Sesaat Ratu Dewi Sinta memperhatikan sang Raja setelah memakai Azimat rambut sakti itu.
Dan ternyata memang sungguh sebuah keajaiban, tidak lama setelah pemakaian Azimat itu Raja nampak berangsur-angsur menunjukkan tanda-tanda kesembuhan, dari yang semula tidak bisa berbicara kini sudah mulai bisa meskipun masih terbata-bata, dari yang semula lumpuh total kini sudah mulai bisa menggerakkan tubuhnya meski itu hanya untuk sekedar membalikkan tubuh untuk ganti posisi.
Melihat perubahan seperti itu Ratu Dewi Sinta pun nampak terharu, tanpa terasa dia tiba-tiba meneteskan air mata.
"Puji Dewata Agung ... Paduka Raja sudah mulai bisa bergerak ... Apakah Paduka sudah mulai sembuh?" tanya Ratu Dewi Sinta dengan suara bergetar.
"Benar Dinda Dewi Sinta ... tubuhku sudah tidak kaku lagi dan tenagaku juga mulai pulih," ujar sang Raja.
Nampak sang Raja menggerakkan tubuhnya terlihat seperti mau berdiri, namun buru-buru dicegah oleh Ratu Dewi Sinta.
"Kenapa Kanda Prabu? Jangan terlalu banyak gerak dulu ... tunggu tenaga Paduka kembali normal, sebaiknya Paduka makan dulu, sebentar biar saya suapi ..."
"Tidak-tidak ... saya sudah sembuh, tubuhku, tenagaku juga sudah mulai pulih, cuma sekarang perutku terasa mual, saya pingin muntah," ujar sang Raja.
"Baiklah Paduka akan aku perintahkan Dayang untuk mencarikan wadah. Dayang ... tolong ambilkan wadah untuk Paduka Raja ... beliau ingin muntah."
"Baik Gusti Ratu ..." Dayang itu pun segera mengambilkan sebuah wadah yang terbuat dari kuningan.
"Ini Gusti ..." ujar Dayang sambil mengulurkan wadah tersebut.
Sesaat setelah wadah itu didekatkan kepada sang Raja, Raja pun langsung duduk sendiri tanpa ada yang membantu dan langsung meraih wadah tersebut untuk kemudian beliau langsung muntah di dalam wadah tersebut.
"Huueek, huueek, huueek!"
Nampak sang Raja memuntahkan cairan yang berwarna hijau kehitam-hitaman dan disertai dengan butiran-butiran yang menyerupai batu-batu kecil. Sementara Ratu nampak memijit-mijit pundak dan tengkuk sang Paduka untuk membantu melonggarkan nafas dan juga tenggorokan beliau.
Sesaat setelah muntah sang Raja merasa lapar lalu beliau minta untuk makan.
"Dinda Ratu tolong sediakan makanan saya sekarang lapar, saya mau makan."
"Baik Kanda Prabu ... akan segera disiapkan," sahut Ratu sambil beranjak.
"Sekalian panggil semua Permaisuri untuk diajak makan bersama ..." pinta sang Raja.
"Baik Paduka ... biar para juru masak menyiapkan makanan sementara saya akan memanggil semua permaisuri dan sekaligus mengabari Paman Patih Badrika agar supaya mengumumkan berita bahagia ini ..."
Dan begitu Ratu Dewi Sinta membuka pintu kamar Raja tiba-tiba ketiga Permaisuri datang dan berpapasan di depan kamar Paduka Raja.
"Oh Yunda Ratu ... maafkan kami baru saja melakukan pemujaan ..." ujar Ratu Dewi Cahya.
"Ya gak papa ... saya tadi juga habis melakukan pemujaan... oh iya Dinda Ratu Dewi Cahya Dinda Ratu Sariayu dan Dinda Ratu Larasati. itu Kanda Prabu sudah sembuh dan sekarang Paduka minta ditemani kita untuk makan bersama," ujar Ratu Dewi Sinta sambil menunjukkan jempolnya ke dalam kamar Paduka Raja.
"Benarkah itu Yunda Ratu ...?" sahut ketiga Ratu bersamaan.
"Itu lihat saja sendiri ..." lalu nampak ketiga Ratu itu melongok ke dalam kamar Raja.
"Oh iya Benar Yunda syukurlah ... Kanda Prabu Damantara sudah sembuh," ujar Ratu Dewi Cahya.
"Ya sudah kalau begitu sekarang temani Kanda Prabu, karena saya mau ngabari berita bahagia ini pada Paman Patih Badrika."
"Baiklah Yunda Ratu ..." ujar ketiga Permaisuri bersamaan, dan kemudian mereka bertiga pun langsung menemui suami mereka Prabu Damantara.
Sementara itu Ratu Dewi Ayu langsung melangkah keluar memanggil kusir pribadinya, lalu dengan mengendarai kereta Nyai Sumitra Ratu Dewi Ayu terlihat menuju ke kediaman Patih Badrika yang memang jaraknya tidak terlalu jauh dari komplek istana utama untuk sekedar memberi tahu tentang kesembuhan Raja Damantara.
