Chereads / ANOTHER CINDERELLA / Chapter 3 - AC | 03

Chapter 3 - AC | 03

Setelah memarkir mobil Aston Martin-nya, Xander segera berlari ke dalam mansion. Langkahnya sangat tergesa-gesa seakan dunia akan kiamat saat ini juga. Dia tidak bahkan tak memperhatikan langkahnya dengan benar. Tujuannya hanya satu, masuk ke dalam segera mungkin.

"Di mana Ara?" tanya Xander dengan napas yang memburu.

Maid tersebut tampak bingung. Dia menatap temannya yang lain, tapi malah mendapat gelengan.

"Saya tanya di mana Ara!" sentak Xander yang sudah kehabisan stok sabar. Melihat maid yang hanya diam dengan kepala menunduk, membuatnya geram.

"Sialan!" Xander memilih berlalu. Dia melangkah lebar naik ke lantai atas di mana kamar sang adik berada.

Saat tengah rapat, Xander mendapatkan telepon dari ibunya. Awalnya Xander mengabaikan panggilan tersebut. Namun karena geram dan sangat menggangu, Xander memutuskan menerima panggilan dan mengatakan kesibukannya. Namun ucapannya gagal keluar.

Angelina malah memberi kabar buruk. Adik kesayangannya jatuh dari tangga dan katanya luka parah. Bahkan kakinya patah yang semakin membuat Xander khawatir.

Xander mengumpat dalam hati. Mendengar penjelasan bahwa Ara tidak mau dibawa ke rumah sakit membuat emosinya memuncak. Itulah sebabnya Xander meninggalkan rapat dan melajukan mobilnya gila-gilaan. Ini tentang Ara. Adik yang paling dicintainya. Nyawanya bisa dia taruhkan demi keselamatan Ara. Memang sebesar itu cintanya pada sang adik.

Hingga tiba di depan kamar Ara yang sejak dulu tidak pernah berubah, Xander mendorong pintu dengan kasar. Suaranya pintu yang didobrak kasar membuat orang di dalam berjengit kaget.

Xander mematung. Bukan karena mendapatkan keadaan Ara yang dipikirnya sangat parah. Namun melihat wajah ibunya yang tersenyum lebar membuat Xander sadar dengan keadaan yang tengah terjadi. Dirinya ditipu habis-habisan.

Xander hanya bisa diam dengan tatapan tajamnya. Dia tidak mungkin membentak ibunya sendiri. Meski mulutnya sudah gatal untuk mengomeli tingkah ibunya yang keterlaluan. Menjadikan Ara sebagai umpannya pulang.

Angelina yang melihat kedatangan Xander, segera menghampiri putra sulungnya. Wajahnya berbinar seakan mendapatkan arisan sosialita.

"Akhirnya kamu datang juga," desahnya lega. Tangannya langsung mengampit lengan Xander dan membawanya, ralat. Lebih tepatnya menyeret Xander mendekati arah ranjang Ara.

Xander memutar bola matanya malas. Bukan karena keadaan Ara yang ternyata baik-baik saja. Bahkan adiknya itu sibuk dengan es krim di kedua tangannya. Tingkah yang sejak dulu tidak pernah berubah. Xander heran sendiri, dengan tingkah childish-nya kenapa Ara bisa memiliki kekasih.

Atensi Xander sejenak melirik seorang wanita asing di dalam kamar ini. Gayanya sangat tampak anggun dan menegaskan dari mana asalnya. Bangsawan, setidaknya itu yang Xander temukan dari barang-barang branded yang dipakai.

Wanita yang mungkin berusia awal 30an dengan mata kucing. Xander membuang muka, menolak menatap lebih lama wanita yang sudah menampakkan ketertarikan padanya. Tatapan memuja dan sedikit berlebihan menurut Xander.

