Chapter 27 - Pertikaian Abadi

Eredyth dalam wujud tubuh gadis 19 tahun itu mengerang pelan di bawah tindihan tubuh Aka Manah yang memakai wujud Dokter Arya. Keduanya tidak mengenakan satu pakaian pun di tubuh mereka. Dan kedua tubuh itu telah bermandikan keringat di atas kasur di dalam kamar utama rumah besar tersebut.

Aka Manah menjatuhkan tubuhnya, menghimpit tubuh depan Eredyth hingga Eredyth melenguh lebih kencang. Lenguhan itu semakin terdengar ketika Aka Manah menggerakkan pinggulnya dengan intens.

Eredtyh mengulum senyum lalu memandang Aka Manah dengan penuh gairah sembari menggigit bibir bawahnya sendiri dengan lembut.

Wanita itu menginginkan pertukaran posisi. Ia bergerak luwes, dan berhasil memaksa Aka Manah telentang di atas kasur empuk tersebut. Kini Eredyth mengambil alih pergerakan itu, ia berada di atas dengan tubuh melengkung ke depan sembari menggerakkan pinggulnya secara konstan.

Aka Manah menyeringai. Eredyth meraih tangan Aka Manah dan menangkupkan tangan kekar itu ke payudaranya, ia menahan tangan Aka Manah agar tetap berada di sana.

Sementara itu, di ruang bawah tanah. Tubuh tak bernyawa gadis 19 tahun itu tergeletak di samping jasad sang ibu. Kondisi kedua jasad tersebut nyaris sama, bedanya, tubuh gadis itu masih bersimbah darah segar yang mengalir dari setiap jengkal daging, urat, dan otot yang terkelupas. Juga, pada bagian yang paling utama, bagian kepala yang hanya menyisakan separo hidung ke bawahnya saja. Di bagian ini, darah keluar lebih banyak.

Kembali ke kamar utama di mana Eredyth dan Aka Manah sedang bersenggama menggunakan wujud ayah dan anak yang telah mereka bunuh sebelumnya.

Di atas tubuh Aka Manah, Eredyth bergerak semakin liar. Lalu tiba-tiba kepala wanita itu tersentak, menengadah dengan mata terpejam. Tubuh wanita itu bergetar, begitupula dengan tubuh Aka Manah, keduanya sama mengejang.

Dan setelah semua aktifitas itu mencapai batasnya, keduanya sama terkulai.

Eredyth jatuh begitu saja ke atas tubuh Aka Manah. Ia tampak tersenyum, puas dan senang.

"Tidak kusangka," ujar Eredyth, "bersenggama menggunakan tubuh manusia ternyata jauh lebih memuaskan."

Aka Mana tertawa halus sembari melipat kedua tangannya ke atas, dan menjadikan tangannya itu sebagai pengganjal kepalanya.

"Menurut mitos yang ada," kata Aka Manah aka Arya, "dengan menggunakan wujud manusia, kau akan bisa menghasilkan dua sampai tujuh Nimfa hanya dalam waktu satu bulan saja."

Eredyth mengangkat kepalanya, memandang Aka Manah dengan senyuman seribu makna.

"Kau bermaksud menjadikanku sebagai kilang penghasil keturunan?"

Aka Manah tertawa lagi, ia mengusap wajah Eredyth. "Kenapa tidak?"

"Brengsek!" dengus Eredyth, lalu menjatuhkan tubuhnya ke samping kiri Aka Manah. "Kau bisa menggunakan para Seirene atau Alkonost untuk itu. Atau Succubus lainnya, tapi tidak denganku."

"Bukankah ini demi tercapainya tujuan kita?" kata Aka Manah pula. "Membangun pasukan lebih banyak lagi dengan para Nimfa yang bisa kita hasilkan. Succubus lebih bisa diandalkan dalam hal ini daripada Seirene dan Alkonost."

"Kau menggodaku?"

"Mungkin."

"Berapa lama lagi?" tanya Eredyth, lalu merentangkan satu tangannya di atas dada Aka Manah.

"Hemm?"

"Maksudku, terbukanya portal itu seutuhnya?" ujar Eredyth sembari mengusap-usap dada Aka Manah, lalu turun ke perut, dan berhenti lama di selangkangan laki-laki tersebut. "Harmonic Convergence?"

"Kurang dari empat bulan lagi," jawab Aka Manah. Ia tersenyum, membiarkan wanita itu bersenang-senang dengan kemaluannya yang masih basah. "Harmonic Convergence kali ini bahkan lebih istimewa."

"Istimewa?" ulang Eredyth, gerakan tangannya di selangkangan laki-laki itu terhenti. Tapi hanya sekejap saja, dan tangan itu mulai menemukan keasyikannya, lagi.

"Untuk kali ini, akan terjadi gerhana bulan total tepat di saat delapan planet segaris lurus, bahkan dengan Pluto dan kembarannya, Eris."