Dan tidak lama kemudian sampailah Ratu Dewi Sinta di kediaman Patih Badrika, dan kebetulan saat Ratu Dewi Sinta datang nampak beliau sedang berada di Pendoponya.
Begitu Ratu Dewi Sint turun dari kereta maka beliau pun langsung disambut oleh Patih Badrika.
"Salam Paman Patih ..." ujar Ratu Dewi Sinta.
"Salam sejahtera untuk Kanjeng Ratu Dewi Sinta ... mari silahkan masuk Kanjeng Ratu ..."
"Tidak usah Paman Patih ... saya cukup bicara disini saja, saya tidak akan lama."
"Oh begitu ... ya silahkan Gusti Ratu ... hamba ikut Kanjeng Ratu saja di mana enaknya ..." ujar Patih Badrika dengan penuh hormat.
"Kiranya ada masalah apa kok tumben-tumbenan malam-malam seperti ini Gusti Ratu Dewi Sinta datang sendiri kemari? Mbok ya saya saja yang dipanggil suruh untuk menghadap," ujar Patih Badrika terlihat akrab.
"Begini Paman Patih, Senopati Bagaskara telah pulang ..." mendengar perkataan Ratu Patih Badrika pun langsung kaget.
"Apa Gusti Ratu? Senopati Bagaskara sudah pulang? Kapan Gusti Ratu? Kok saya belum dengar sama sekali."
"Petang ini tadi, pas saya sedang melakukan pemujaan, memang tadi Senopati langsung menghadap ke saya," jawab Ratu Dewi Sinta.
"Lalu apakah Senopati Bagaskara berhasil mendapatkan mayat sakti itu?" tanya Patih Badrika.
"Tidak Paman Patih, akan tetapi Senopati cuma membawa tiga helai rambut dari mayat sakti itu, karena oleh penunggunya mayat itu tidak diperbolehkan untuk dibawa ke istana."
"Cuma bawa rambut tiga helai? Apakah itu sudah bisa untuk menyembuhkan penyakit Paduka Raja?" tanya Patih Badrika dengan nada sedikit kecewa.
"Ya inilah yang memang membuatku datang sendiri kesini saat ini. Perlu Paman Patih Badrika ketahui Bahwasanya meskipun Senopati Bagaskara hanya membawa tiga helai rambut dari mayat sakti itu tapi ternyata itu sudah bisa menyembuhkan penyakit Paduka Raja," terang Ratu Bagaskara.
"Jadi sekarang Gusti Prabu Damantara sudah sembuh Gusti Ratu?" tanya Patih Badrika dengan suara terdengar sangat gugup karena bahagia dan penasaran.
"Benar Paman Patih, bahkan ketika saya berangkat kemari Paduka Raja sudah minta untuk dimasakkan makanan kesukaannya, dan malam ini juga beliau ingin makan bersama dengan semua para Permaisuri."
"Oh, puji bagi yang Esa telah memberikan kesembuhan untuk Paduka Raja, Baiklah Gusti Ratu, kalau begitu saya akan segera memberi tahu kepada semua punggawa Kerajaan dengan berita bahagia ini," tutur Patih Badrika.
"Nah ... memang itulah yang akan aku perintahkan kepada Paman Patih, baiklah Paman kalau begitu saya mohon pamit akan segera balik lagi ke istana untuk ikut serta makan malam bersama Paduka Raja dan para Permaisuri yang lain," ujar Permaisuri Dewi Sinta.
Akhirnya malam itu pun jadi malam paling bersejarah bagi Kerajaan Mulya Jaya, yaitu malam sembuhnya Gusti Prabu Damantara dari semua penyakit yang telah dideritanya berbulan-bulan. Dan keesokannya berita tentang sembuhnya Gusti Prabu Damantara pun telah menyebar ke seluruh penjuru Istana, para punggawa dan rakyat pun menyambutnya dengan suka cita.
Berita mengenai apa yang menjadi obat penyebab sembuhnya Raja juga menjadi perbincangan rakyat Mulya Jaya, dan tentang hal ini para rakyat saling beda pendapat ada yang mengatakan bahwa Raja sembuh dengan menggunakan mayat sakti sebagai obatnya ada yang bilang kalau Raja hanya menggunakan rambutnya saja.
Lalu kemudian Senopati Bagaskara yang memang jadi satu-satunya orang yang telah berhasil mendapatkan obat tersebut juga tidak luput dari perhatian dan pembicaraan seluruh penghuni negeri Mulya Jaya.
Dan atas keberhasilan Senopati Bagaskara mendapatkan obat bagi Prabu Damantara itu ternyata tidak semua punggawa Kerajaan merasa senang, bahkan ada juga yang merasa tersaingi dan terancam kedudukannya.
Bersambung ...