"Xander kenalin ini Kyle. Kyle Swan. Dia itu calon dokter hewan loh. Prestasinya cemerlang, otaknya duh jangan tanya. Apalagi dia cantik banget. Kurang apa lagi coba?" Angelina gencar mempromosikan wanita bernama Kyle itu.

Xander mendengus. Dia melirik sekilas pada Kyle yang tampak malu-malu. "Kurang menarik," celetuk Xander asal.

Angelina menggeplak lengannya sampai Xander mengaduh.

"Mom!"

"Kamu yang manis sama wanita. Kalo gini terus, kapan kamu bakal nikah. Iya, kan, Ra?" tanya Angelina meminta dukungan.

Ara yang sedang menjilat es krimnya, berhenti sejenak. Dia tidak mengerti dan tidak mendengarkan apa yang Angelina katakan tadi. Namun untuk mencari aman, Ara mengangguk saja.

Xander memberikan pelototannya. "Es krim 20, dan kamu dukung kakak!"

Ara berbinar. "Siap. Ara dukung Kak Xander," pekiknya semangat.

"Mom kasih 21."

"Kakak kasih 30."

"31."

"50."

"51."

"Oke. Ara dukung dua-duanya. Jadi Ara dapat 101 es krim," pekik Ara sambil menyela perdebatan keduanya. Matanya sudah berbinar seperti kucing menemukan ikan.

"Mana bisa gitu?" protes Angelina tak terima.

"Bisa dong. Mom juga pelit. Masak negonya cuma dilebihin satu dari Kak Xander." Xander tersenyum melihat tingkah lucu Ara.

"Yah, kalo banyak-banyak makan es krim kamu sakit lagi kayak kemarin," jawab Angelina nyolot.

Ara mendengus kecil. Kegembiraannya menghitung es krim harus sirna saat Xander menatapnya tajam

"Perjanjian batal. Kamu nggak boleh makan es krim lagi," kata Xander tegas.

Ara melongo dengan mulut terbuka lebar. "Loh? Kok?"

Dengan santai Xander menjawab, "Kakak lupa kamu nggak boleh makan es krim banyak-banyak. Kamu hari ini sudah makan, jadi jangan makan lagi seminggu." Xander menunjuk bungkus es krim di atas nakas, yang bila dihitung sekitar 5 bungkus.

Ara bungkam. Dia mana bisa membantah ucapan sang kakak. Meski dalam hati dongkol pun, Ara tahan. Toh, masih ada Dave yang akan membelikannya, pikir Ara tersenyum manis.

Ekspresi Ara seperti buku yang gampang dibaca. Itulah mengapa Xander selalu tahu isi otak adiknya itu. Namun untuk sekarang, Xander mengenyampingkannya dulu. Ada yang lebih penting dan berurusan dengan masa depannya.

Xander menoleh pada ibunya sejenak dan kembali menatap wanita yang sejak tadi menyimak.

Xander bersumpah, tidak ada getar cinta yang kata Zander seperti kupu-kupu dalam perut. Memangnya mana berani kupu-kupu masuk ke dalam perutnya. Yang ada Xander bunuh sebelum mendekat.

"Kamu kenapa mau saja diajak ke sini?" tanya Xander dengan wajah datarnya.

Wanita itu mengulas senyum anggun. Dia merapikan rambutnya ke belakang telinga. Sengaja memberikan gerakan menggoda pada Xander. Gesture tubuhnya sangat mudah dibaca.

"Aku cuma pengen tahu seperti apa Xander yang sering menolak wanita."

"Terus?" Xander menaikkan sebelah alisnya dengan tatapan tetap pada Kyle.

"Yah, setelah melihatnya. Aku rasa memang cuma aku yang bisa bikin kamu tunduk," ujar Kyle dengan percaya diri.

Xander mendengus. Sedangkan Angelina merasa pilihannya kali ini sangat tepat.

Kyle tipe wanita yang tak pantang mundur.

