Setelah tiba di depan ruangan Prabu Damantara Senopati Bagaskara tidak langsung masuk, beliau memilih untuk bertanya kepada pelayan yang terlihat baru keluar dari ruangan itu.
"Pelayan ... sini!" seru Senopati sambil melambaikan tangannya.
"Iya Gusti, ada apa?" tanya pelayan itu.
"Gusti Prabu ada?" disaat pelayan itu baru mau menjawab tiba-tiba terdengar suara Prabu Damantara dari dalam memanggil.
"Masuklah Senopati Bagaskara ..." Mendengar suara sang Prabu akhirnya Senopati Bagaskara pun langsung segera masuk. Dan begitu Senopati sudah berada di dalam Gusti Prabu Bagaskara langsung mempersilahkan untuk duduk.
"Duduklah Senopati Bagaskara."
"Terimakasih Gusti Prabu," balas sang Senopati dengan segera mengambil posisi duduk di lantai.
"Duduklah di atas Senopati," pinta sang Prabu. Lalu Senopati Bagaskara pun duduk di sebuah dampar ukir yang berwarna emas yang memiliki ukuran lebih kecil, sedangkan sang Prabu Damantara duduk di sebuah dampar ukir yang lebih besar dengan warna yang sama.
"Senopati ..." panggil Prabu Damantara.
"Hamba Gusti ..."
"Sebelum saya menyampaikan maksud dan tujuan saya memanggil Senopati terlebih dulu saya mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Senopati, karena Senopati telah berhasil mencarikan obat bagi saya," ujar Prabu Damantara memulai pembicaraannya.
"Itu memang sudah menjadi kewajiban saya Gusti Prabu, sebagai seorang Punggawa Kerajaan sudah seharusnya saya memberikan pengabdian yang terbaik kepada Gusti," ujar Senopati Bagaskara.
"Itulah yang membuat Ratu Dewi Sinta memilih Senopati untuk mencarikan mayat sakti itu, dan ternyata memang terbukti kalau Ratu Dewisinta tidak salah dalam menunjuk," timpal Prabu Damantara.
Mendengar penuturan yang berbau sanjungan dari sang Prabu Senopati Bagaskara pun menjadi sungkan dan timbul perasaan ewuh-pakewuh hingga membuatnya jadi salah tingkah. Melihat perubahan ekspresi dari orang yang telah berjasa kepadanya itu Prabu Damantara memilih untuk mengalihkan pembicaraan ke bahasan lain.
"Aku kepingin dengar sendiri cerita perjalananmu mencari mayat sakti itu Senopati?" pinta Gusti Prabu. Lalu Senopati Bagaskara pun menceritakan perjalanan istimewanya itu dari yang semula merasa kurang yakin untuk pergi sendiri hingga merasa perlu mengajak Candra temannya, meskipun temannya itu gak bisa menemani.
Dan akhirnya dia memutuskan bertekad untuk berangkat sendiri hingga kemudian bisa bertemu dengan pemuda sakti yang bernama Arjun, yaitu satu-satunya orang yang bisa mengantarnya masuk ke dalam goa dan bisa melihat mayat sakti itu secara langsung.
Tidak cuma itu Senopati Bagaskara juga menceritakan tentang terjadinya pertempuran dahsyat antara Kebo alas melawan Panjol dan Dewiayu. Pokoknya perjalanan itu meski singkat namun dirasa sangat berkesan oleh Senopati Bagaskara, dan tentu juga banyak manfaat yang didapatkannya.
Setelah selesai mendengarkan cerita dari Senopati Bagaskara nampak Prabu Damantara juga mengangguk-anggukkan kepala menandakan kalau beliau juga bisa merasakan keseruan perjalanan itu.
"Lalu saya juga sempat dengar dari Ratu Dewisinta kalau kamu ketika perjalanan pulang bisa lebih cepat dari berangkatnya, apa benar begitu?"
"Benar Gusti Prabu, saya merasa dapat kekuatan yang luar biasa ketika sudah membawa rambut sakti milik Eyang Resik itu," balas sang Senopati mengutarakan kekagumannya.
"Padahal itu baru rambutnya saja kan Senopati?"
"Benar Gusti."
"Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kekuatan yang akan kurasakan kalau sampai mayatnya itu juga bisa kudapatkan?" ujar sang Prabu terlihat mengandai-andai.
"Ya, mudah-mudahan suatu saat nanti bisa Gusti," timpal Senopati Bagaskara memberi harapan.
"Ya semoga saja Senopati, tapi ya sudahlah saat ini saja aku sudah sangat bersyukur bisa kembali pulih."
Tiba-tiba saja Senopati Bagaskara menyela ucapan Gusti Prabu.
"Ampun Gusti, kiranya apakah gerangan Gusti Prabu Damantara memanggil hamba?" tanya Senopati Bagaskara.
Mendengar pertanyaan dari Senopati seperti itu Gusti Prabu Bagaskara pun langsung memandang pada punggawanya tersebut, dan kemudian berkata.
