Happy Reading
***
"Si-siapa yang menarik? Kekasihku?" Sungguh seluruh tubuhnya kini sangat panas. Apakah pujian itu ditujukkan untuknya atau Qanshana? Tapi, 'kan Javas belum bertemu dengan Qanshana. Lantas siapa yang menarik?
"Selain dirimu di sini ada siapa lagi?" Javas tersenyum penuh arti pada Ocean.
Ocean menggaruk kepalanya dengan panik. Lalu ia memalingkan wajahnya, melihat arah mana saja asalkan tidak bersitatap dengan Javas.
Hening …
Ocean tidak berani bertanya lagi, apa lagi bersuara. Dia masih kelabakan dan mendadak jadi orang bodoh jika berbicara dengan Javas. Lebih baik menikmati semilir angin malam yang menerpanya.
"Kekasihmu?"
"Iya." Ocean dengan cepat menolehkan kepalanya, seolah ia tidak mau ketinggalan momen dimana saat Javas bersuara, menanyakan sesuatu hal padanya.
Javas tersenyum kecil saat melihat cara Ocean meresponnya dengan cepat.
"Cantik?"
"Hem, dia model. Wajahnya sangat manis dan kulitnya juga sangat indah," ucap Ocean dengan wajah tersipu malu. "Aku bertemu dengannya 3 tahun lalu saat menghadiri pesta pernikahan temanku di kapal pesiar."
"Sejauh mana hubungan kalian?" Javas meneguk minuman kaleng itu hingga tandas dan membuang asal hingga suara klontangannya terdengar menggema.
"Hubunganku dengannya, sejauh mana?" Ocean pun bingung jika harus menjawab pertanyaan tentang sejauh mana hubungannya dengan Qanshana. Yang jelas dirinya merasa nyaman jika bersama Qanshana.
"Mungkin, tidak terlalu jauh. Aku nyaman jika bersamanya," ucap Ocean sembari mengedikan bahu.
"Ok."
Hanya, OKE? Tidak ada yang lain? Tidak ada kelanjutannya?
Ok, sabar, Oce!
Hening kembali...
"Oiya, Vas."
Javas hanya diam tidak merespon suara Ocean.
"Kapan pamerannya akan berlangsung?" tanya Ocean basa-basi.
"Besok."
"Kau tidak ingin mengundangku? Berbasa-basilah denganku, Vas. Jika kau mengundangku, aku akan datang," batin Ocean, berharap Javas akan mengundangnya secara langsung.
"Berapa hari?" Ocean menekan suaranya dengan gemas.
"3 hari."
Ocean menganggukkan kepalanya mengerti, lalu ia melihat kearah lain. Ia mengeratkan giginya dengan kesal, karena terlalu gemas, sebal dan kesal dengan situasi ini. Kaku sekali, ih!
"Ocean?"
"I-iya, Vas?"
"Bibi Maya memanggilmu," ucap Javas, sambil berpura menunjuk pintu geser yang masih terbuka.
"Eh, i-iya, Mah. Aku di sini." Ocean melangkahkan kakinya menuju pintu geser, mencari keberadaan Mamanya. "Mah, mama."
Javas terkekeh kecil melihat Ocean yang berlalu meninggalkannya. "Huh, dasar." Ia menghela napas panjang, menunggu respon Ocean selanjutnya.
Ocean menghentikan langkahnya, ia terdiam. Ada yang ganjil. Tak ada tanda-tanda keberadaan Mamanya dan Mamanya juga tak kunjung menjawab panggilannya. Artinya, Ocean menggaruk pelipisnya yang tidak gatal lalu tersenyum geli pada dirinya sendiri. "Dasar menyebalkan!" lirih Ocean gemas, mudah sekali ia dipermainkan oleh Javas.
Saat Ocean membalik tubuhnya, sekali lagi Javas sudah berdiri di depannya dengan senyum yang terlihat mengejeknya. Dengan perlahan Javas memegang bagian pinggulnya yang menonjol membuat dirinya, diam terpaku di tempatnya.
"Dasar anak Mama," bisik Javas ditelinga Ocean dengan suara yang serak dan begitu berat, "Kau sangat manis, Oce," lanjutnya sembari berlalu meninggalkan Ocean yang kaku seperti patung.
Deg!
Apa tadi? Kenapa tubuhku jadi kaku seperti ini? Tadi, suara Javas 'kan? Kenapa suaranya begitu menggodaku? A-aku …?
Deg!
"Eh, Javas!" seru Ocean tidak terima, mengikuti langkah Javas dari belakang.
"Aku bukan anak Mama iya!"
"Dasar anak manja!" sahut Javas terkekeh.
"Tidak, ih!" sentak Ocean membulatkan matanya dengan kesal.
"Dan sangat menyebalkan."
"Tidak! Aku tidak menyebalkan." Mata Ocean semakin membulat dan bibirnya semakin mengerucut, "Kau yang menyebalkan!"
"Sebelumnya, aku tidak pernah bertemu yang seperti dirimu, Oce."
"Sepertiku? Ma-maksudnya?"
