Aku tak ingin terus mengingat hari sial ini. Aku bertekad bolos dari kampus, entah kemana aku akan pergi kali ini. Aku pergi menaiki taxi begitu saja setelah keluar dari halaman kampus.
"Mau kemana, Neng?" tanya bapak sopir, seorang laki-laki setengah baya.
"Emh... Jalan saja dulu, Pak! Nanti saya stop kalau sampai di tempat tujuan," jawabku dengan ragu-ragu.
Akh, aku memang pergi tanpa tujuan pasti akan kemana hari ini. Aku hanya terus menatap sisi jalanan dari kaca jendela taxi yang kutumpangi kali ini.
Hingga perjalanan mulai melewati banyak boutique segala pakaian bermerk serta tas dan sepatu khusus wanita, sehingga mulai terbersit dalam pikiranku untuk mampir sejenak.
"Pak, stop! Berhenti disini saja," pintaku menyetop pak sopir taxi.
Dengan perlahan sopir tersebut menepi tepat di depan sebuah boutique yang hendak aku hampiri. Setelah membayar tagihan taxi, aku melangkah keluar.
Aku tersenyum sejenak, sepertinya rasa kesalku akan mereda segera setelah aku menghibur kedua mataku dengan pemandangan baju-baju baru, tas baru, dan sepatu juga sandal baru serta semua perlengkapan khusus wanita.
Kurasa semua wanita akan berpikir sama, meski kita tidak membelinya, melihat pemandangan surgawi seperti ini akan mampu meredakan kegalauan seorang wanita.
Maka itu, aku pernah membaca sebuah kalimat. Jika seorang wanita sedang kesal atau patah hati, kau bisa mengajaknya ke sebuah pusat belanja khusus wanita, maka amarahnya akan segera mereda.
Aku sedikit tidak sabar, langkahku mulai menuju untuk memasuki ruangan. Begitu masuk ke dalam, rasanya setiap sudut dan seisi ruangan menyambutku dengan gembira.
Akh, kuhirup wangi khas di dalam ruangan ini. Dengan banyak pilihan pakaian wanita, tas baru, sepatu, sandal, accessories lainnya pun membuatku ingin segera menjamahnya.
"Hei, Amelie!"
Jleb!
Aku tersentak ketika mendengar suara seseorang memanggil namaku. Siapa dia?
"Kamu disini? Emh, sendirian?"
"Tan-te?" aku terkejut bukan main saat melihat ibu Monalisa berdiri di depanku. Bahkan dia membawa banyak pilihan pakaian yang tentu itu sangat mahal harganya.
"Wah, kebetulan sekali. Apa kau tidak kuliah? Dimana Keysa? Tumben, kalian tidak bersama?" tanya nya dengan nada yang mengandung suatu ledekan padaku.
Sungguh, apakah hari ini memang hari sialku? Tadinya kuharap setelah ke boutique ini, aku akan menghilangkan kesialanku sejak pagi tadi. Tapi nyatanya, aku kembali masuk ke mulut harimau setelah berhasil melarikan diri dari lubang buaya.
"Tante sendiri ngapain?" tanyaku mengalihkan.
"Oh, ini. Tante lagi bingung nih daritadi, kebetukan sekali ada kamu. Tolong bantuin tante memilih gaun yang pantas untuk Mona dong, besok dia akan ulang tahun. Kamu dan Keysa jangan lupa datang, ya!"
Kau harus menolaknya, Amelie. Gumamku dalam hati.
"Emh, sepertinya malam besok aku ada kuliah sore, Tante. Jadi, tidak bisa hadir."
Ya! Alasanmu sudah tepat kali ini, Amelie.
"Aah, ayolah... Tante mohon, kali ini kau hadir dengan Keysa. Ini juga kejutan untuk Monalisa, dia tidak tau kalau tante menyiapkan pesta ini."
"Tapi, Tante..."