"Jadi gini Senopati, sesuai dengan apa yang tertera di sayembara itu bahwa bagi siapa saja yang bisa mendapatkan mayat sakti itu akan mendapatkan hadiah seratus batang emas murni, lima puluh keping emas dan dua ratus keping perak, selain itu dia juga akan diangkat sebagai petinggi Kerajaan." Sesaat Prabu Damantara menghela nafas dan melanjutkan lagi pembicaraannya.
"Dan mengenai jabatan yang akan ku berikan ini adalah sebuah jabatan yang belum pernah ada sebelumnya, yaitu menjadi wakil Patih Kerajaan, dan kau akan menduduki jabatan itu Bagaskara."
Sampai disini sang Prabu berhenti melanjutkan kata-katanya. Dan terlihat Senopati Bagaskara agak kaget mendengarkan penuturan dari Gusti Prabu.
"Ampun Gusti Prabu, saya merasa tidak pantas untuk mendapatkan jabatan itu, dan menurut saya untuk jabatan Patih Kerajaan tidaklah harus memiliki seorang wakil karena di bawahnya Patih sudah ada Rakryan, Senopati dan para jajarannya, sekali lagi hamba mohon ampun Gusti Prabu," tutur Senopati Bagaskara nampak keberatan dengan keputusan Prabu Damantara.
"Senopati Bagaskara, saya sudah mengira dengan jawaban yang akan kamu berikan, tapi dalam hal ini saya tidak ingin mendengar penolakan darimu, karena pada intinya jabatan ini tidak ubahnya seperti tugas pencarian mayat sakti itu, yakni sama-sama tugas yang harus kamu laksanakan," terang Prabu Damantara.
"Ampun Gusti Prabu, kiranya apakah Tuan Patih Badrika berkenan dengan penunjukan saya sebagai wakilnya?"
"Soal Patih Badrika itu menjadi urusanku, yang terpenting saat ini aku sudah memberi tahu kepadamu tentang hal ini. Dan semua ini akan saya serahkan dan resmikan pada acara perayaan tahun baru saka yang akan jatuh beberapa hari lagi," terang sang Prabu.
"Baiklah Gusti Prabu hamba akan mengikuti apa yang telah Gusti Prabu putuskan."
"Bagus, kalau begitu sekarang kamu boleh kembali ke rumahmu, atau mungkin masih ada yang perlu kau tanyakan?"
"Saya rasa tidak ada Gusti Prabu."
"Ya sudah silahkan kamu kembali ke rumahmu," timpal Prabu Damantara.
"Kalau begitu saya mohon diri Gusti ..." ucap Senopati Bagaskara sambil menghaturkan salam hormatnya pada sang Prabu.
Setelah kepergian Senopati Bagaskara Prabu Damantara pun bermaksud menjalankan rencana selanjutnya yaitu memanggil Patih Badrika untuk diberi tahu sama halnya dengan Senopati Bagaskara. Lalu beliau pun mengutus salah satu Prajuritnya untuk memanggilkan Patih Badrika untuk supaya segera menghadap.
"Prajurit ... tolong panggilkan Paman Patih Badrika sekarang!"
"Sendiko Gusti ..." jawab Prajurit sambil bergegas menuju ke Istana kepatihan. Karena Istana kepatihan memang masih berada dalam satu lingkungan dengan Istana Raja maka Prajurit tersebut hanya berjalan kaki.
Dan tidak lama kemudian Prajurit itu pun sampai, kebetulan Patih Badrika juga sedang ngobrol dengan tamunya, namun begitu melihat ada Prajurit Istana yang datang beliau pun langsung menghentikan obrolannya dan langsung memanggil Prajurit tersebut.
"Prajurit, kemarilah!"seru Patih Badrika. Lalu Prajurit tersebut segera masuk ke pendopo kepatihan dengan berjalan sambil merunduk.
"Ada apa Prajurit? Apa Gusti Prabu memanggilku?" tanya Patih Badrika.
"Benar Gusti Patih, dan Paduka meminta supaya Gusti Patih Badrika segera menghadap sekarang."
"Baiklah saya akan segera menghadap Gusti Prabu, sekarang kamu boleh pergi Prajurit," jawab Patih Badrika.
"Sendiko Gusti Patih ..." ujar Prajurit sambil melangkah mundur dan kemudian langsung pergi meninggalkan Istana kepatihan. Sementara sebelum memenuhi panggilan Gusti Prabu Jayantaka Patih Badrika terlihat berbicara dengan tamunya yang tidak lain adalah Rakryan Budiono.
"Adik Budiono, maaf saya dipanggil oleh Gusti Prabu, pembicaraannya bisa dilanjut lagi nanti setelah saya selesai menghadap."
"Baiklah Kakang Badrika, seperti yang saya bilang tadi, bahwa jangan sampai Budiono itu bisa mendapatkan jabatan yang lebih tinggi lagi, karena kalau sampai dia mendapatkan jabatan itu, maka itu akan menjadi sebuah ancaman bagimu. Bukan tidak mungkin dia akan menggeser posisimu sekarang ini kakang!" tegas Budiono.
Bersambung ...