Chereads / BUKAN SITI NURBAYA / Chapter 23 - Hari pertama bekerja

Chapter 23 - Hari pertama bekerja

Setelah melakukan berbagai perjanjian tertulis dengan perusahaan yang akan menjadi tempat kami bekerja, kami hanya akan bekerja disaat jadwal kuliahku dengan Keysa berlangsung malam hari.

Hari ini, adalah hari pertamaku bekerja dengan Keysa. Aku bergegas hendak pergi setelah sarapan pagi, namun sepertinya kakek dan nenek sedang mengamatiku sejak tadi.

"Kemana kau akan pergi pagi-pagi begini?" tanya kakek menyelidik.

"Hari ini aku mulai bekerja paruh waktu," jawabku jujur.

"Pffttt..." si Black seperti sedang meledekku dengan tawanya itu.

"Apa? Kerja paruh waktu? Lalu bagaimana dengan kuliahmu itu, hah?" tanya nenek beranjak berdiri dari posisi duduknya sejak tadi.

"Nenek tenang saja, aku bekerja hanya di saat jadwal kuliah malam."

"Amelie, apa kau sudah memikirkan bagaimana kau akan kesulitan mengatur waktu nanti. Kakek sudah cukup lelah dengan tagihan kuliahmu, jangan sampai kau mengecewakan."

Aku tersentak mendengar tanggapan kakek. Jadi, selama ini kakek benar-benar terbebani dengan kuliahku?

"Kakek tenang saja, gaji pertamaku nanti akan aku gunakan untuk pembayaran kuliahku nanti."

"Hahaha... Berapa gaji bulananmu, Adikku Sayang? Kamu pikir pekerja paruh waktu akan menerima upah puluhan juta? Jangan mimpi!" sela si Black terkesan meremehkanku.

"Diam saja kau! Aku tau kau pasti iri karena kini aku sudah menemukan pekerjaan paruh waktu. Tidak sepertimu!"

"Amelie!" hardik nenek padaku.

Ah, sudah pasti tidak akan ada yang membelaku di rumah ini.

"Sudahlah, aku akan berangkat kerja," pamitku tanpa banyak kata lagi, aku tau si Black menatapku kesal pagi ini setelah ucapanku yang berani melawannya tadi.

"Amelie, dengarkan ucapan kakek! Kau harusnya berpikir panjang dulu sebelum memulai untuk bekerja!" kakek terdengar marah kali ini setelah aku memutuskan dengan sendiri ingin bekerja paruh waktu.

Tapi aku tak pedulikan ocehan kakek dan nenek di meja makan pagi ini, langkahku tegap dengan mantap melangkah keluar rumah.

"Selamat pagi, mbak Amelie." Keysa menyapaku dengan senyuman nakal, aku tau dia berniat menggodaku pagi ini. Menggoda wajahku yang kulipat seribu begitu keluar dari sebuah gang dekat rumah.

"Hem, pagi juga, Mbak Keysa!" jawabku berbalik menggodanya. Lantas kami terdiam sejenak, saling menatap sekujur tubuh kami masing-masing.

"Hahaha..." kami tergelak tawa bersamaan.

"Apa yang kau tertawakan, Amelie?" tanya Keysa penasaran.

"Seperti yang kau pikirkan saat ini, Key!" jawabku mencoba mengalihkannya padanya.

"Hahaha, kita memang sehati, bukan hanya sedarah saja. Aku membayangkan bagaimana orang-orang di perusahaan itu akan menyapa kita, menyambut kita dengan ramah dan sopan, penuh wibawa karena kini kita adalah seorang karyawan swasta di perusahaan itu, Mel!" tampak Keysa mulai mengkhayal dan tidak sabar menyandang status barunya sebagai karyawan, meskipun hanya sekedar pekerja paruh waktu saja.

"Jangan lupakan satu hal, Key! Di perusahaan itu ada Monalisa, yang mungkin akan selalu membuat kita tidak tenang bekerja di perusahaan itu."

Seketika Keysa menarik kedua ujung bibirnya yang sejak tadi tertawa lebar. "Akh, kau ini. Merusak semangatku saja, kau tau aku tidak akan membiarkan Monalisa mengalahkanku, Mel!" jawab Keysa dengan tatapan yang berapi-api.

Lalu kemudian, aku segera menaiki motor yang Keysa kendarai pagi ini untuk menuju ke perusahaan swasta tempat kami akan memulai hari dan status baru.