"Kalian kan saudara, kenapa kau tidak menghormatinya, paling tidak kabulkan permohonan tantemu ini. Lagi pula, ini adalah pesta kejutan yang di rencanakan oleh pacar Monalisa. Aduh, dia sungguh pria yang baik dan kaya raya. Apa mau tau, Amelie. Dia juga memberikan tante uang banyak untuk membeli segala perlengkapan untuk ulang tahun Monalisa besok."
Tsk, ibu dan anak sama saja. Meski kami masih memiliki sebuah ikatan darah, aku sungguh merasa enggan berlama-lama dekat dengan Monalisa dan ibunya.
Tante Sunny sendiri memiliki sebuah Bar kecil di dekat rumahnya, Bar itu terkenal menjual minuman beralkohol dan banyak laki-laki yang selalu datang untuk bersantai seraya mabuk-mabukan di Bar itu.
Bahkan, kudengar tante Sunny juga selalu mendatangkan banyak gadis untuk melayani serta memuaskan para lelaki hidung belang itu. Lebih mengejutkannya lagi, Monalisa dan dua saudara kandungnya pun ikut serta menjadi pelayan di Bar itu.
Kutarik napas dalam-dalam, aku tidak bisa menolaknya lagi. Inilah yang aku tidak sukai dari diriku sendiri, aku selalu merasa tidak nyaman dan tidak enak hati menolak setiap permintaan dari seseorang.
"Mau, ya! Kau dan Keysa harus berkenalan dengan pacar Mona, siapa tau dia punya banyak teman laki-laki yang tak kalah tampan dan kaya juga."
Tunggu, sejak tadi tante Sunny selalu mengatakan pacar tampan dan kaya Monalisa, apakah itu Yash? Heh, kebetulan sekali.
"Baiklah, Tante. Besok aku akan hadir dengan Keysa, nanti aku akan sampaikan pada Keysa bahwa tante mengundangnya untuk acara ulang tahun Monalisa besok."
"Nah, begitu kan baik. Kau memang anak yang manis dan penurut, coba saja kalau Keysa. Dia pasti menolak dengan kasar, akh... Entah apa yang membuatnya begitu tidak menyukai Monalisa. Dia terkesan iri pada kecantikan Monalisa," ujar ibu Monalisa terus membual.
"Eng, Tante. Mari, aku akan membantu tante memilih gaun yang cocok untuk Monalisa." aku segera menyela bicaranya.
"Yah, benar. Mari, tapi tante sudah memilih banyak gaun, coba kau lihat!" titah ibu Monalisa kemudian seraya memberikanku segala gaun yang di pilihnya untuk Monalisa.
Ingin rasanya aku meneriakinya, ini semua gaun yang serba terbuka dan sudah pasti jika Monalisa memakainya, semua mata lelaki hanya akan tertuju padanya saja.
"Tante, aku rasa ini gaun pilihan tante sangat tidak cocok. Ini dan ini, juga ini dan semuamya... Sangat terbuka, bagaimana Monalisa akan mengenakan gaun terbuka seperti ini?" ujarku setelah melihat semua gaun yang dia pilih untuk Monalisa.
"Apa? Tidak cocok bagaimana? Aduh, Amelie. Ini zaman modern, gaun terbuka akan membuat putriku Monalisa seperti artis-artis hollywood di luar sana."
Oh Tuhan, aku bisa gila.
"Kalau begitu, tante pilih yang ini saja." Aku terpaksa menyetujuinya dan menunjuk pada satu gaun berwarna merah jambu.
"Wah, apakah ini sungguh cocok untuk Monalisa?" tanya tante Sunny sambil meraih satu gaun pilihanku. Gaun yang tidak begitu terbuka, namun kurasa Monalisa pasti akan menyukainya.
"Monalisa sangat cantik dan seksi, dia juga memiliki postur tubuh yang seksi, tinggi dan pinggulnya seperti gitar Spanyol. Gaun ini pasti cocok," ujarku meyakinkan. Namun di dalam hati rasanya mual harus memuji Monalisa demikian.