"Aku tidak melihat itu sebagai tambahan yang istimewa."

"Aku sendiri juga tidak begitu memahami hal ini. Hanya saja, menurut Azazil—"

"Hei!" Eredyth menyeringai seraya menggenggam kencang kemaluan laki-laki tersebut sehingga membuat Aka Manah mengernyitkan dahi. "Dia tidak suka dipanggil seperti itu."

"Ya, ya, ya… bisa kau longgarkan genggamanmu itu?"

Eredyth tersenyum sembari menuruti permintaan Aka Manah. "Lalu?"

"Lucifer," ujar Aka Manah seraya melirik wanita tersebut.

Eredyth tertawa tanpa suara. "Sinting! Jika kekasih-sang-iblis itu mendengar ucapanmu, posisimu tidak akan pernah lagi sama, Akvan."

Aka Manah menyeringai, lagi. Tatapannya menerawang langit-langit ruangan. "Apa kau tahu, aku pernah sekali bersenggama dengan kekasih-sang-ibis itu?"

Sejenak Eredyth terhenti dari semua aktifitasnya. Bola mata itu membesar, setengah tidak percaya pada ucapan Aka Manah.

Aka Manah memandang wanita itu, lalu terkekeh. "Kau pikir kenapa Adam membuang wanita itu, hemm? Lalu memilih Eve yang diciptakan dari bagian tubuh manusia pertama itu sendiri?"

"Kukira selama ini karena perbuatan Lucifer yang menentang Zat Yang Maha Sempurna…"

"Bukan itu maksudku."

Eredyth memandang lagi Aka Manah, kali ini mencoba menyelami kedua bola mata laki-laki tersebut.

"Semua karena Lilith atau Lilyant atau kekasih-sang-iblis… terserah kau mau menyebutnya dengan apa, wanita itu memiliki segalanya. Kecantikan, kemolekan, kesempurnaan dalam wujud wanita, bahkan kecerdikannya setara dengan Lucifer sendiri."

"Bukankah itu sesuatu yang bagus?" kata Eredyth. "Maksudku, perpaduan dari itu semua?"

"Kau belum mengerti juga," Aka Manah terkekeh lagi. "Di antara semua kelebihan si kekasih-sang-iblis itu, dia memiliki sifat yang temperamen."

"Well, kita semua juga seperti itu."

"Memang," ujar Aka Manah. "Tapi Lilith adalah ratu di atas segalanya. Termasuk, nafsu birahinya."

"Hah?"

"Yeah, bahkan dalam hal itu kalian para Succubus bukanlah bandingan wanita tersebut."

"Waow…" Eredyth mengangguk-angguk. "Kurasa, dia pantas mendapat gelar Dewi para iblis."

"Yeah. Karena itulah, Zat Yang Maha Sempurna menggantikan posisi Lilith dengan Eve untuk menjadi pasangan Adam."

"Karena Dia Maha Mengetahui…"

"Tepat sekali."

Eredyth memandang lama ke wajah Aka Manah, sehingga membuat Aka Manah tertawa pelan menggeleng-gelengkan kepala.

"Kenapa aku merasa bahwa kau sebenarnya berada di pihak yang berbeda dengan kami?"

"Yang benar saja!" Aka Manah terkekeh lagi.

"Kau tidak terlihat seperti seorang iblis yang memberontak terhadap semua keputusan yang telah diberikan Tuhan kepadamu. Padahal, junjungan kita jelas-jelas seorang pemberontak. Kalaulah tidak, tidak mungkin dia mendapat julukan sebagai The Fallen Angel."

"Hei, dengar, Eredyth." ujar Aka Manah. "Lucifer boleh saja menjadi seorang pembangkang terhadap Tuhan, atau dengan semua rencanannya yang mengutus kita ke sini untuk mengambil alih Bumi dalam usahanya menghancurkan apa-apa yang sudah diciptakan oleh Tuhan itu sendiri. Kuberi tahu padamu, Eredyth, aku tidak ada sangkut-pautnya dengan pertikaian Lucifer dan Tuhan."

"Aku tidak mengerti," Eredyth mengempaskan kepalanya ke atas bantal. "Kalau memang begitu, lalu kenapa kau mau saja menuruti apa yang diperintahkan oleh junjungan kita itu?" tanya Eredyth seraya melirik Aka Manah di samping kanan.

Aka Manah menyeringai. "Aku melakukan semua ini, karena aku suka. Lagipula, kapan lagi kita bisa bersenang-senang melakukan pembantaian terhadap manusia di muka Bumi, hemm?"

"Benar juga. Aku pun sudah bosan rasanya tinggal di tanah yang tandus, panas, dan gelap." Eredyth tertawa merdu, lalu mengubah posisi berbaringnya menjadi menyamping, memunggungi Aka Manah. "Kau mau ronde berikutnya?"

"Dasar Succubus!"

***

TO BE CONTINUED ...