"Tidak ada."
Ocean semakin kesusahan mengikuti langkah panjang Javas.
"Dasar menyebalkan!" seru Ocean tidak terima.
***
Di ruang tamu, tidak ada siapa-siapa di sana. Hanya ada Maya yang sedang membaca majalah seorang diri.
"Mah." Panggil Ocean.
"Oh, kalian sudah kembali?" Seperti biasanya, Maya selalu memberikan senyum teduhnya pada Ocean dan kali ini untuk Javas juga. "Cari lada 30 menit iya, Oce?" sindir Maya sambil tertawa kecil.
"Eh, itu. Ayolah, Mah." Ocean duduk disebelah Maya sembari bergelendot manja, "Yang lain kemana?" tanyanya, mengambil majalah yang sedang Maya baca.
Javas pun ikut duduk, tapi ia lebih memilih duduk di seberang mereka.
"Sepertinya kalian berdua sudah akrab." Maya mengelus kepala Ocean dengan lembut dan itu membuat Javas ingin merasakan usapan lembut itu juga.
"Tidak juga," jawab Ocean malas. Akrab dari mananya. "Dimana Papa, Mah?"
"Sedang mengobrol dengan Papanya Javas," ucap Maya, beralih menatap javas. "Apa yang kalian berdua obrolan kan, sampai Mama ditinggal selama ini?"
"Tidak ada," ucap Ocean dengan singkat, membalik lembar majalah yang ternyata majalah khusus tentang seni.
"Eh, yang sopan, Oce." Javas mendelik pada Ocean. Entah mengapa ia tidak suka jika Ocean bersikap seperti itu pada Maya.
"Dih. Bukankah cara menjawabmu seperti itu juga padaku. Sangat singkat dan tidak padat!" Ocean tak kalah membulatkan matanya.
"Kau!" Javas menghembuskan napas dengan malas.
"Sst, Ocean memang seperti ini, Vas. Tapi kalian berdua benar-benar sangat lucu dan menggemaskan."
Mendengar penuturan Maya, Javas dan Ocean secara bersamaan mendecih dengan kesal.
"Apanya yang menggemaskan! Menyebalkan lah iya," gerutu Ocean dalam hati.
"Anak bibi memang menggemaskan," ucap Javas dalam hati.
"Bagaimana kehidupan yang kau jalani, Vas?" tanya Maya, dan Ocean pun berpura acuh tapi ia siap mendengarkan Javas.
"Sesuai dengan apa yang bibi lihat. Aku baik-baik saja, Bi."
"Hem, syukurlah. Kehidupanmu jauh lebih baik dari apa yang bibi bayangkan selama ini." Maya menggigit bibirnya, berpura mengusap kepala Ocean untuk mengalihkan kesedihannya.
"Eh, itu … aku," suara Javas terkecat. Ia ingin menceritakan apa yang terjadi pada dirinya tapi ia mengurungkan itu karena ada Ocean di sini.
"Oh, iya, Bibi mau tidak datang pameranku."
"Besok 'kan?"
"Iya, akan diadakan selama 3 hari dan akan ada 15 karyaku yang terpajang," jelas Javas antusias. Membuat Ocean semakin sebal padanya, tadi saja saat ia bertanya Javas tidak sesemangat ini.
"Tidak datang di acara pembukaan juga tidak apa-apa, Bi. Masih ada hari berikutnya," lanjut Javas dengan lebih bersemangat.
"Baiklah. Bibi akan usahakan untuk datang ke acara pembukaan pameranmu dan bibi akan bawakan buket bunga yang indah untukmu, bagaimama?"
"Ok, terima kasih, Bi," ucap Javas dengan senyum sumringahnya.
"Kau bisa datang, Oce?" Kali ini Maya bertanya pada Ocean.
"Tidak. Aku sibuk, Mah." Ocean menjawab dengan mendengus sebal.
"Jika tidak–"
"Aku sibuk, Mah. Besok ada rapat dengan pemegang saham dan lagi Papa akan mengajakku untuk berkeliling melihat proyek Queen Royal. QUEEN ROYAL!" Ocean sengaja menekankan 'Queen Royal', "Sibuk 'kan? Aku tak ada waktu, apalagi besok, huh!"
"Hahah, Kau ini. Baiklah, anak Mama yang super sibuk. Tapi, jika ada waktu datanglah ke pameran Javas, bukankah kau tertarik juga dengan seni?"
"Tidak! Siapa yang bilang?" Ocean mengedipkan mata salah tingkah.
Dan di sana Javas hanya tertawa kecil melihat tingkah Ocean.
"Oce?"
"Tidak akan, Mah! Aku tidak akan datang–"
Buagh!
"MAYA! OCEAN!" teriak Mahad dengan kencang.
"Ahhhh!!" Sari pun tidak kalah berteriak.
Ocean, Javas dan Maya langsung berdiri. Mereka bertiga saling lihat dengan wajah penuh keterkejutan.
"Apa yang terjadi?" Mereka bertiga langsung berlari ke arah sumber suara dengan panik.
***
Salam
Busa Lin