"Terlalu percaya diri," Xander mendecih, tangannya bersidekap di depan dada dengan gaya angkuh. "Kamu kira saya suka dengan wanita yang sudah dibobol berkali-kali. Maaf, dari dandanan dan cara kamu merayu, sepertinya kamu sudah pengalaman."

Xander memasang senyum kemenangan melihat wajah pucat Kyle.

"Xander!" Teguran dari Angelina diabaikannya.

Xander menatap Kyle dengan aura dominan yang mengintimidasi.

"Saya katakan dan dengarkan baik-baik. Saya tidak menyukai kamu dan semua tentang wanita murahan. Jadi setinggi apa pun karir kamu, saya tidak peduli. Kamu bukan tipe saya."

Kyle tampak mengepalkan kedua tangannya erat. Rautnya mengeras antara marah dan malu. Dengan gerakan kasar, dia meraih tas tangannya dan segera berdiri.

Kyle melangkah mendekati Xander hingga jaraknya menipis. Memperhatikan pahatan sempurna Xander, Kyle sadar dirinya sudah terpesona.

"Kita lihat sampai mana kamu menolak pesona saya." Kyle memasang senyum miring. Setelahnya dia menatap Anggelina dengan senyum lembutnya.

"Saya pulang dulu, Mom. Ada jadwal di rumah sakit setelah ini," pamitnya dengan suara yang dibuat lembut. Sengaja menekan kata Mom agar Xander tahu posisinya sudah lumayan kuat di sini. Ada dukungan Angelina yang dikantonginya dengan mudah.

Angelina yang tadi memasang wajah geram pada Xander, berubah lembut dan membalas pelukan Kyle.

"Hati-hati."

Kyle mengangguk dan melangkah anggun keluar dari kamar. Dia tidak menatap Xander lagi. Kyle harus menyusun cara yang lebih bagus untuk menjerat lelaki itu dalam pelukannya. Itu janji Kyle saat keluar mansion megah tersebut.

Setelah bayangan Kyle hilang, Angelina menatap Xander dengan tajam.

"Xander!" bentaknya dengan amarah yang sejak tadi ditahan.

Namun Xander malah menatap Ara yang masih saja menjilat es krimnya.

"Ara!" Xander membentak sang adik.

Pergerakan Ara terhenti. Dia menatap kakak dan ibunya bergantian.

"Apa?" cicit Ara merasa takut dengan aura sang kakak. Sepertinya dia akan menjadi pelampiasan setelah ini.

"Kenapa es krimmu belum habis-habis?" Xander memasang wajah sedikit bingungnya.

Ara dengan santai membuka laci dan mengeluarkan tas dingin di mana es krimnya berada. "Cadangan es krim Ara. Tadi dikasih Kyle."

"Araaaa!"

"Xander, Mom sedang bicara. Urusan kita belum selesai," sela Angelina yang merasa diabaikan. Dia menarik lengan sang anak agar Xander menoleh. Namun Xander tetap fokus pada sang adik.

"Mom nanti saja. Itu Ara kenapa semakin nakal." Xander menunjuk Ara yang tampak biasa saja. Wajahnya selalu disetting sepolos mungkin. Jika sudah begini, siapa yang tega memarahinya.

Xander melepaskan cekalan Angelina di tangannya. Dia berjalan mendekati Ara yang menatapnya bingung.

"Udara di luar sedang dingin, dan kamu makan yang dingin-dingin, jika sakit jangan salahkan Kakak. Kakak akan sita semua pendingin di rumah. Biar kamu nggak bisa nyimpen es krim diam-diam," omel Xander sembari merebut tas pendingin milik sang adik

Ara memasang wajah protes yang tak dihiraukan Xander. Tujuan utamanya adalah memusnahkan semua makanan dingin di kamar sang adik.

Sedangkan Angelina memijit keningnya. Niat ngomel malah tertunda karena ulah Ara yang menyita perhatian Xander.

Sepertinya Angelina harus memikirkan cara lain untuk mengenalkan Xander pada wanita lain.