Ceklek.
Arland menutup pintu kamar Verss saat keluar, menghentikan langkahnya tepat di depan pintu melihat seseorang yang sejak tadi duduk di kursi tunggu.
Arland menarik napasnya panjang, ia berharap tidak lagi melihat wajah orang itu karena ia pasti akan sangat emosi dan menghajarnya, tapi kalau Verss sampai tahu ia bisa bertambah stress.
Gale menegakkan kepalanya menyadari Arland keluar kamar, ia berdiri mendekat.
"Bagaimana tuan muda? Apa ia baik-baik saja?" Tanya Gale menahan tangan Arland.
Arland melepaskan pegangan Gale.
"Bagaimana menurutmu? Apa yang kau harapkan setelah membohongi Levi? Berharap ia bisa menerima semua rasa sakit itu? Aku pikir kau ini berbeda, tapi, he aku bahkan tidak mengenal dirimu"
Gale tak membantah, ia salah telah berbohong pada Verss, tapi itu bukan niatnya, ia tidak ingin menyakiti Verss sama sekali, ia hanya ingin pemuda itu bisa bahagia atas apa yang memang seharusnya adalah miliknya.
.............
Hari berikutnya.
Arland dan Mimin mengantar Vers kembali ke apartemennya, tapi kemanapun mereka pergi selalu ada yang mengikuti mereka, siapa lagi kalau bukan Gale hang melihat dari jauh, karena kesibukannya Arland juga kadang tidak bisa menemani Verss, dan karena kondisi kesehatannya yang belum stabil Mimin menangguhkan semua jadwal online dan offline untuk Verss sampai waktu yang ditentukan.
Mimin duduk di ruang tengah apartemen Verss membawa mangkuk besar potongan buah segar dengan mayo yang ditaruh di depan meja sambil menyaksikan acara televisi di depannya.
"Verss! Ayo makan buah!" Seru Mimin.
Tak berapa lama, Verss dengan gontai keluar kamar dan duduk di samping Mimin.
"Hei lemas begitu, sudah minum obat belum?" Tanya Mimin, Verss menggelengkan kepalanya, ia hanya duduk menyandar pada bahu sofa dengan mata lurus ke depan.
"Tidak mau makan, aku akan mengantuk nanti"
Mimin mencubit pipi Verss gemas.
"Aww kak Min sakit" rintih Verss melihat Mimin dengan mata sebal.
"Kenapa tidak minum, kau sengaja yah mau sakit terus supaya tidak usah kerja yah"
Verss meraba pipinya menatap Mimin tajam.
"Siapa yang mau sakit, obatnya tidak enak, bikin mengantuk juga, masach mau tidur seharian"
"Yah bagaimana lagi, kata dokter kau kecapekan, butuh banyak istirahat yang cukup, banyak tidur bagus khan"
"Dokter saja yang berlebihan, kalau istirahat terus kapan kerjanya, memangnya dokter itu mau mengganti rugi kontrak kita nanti" Verss mendumel.
"Kau ini, urusan itu biar Mimin dan pak Edwin yang pikirkan, kau hanya perlu menurut, jangan keras kepala yah, di mana obatmu?"
Verss tak menjawab, Mimin yang menunggu dengan tak sabar menarik napasnya panjang.
"Heh anak ini"
Mimin melirik ponselnya, saat seperti ini hanya Arland dan Gale yang bisa mengatasi sifat keras kepala Verss, tapi jadwal Arland yang super padat membuat ia hanya bisa mampir saat malam, dan Gale itu, ia tidak terlihat sejak pagi tadi, orang itu apa sudah menyerah?
Mimin menoleh pada Verss yang fokus melihat siaran berita dalam televisi, entah apa benar melihatnya atau hanya pandangan kosong, ia menolehkan kepalanya ke depan Versa tapi pemuda itu segera menggesernya.
"Ih kakak awas, sedang melihat berita nih"
Mimin mengerutkan dahinya, berita apa yang menarik perhatian Versa hingga ia fokus begitu, diraih remote kontrol menaikkan volume televisi.
"Pagi ini putra kedua pengusaha Laura Karmen, Al ditemukan tidak bernyawa di kamar apartemennya, dugaan pertama dikarenakan overdosis dan meninggal sebelum sempat dilarikan ke rumah sakit, staff gedung yang pertama menemukan tubuh Al di atas ranjangnya siang tadi mengatakan sebelumnya masih sempat melihat Al saat mengantarkan sarapan, tapi saat hendak membersihkan ruangan pada siang harinya ia terkejut saat menemukan pria muda berusia tiga puluh tahun itu sudah dalam kondisi tidak bernyawa"
Layar beralih pada seorang reporter yang mewawancarai seorang staff apartemen.
