Kubuka mataku perlahan, ku rasakan kepalaku sangat pusing, ku edarkan pandanganku ke seluruh sudut ruang, ternyata aku sudah ada di dalam kamarku.
"Kamu tadi kenapa dek?" tanya kakaku panik. Tapi aku masih diam saja.
"Liana, apakah adikmu sakit? Awalnya tadi bagaimana? Dan kenapa dia tiba-tiba bisa pingsan beitu...?"
"Liana juga tidak tau mama... Kalau liana tau kenapa Liana tanya ke Ruby..."
"Ruby, apa yang kamu rasakan sekarang? Apakah kamu sakit...?" tanya mamaku panik.
Aku hanya diam saja melihat kepanikan dari mereka, aku masih shock berat dan tidak percaya dengan apa yang aku dengar tadi.
Satu jam terlewatkan aku masih saja diam dengan pandangan lurus kedepan dan tatapan yang sangat kosong.
Hati ini masih belum bisa menerima kenyataan, mimpiku sudah terlalu tinggi sejak kuterima surat pertama darinya itu.
Tapi nyatanya apa? Kenyataan hidup berkata surat itu di tulis setelah satuhari dia meninggal, lalu siapa yang menulisnya?
"TIDAAAAKKK..." Teriaku histeris tiba-tiba.. Aku terus berteriak sambil menagis meluapkan semua emosi yang ada.
Hati ini masih saja tidak percaya.
"Kak... Mereka bohong kak... Pasti mereka bohongi Ruby... " kataku sambil melempar semua benda yang ada di dekatku.
"Ruby... Tenang Ruby... Tenang... Ada apa...?? Siapa yang bohong? Ceritakan pada kami Ruby ada apa?" kata kakak dan mamaku berusaha menenangkan aku.
"Papanya bilang kalau kak Rizky sudah meninggal..." kataku dan kakak juga mamaku nampak shock juga dengan apa yang aku katakan.
"Bagaimana bisa... Dan kapan meninggalnya?" tanya kakaku heran.
"Setahun yang lalu kak... Surat pertama itu adalah satuhari setelah dirinya pergi..." kataku linglung.
"Kenapa hidup ini tidak adil? Kenapa dia harus pergi ketika aku dan hatiku meyakini bahwa dialah takdirku?"
"Takdir ini tidaklah menjauhkan tapi dia merampas... Dia merampas kak..." kataku lagi.
Kak Liana hanya memeluku dan menenangkanku karna dia sudah tidak bisa berkata apa-apa, diapun juga sangat shock dengan berita ini.
Sejak kudengar berita itu aku berubah 180°. Aku yang santai dan supel menjadi pribadi yang lebih pendiam, lebih pemurung dan jauh lebih tertutup.
Sampai waktu dimana papaku kembali bertugas di Solo dan menempati Rumah lamaku itu.
Aku tidak perhatian dengan suasana rumah ini yang sudah hampir 3tahun lamanya ku tinggalkan, semua bagiku masih sama. Apalagi tiap 3 hari sekali adik mamaku selalu datang dan memebersihkan semua ruangan yang ada, jadi semua tetap bersih dan terawat.
***********
"Ruby... Ayo ikut kakak beli buku...!" Ajak kakaku tiba-tiba ketika aku sedang menggenggam leontin kalungku.
"Iya kak... Aku ganti dulu..." kataku lalu aku masuk kedalam kamar.
Kejadian tak terduga terjadi ketika aku di Gramedia, aku melihat Arif... Iya Arif aku yakin dia Arif bukan karna tau kalau kak Rizky sudah tidak ada.
Tapi memang hati ini tak bisa di bohongi, dan tubuh ini selalu memberi respon jika setiap kali bertemu atau hanya melihat kak Rizky.
"Arif.....!!!" Sapaku pada pria itu.
Kulihat dia menoleh ke arahku, memasang wajah terkejut dihadapanku.
"Ruby ya....???" katanya tidak percaya diri.
"Iya Rif... Aku Ruby... Kamu apa kabar?"
"Aku baik Rub... Kamu gimana?"
"Rif... Aku mau ada yang perlu di omongin sama kamu,kamu lagi ada waktu tidak?"
"Sekarang ya? Ada kok, kebetulan, tadi aku kemari memang karna lagi bosen dirumah..."
"Ya sudah ayo ikut aku, kita temui kakaku, aku akan bilang kalau aku akan pergi denganmu"
Aku mencari kakaku cukup lah muter-muter memusingkan kepala, namun akhirnya ketemu juga.
"Kak... Kenalin ini Arif... Aku masih ada perlu sama dia, kakak nanti bisa pulang dulu, dan tolong sampaikan pada mama..." kataku.
" Oh.. Ok..." sesaat kakaku diam sedikit bengong melihat Arif. Memang dia yang sekarang seperti mendiang Rizky dulu.
"Hey kak... Namaku Arif..."
"Hey... Liana... Ya uda kalian lanjut saja, aku pulang dulu, Ruby jangan pulang terlalu sore ya..."
"Iya kak..."
Akhirnya aku dan Arif keluar dari area gramedia, aku berjalan menuju taman kota.
"Ruby... Kita duduk dan pesan minum di sana aja yuk...!"
"Iya boleh..."
Setalah kami memesan minuman dan makanan ringan, Arif mulai membuka pembicaraan.
"Bagaimana kabarmu Ruby, sudah 3 tahun kita ga ketemu..."
"Aku baik Rif, maaf jika waktu itu aku pergi begitu saja, karna aku sendiri juga tidak tau kalau harus pindah" kataku sedih.
"Lalu sekarang bagaimana kamu bisa kesini lagi?"
"Papaku kembali bertugas di sini Rif, Rif kak Rizky meninggal ya...? Bawa aku ke makamnya sekarang juga Rif tolong..."
Seketika Arif tertunduk sedih.
"Dari papanya...."
"Apakah kalian bertemu?"
"Tidak... Aku menelfonnya, kak Rizky mengirim surat untuku..."
Dengan Wajah bingung Arif berkata "Ruby... Kaka meninggal setahun yang lalu, sedangkan Keluarga kami baru pasang telefon sekitar dua Mingguan.
"Iya aku tau... Rif, ayo bawa aku ke sana....!" pintaku lagi, akhir Nya Arif menurutiku dan mengantarkan aku ke pusaran almarhum kak Rizky dengan hati yang penuh dengan tanda tanya. Tapi, dia diam. mungkin, setahun sempat menjadi teman sekelasku dia cukup baik mengerti akan karakterku. jadi, mungkin dia mengantarkanku saja dulu ke tempat yang kumau. setelahnya, barulah ia akan bertanya nanti.