patih Kerajaan," papar Nyai Budiono yang nampak menyetujui keputusan Prabu Damantara.
Bersambung ....