"Iyah masih memesan sarapan untuk dua orang, sebelumnya memang ada temannya yang datang menginap, em seorang wanita muda.."
Mimin melirik Versa yang melihat berita dengan sangat seksama, melihat Verss mengepalkan tangannya.
"Eh Verss, apa, kau mengenalnya?"
Verss menurunkan kepalanya, ia tak menjawab pertanyaan Mimin dan berdiri dari duduknya menuju ke kamarnya.
"Aku mau tidur"
Mimin menyusulnya.
"Eh tunggu Verss kau harus makan dulu sejak pagi belum makan apa-apa, sarapanmu juga tidak dihabiskan"
Mimin mengikuti Verss ke arah kamar tapi Versa menutup pintu tepat di depan wajahnya.
"Brukk"
"Ih anak itu"
Mimin masih mendumel, mengangkat tangannya hendak memukul pintu kamar Vers tapi diurungkan niatnya, bagaimanapun Verss masih sakit, ia harus sabar menghadapi orang sakit.
Mimin membalikkan tubuhnya menuju ke Sofanya kembali, baru saja akan duduk saat terdengar suara ketukan pintu.
"Tuk tuk"
"Siapa yang datang siang begini?"
Mimin membuka pintu, berdiri diam melihat siapa yang sudah berdiri di depannya.
"Kenapa harus mengetuk pintu, kau khan tahu nomor kunci kamar, aneh sekali"
Mimin melebarkan pintu dan membiarkan orang yang tak lain adalah Gale masuk, pria itu melihat ke dalam apartemen mencari Verss.
"Eh tuan muda"
Mimin menunjuk ke arah pintu kamar Verss yang tertutup rapat.
"Tidur, ku pikir kau sudah tak akan datang lagi"
Perlahan Gale masuk, pria bertubuh tinggi besar itu agak segan masuk apartemen sejak Verss belum mau memaafkan dirinya, tapi ia tak bisa menjauh, bagaimanapun saat ini keamanan Verss masih belum terjamin, dan lagi, ia sangat merindukannya.
"Jangan menjauh, kau seperti tidak kenal Verss saja, dia itu memang keras kepala tapi dalam hatinya tidak berpikir seperti itu, diluar ia mungkin belum bisa memaafkanmu tapi ia juga tak mungkin mengusirmu begitu saja, kau hanya perlu bertahan saja" ujar Mimin.
Gale yang masih berdiri di tempatnya hanya melihat pintu kamar Versa yang tertutup rapat, ingin sekali menyongsongnya dan masuk, tapi, ia bahkan tak berani menatap mata Verss.
"Eh, apa, tuan muda sudah baikan?" Tanya Gale, Mimin melirik Gale lalu melirik sofa di depannya, meminta pria itu duduk saat bicara dengannya.
Perlahan Gale mendekat dan duduk di depan Mimin, meremas tangannya karena gugup.
"Ia masih demam, tapi sudah membaik, dokter bilang saat ini ia perlu banyak istirahat karena kondisi fisiknya yang lemah juga memicu kondisi mentalnya, sejauh ini ia Vers yang sangat kuat, hanya, entah kenapa ia mendapat serangan panik itu kembali saat bersamamu, apa, ada yang ingin kau ceritakan? Karena Verss sama sekali tidak bicara apapun soal masalah kalian"
Gale menahan napasnya, entah harus menceritakannya atau tidak, tapi Mimin sudah menganggap Verss sebagai adiknya sendiri, selain Edwin gadis muda di depannya sangat peduli terhadap Verss.
"He, tuan muda, adalah pewaris Karmen group"
Jawaban Gale yang terus terang membuat Mimin yang baru memasukkan buah ke dalam mulutnya tersedak.
"Uhuk uhuk" ia menepuk dadanya berusaha menurunkan buah yang mungkin kini nyangkut di tenggorokannya, terima kasih pada Gale di depannya. Gale mendorong minuman ke depan Mimin, gadis itu langsung meraihnya dan meneguknya banyak.
"Gleuk gleuk"
Mimin menurunkan gelasnya yang sudah kosong dan melihat Gale tajam.
"Apa maksudnya? Maksudnya Karmen yang mana? Yang sering muncul di televisi itu? Yang, katanya perusahaannya hampir bangkrut itu"
"Karmen Holdings memiliki banyak anak perusahaan, hampir separuh darinya di atas namanya tuan muda, dan sisanya karena pengelolaan yang buruk oleh keluarga yang tak bertanggung jawab harus melepas kepemilikan untuk publik, tuan muda, tak mau ada urusan lagi dengan keluarga itu, tapi, mungkin sudah terlambat menghindar, sebelum meninggal, tuan besar sudah memberikan semua untuknya, tapi, tuan muda tidak menginginkannya, sama sekali tidak ingin berhubungan dengan keluarga itu lagi, dan aku, sudah membohonginya"
Mimin gagap, ia menunjuk ke arah televisi.