Begitu sampai di sebuah ruangan, dimana terdapat beberapa orang yang sudah tentu akan menjadi senior kami setelah ini, mereka menyambut dan menyapa kami dengan ramah.

Aku merasa beruntung sekali, bisa di terima dengan ramah dan baik di perusahaan ini. Tapi, dimana Monalisa? Mengapa dia tidak ikut menyambut hari pertama kami bekerja?

"Halo, perkenalkan. Namaku Maria, salah satu dari kalian akan menjadi asistenku." seorang wanita cantik, dengan rambut sebahu dan penampilannya yang begitu rapi dan anggun menghampiri lantas menjelaskan perihal yang membuatku terkejut.

"Salah satu diantara kami? Jadi, kami dipisah?" tanyaku dengan terkejut.

Wanita itu tersenyum mendengar tanyaku, aku menahan napasku sejenak. Aku berharap pendengaranku sedang eror pagi ini.

"Aku memang hanya butuh satu asisten saja, dan aku memilihmu untuk menjadi asistenku," terangnya sembari menunjuk ke arahku.

"Lalu aku?" tanya Keysa dengan kedua mata melolot sembari menunjuk dirinya sendiri dengan jari telunjuk.

Lagi dan lagi, wanita itu tersenyum melihat ekspresi Keysa yang selalu mudah panik. "Sebentar akan datang seseorang, kau di pilih menjadi asistennya."

Menit berikutnya, datang kembali seorang laki-laki berusia sekitar 30tahun dalam tebakanku. Dia tersenyum ramah ketika aku dan Keysa menatapnya heran.

"Halo, perkenalkan. Aku Reza, aku memilihmu sebagai asistenku mulai saat ini," terangnya memperkenalkan diri sambil menunjuk ke arah Keysa.

"O-oh... Jadi, kami benar-benar dipisah?" tanya Keysa kembali seakan tidak percaya. Mengingat selama ini kami belum pernah terpisah dalam hal apapun itu.

"Iya, mbak Key. Betul, kalian harus berpisah dan ikut dengan atasan kalian masing-masing. Bukan hanya itu, ruangan kalian juga akan terpisah nantinya."

"Mel..." lirih Keysa menatap ke arahku.

"Tidak apa, Key! Kita hanya terpisah ruang dan waktu saja, semangat!" ujarku menyemangatinya. Meski hatiku pun gugup tidak karuan, rasanya ada yang kurang saat melakukan sesuatu tanpa Keysa.

"Mari..." ajak seorang wanita yang bernama Maria tadi padaku.

"Key, aku duluan ya!" ujarku pada Keysa bersikap sok tenang meski nyatanya ada sesuatu yang terasa ingin meledak dari dalam otakku.

"Iya, Mel! Semangat ya," sahut Keysa melambaikan tangannya.

Setelah berjalan menelusuri setiap ruangan yang terdapat banyak staff di dalamnya, aku menyadari bahwa ruangan yang akan aku tempati cukup jauh dari ruangan Keysa yang tidak aku ketahui dimana ruangan itu.

Di tengah langkahku yang mengikuti seorang wanita yang akan menjadi atasanku setelah ini, tanpa sengaja pandanganku tertuju pada satu ruangan yang dimana telah berdiri seorang wanita yang tak lagi asing bagiku.

"Emh, Mbak..." begitu panggilku pada wanita yang berjalan dengan anggun di depanku sejak tadi.

"Ya? Kenapa, Amelie?" sahutnya setelah berbalik badan.

"Emh, itu... Wanita di ruangan itu, Monalisa bukan?" tanyaku sambil menunjuk ke arah ruangan dimana Monalisa berada dan anehnya dia tampak begitu genit dengan seorang laki-laki yang menerima aku dan Keysa bekerja di perusahaan ini.

"Oh, N-no-na Li-sa?" tanyaku terbata-bata. Tentu saja, aku terkejut ketika Monalisa di panggil dengan sebutan nona.

"Iya, nona Lisa. Laki-laki yang berdiri di depannya itu adalah pemilik perusahaan ini, dan hanya nona Lisa yang bisa sedekat itu dengan beliau. Beliau sangat suka dengan nona Lisa, sangat gigih bekerja dan suka membawakan makanan dan minuman untuk atasan kami."

"So what???" pekikku dengan kedua mata melotot.

Kembali wanita itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Kenapa kau begitu terkejut mendengarnya?" tanya nya mulai menyelidik.