"Ja jadi benar? Kalau memang begitu tadi itu, eh apa semua keluarga Karmen memiliki nama yang sama? Jadi, anak muda yang tadi mati karena overdosis juga keluarganya?"
Gale mengangkat kepalanya.
"Keluarga yang mati?"
Mimin mengangguk.
"Iyah itu, namanya Al, siapa itu Al? Mungkin singkatan yah intinya dia mungkin sepupu atau siapapun, makanya Verss melihatnya dengan sangat serius tadi"
Gale berpikir, ia mengerutkan dahinya berpikir dalam.
"Eh Al, mungkin, Alex Karmen"
"Yah mungkin itu!" Seru Mimin.
Gale berpikir lagi, pagi tadi ia baru saja mengunjungi pria itu karena pria itu mengancam akan menyebarkan photo Verss saat ia diikat dalam kondisi telanjang di loteng rumah lama mereka, tapi ia hanya menggertak, tidak ada photo atau apapun, pria itu hanya berniat mencari aman dengan memancing Gale ke tempatnya agar ia memberikan posisi padanya di Karmen Holdings, sejak orang tuanya sudah dituntut oleh pengadilan dan mereka akan menggelandang karena kehilangan rumah dan harta mereka, itu ganjaran baginya, kalau ia mati karena overdosis itu masih terlalu enak untuknya.
Gale mengepalkan tangannya, Alex adalah salah satu anak yang menyentuh tubuh polos Versa saat ia masih kecil, anak kecil yang sudah diajarkan untuk bejat dari usia muda, ia pantas mati lebih mengenaskan dari ini.
Mimin tak berani bertanya lagi, wajah Gale saat itu cukup menakutkan dirinya.
"Em, apa, kau akan tinggal malam ini? Aku akan belanja sayur di bawah, kau mau apa?" Tanya Mimin mencairkan suasana.
Gale tak menjawab, ia hanya berdiri dan bergerak menuju ke kamar Versa, sejenak ia masih berdiri di depan pintu dengan tangan siap memutar handel, tapi ia tertegun diam, agak ragu, bagaimana kalau Vers masih membencinya, tapi ia tidak bisa membiarkan ini terus berlanjut, ia tidak bisa menjauh dari Verss, apalagi tidak berada di sampingnya saat ia lemah dan tak terlindungi, orang-orang itu akan selalu mencari kesempatan untuk menyakitinya.
Gale menahan napas, lalu memberanikan diri memutar gagang pintu dan masuk.
"Ceklek"
Lama, Gale hanya duduk di pinggir ranjang dengan kepala bertumpu pada dua tangannya, melihat wajah tenang Verss yang tertidur lelap di depannya, ia tak berani menyentuhnya, juga tak berhak menyentuhnya, setelah mengingat apa yang sudah ia lakukan pada tuan mudanya itu, melihat wajah tak berdaya dan tatapan tajam Vers padanya hari itu.
Ia ingat apa yang dibicarakan dengan Arland di depan kamar rawat Verss.
"Aku, hanya tahu Levi sangat membenci keluarganya, ia bahkan tidak menyukainya namanya yang begitu bagus dan menggantinya, tapi bukan berarti ia tidak menyukainya sama sekali, namanya adalah bukti kasih sayang dua orang tuanya padanya hingga memberikan ia nama yang begitu indah, he, ia tak keberatan aku terus memanggilnya Levi asal tidak mengingat nama belakangnya"
Gale meremas tangannya, melihat Arland yang begitu mengenal Verss dengan sangat dekat.
"Mereka menghancurkannya, menghancurkan masa kecilnya dengan sangat mengenaskan, aku, sampai tak tahu apa yang harus ku lakukan untuk membalas keluarga iblis itu, bahkan matipun terlalu enak bagi mereka"
Kembali ke kamar Verss.
Gale menurunkan kepalanya menarik napas panjang, ia mungkin hanya akan duduk saja di sana, melihat wajah Versa saja sudah cukup bagus untuknya.
"Heh Gale, kau bohong" Gale mengangkat wajahnya berpikir Verss bicara dengannya, tapi ia hanya mengigau.
Gale harusnya tahu kalau Verss belum bisa menghilangkan trauma berat yang diberikan keluarga itu terhadapnya, bahkan saat menceritakan apa yang terjadi padanya Erik Karmen tak mampu menghentikan tangisnya, ia menangis dan perasaan bersalahnya membuat ia tak punya keberanian menghadapi Verss hingga akhir khayatnya, ia menyesal telah membiarkan cucu semata wayangnya menderita oleh orang-orang yang dibawa pulang ke rumahnya.
#########