Chapter 30 - Situasi yang Aneh

Martin merunduk melewati jendela itu agar cahaya yang masuk tidak terhalang, jika itu terjadi, mungkin akan membuat dua wanita di dalam rumah menjadi curiga. Dengan sikap penuh kesiagaan, sang detektif melangkah pelan—nyaris tanpa suara—menuju ke bagian depan rumah.

Ia kembali merunduk dan mengendap-endap kala melewati jendela kedua. Sesaat ia berhenti, merapatkan punggung ke dinding, lalu mencoba mengintip ke bagian depan.

Sama, kondisi pekarangan di bagian depan rumah itu masih terlihat sepi seperti tadi saat ia mengawasi dari atas sana.

Lalu perhatian Martin tertuju pada ketiga kontainer besar. Kembali ia mengawasi keadaan. Setelah yakin tidak ada seorang pun di bagian depan, Martin bergerak cepat menuju kontainer di kanan. Dan bersembunyi di sisi kontainer tersebut.

Berharap saja dua wanita itu tidak mendengar langkah kakiku di permukaan pasir barusan, pikir Martin saat ia mengawasi pintu depan rumah semi-permanen.

Pintu itu sendiri dalam keadaan masih tertutup. Terdiri dari dua daun pintu yang terbuat dari papan tebal. Sepertinya, rumah itu sebelumnya digunakan untuk tempat penampungan ikan-ikan hasil tangkapan nelayan.

Martin melihat beberapa buah keranjang rotan di satu dua titik di sisi kanan rumah itu sendiri.

Si detektif polisi sedikit terkejut kala mendengar suara garukan halus di dinding kontainer di sampingnya. Terdengar pula suara dengkuran yang mirip suara dengkuran dari spesies kucing besar.

Tidak salah lagi, pikir sang detektif. Siapa pun orang-orang itu, jelas mereka melakukan hal yang ilegal. Jika di dalam kontainer ini adalah seekor singa, mereka pasti mendatangkan satwa itu dari daratan Afrika. Namun bila ternyata itu adalah spesies harimau, maka jelas tujuannya untuk dibawa keluar dari Indonesia. Apa pun itu, yang pasti semuanya perbuatan ilegal.

Ya, tentu, akan ada pengecualian terhadap hal tersebut untuk kepentingan khusus. Tapi tidak untuk yang dilakukan orang-orang ini, pikir Martin.

Pasar gelap? Yang benar saja! Apa kalian tidak ada bosan-bosannya menciptakan ketidakseimbangan di muka Bumi?

Martin memutar langkah, ia mengitari bagian belakang kontainer. Benar, pikirnya lagi. Ketiga kontainer itu berisi—setidaknya—seekor satwa besar.

Kini Martin mengintai dari sisi berbeda. Beberapa langkah di sampingnya, ada sebuah kapal tua yang tersandar ke pagar kawat. Dan ke sananya lagi—ke arah laut—ada dermaga kecil dan pendek yang terbuat dari beton.

Martin mengerutkan kening memandang kapal itu. Siapa pun pemilik awal kawasan ini, sepertinya tidak sempat membawa serta kapal berbahan fiber itu, dan dibiarkan teronggok begitu saja.

Tidak, orang-orang ini tidak mungkin menggunakan kapal berukuran kecil itu untuk mengangkut satwa-satwa besar seperti seekor harimau ataupun singa. Sepertinya, ini adalah pekerjaan sekelompok orang yang terorganisir, pikir Martin. Tidak menutup kemungkinan bahwa mereka juga mendapat bekingan dari orang-orang penting di negeri ini. Mungkin juga dari seorang polisi atau dari kesatuan lainnya yang berpangkat tinggi.

Brengsek! Otakku memang perlu dicuci, tapi setidaknya, aku bukan pengkhianat negeri.

Dari posisinya sekarang itu, Martin bisa mengawasi lebih leluasa ke sisi lainnya dari bangunan itu. Tapi tidak ada siapa pun di sana, kecuali beberapa keranjang rotan yang bertumpuk, juga beberapa buah peti kayu yang berada paling belakang.

Saat akan memutuskan untuk kembali mendekati bangunan itu, Martin mendengar suara dan langkah seseorang yang hendak keluar dari dalam rumah, dengan cepat sang detektif merapatkan punggungnya ke dinding kontainer, sedikit bergeser ke belakang.

"Apa kau yakin kau melihat bayangan seseorang memasuki kawasan ini?" ujar seorang wanita saat ia membuka pintu depan.

Daun pintu berderit, bergerak membuka ke arah samping. Hanya satu daun pintu saja yang dibuka oleh wanita itu, daun pintu sisi kanan dari arah pandangan Martin.

Martin menyipitkan pandangan saat mengawasi wanita yang kini justru membelakanginya. Wanita itu mungkin berusia antara 25 hingga 30 tahun. Rambutnya kecoklatan, dikuncir ke belakang. Dia hanya mengenakan bra berwarna oranye saja di bagian atas, sementara di bagian bawah wanita itu mengenakan celana parasut panjang berwarna biru gelap dengan dua garis putih di bagian samping.

"Lihat!" ujar wanita tersebut pada seseorang di dalam rumah. "Tidak ada seorang pun. Chimaira-chimaira itu mungkin hanya kelaparan."

Chimaira? Tanya Martin di dalam hatinya. Apa yang mereka bicarakan?

"Dasar Alkonost!" wanita itu terkikik sembari bertolak pinggang. "Sepertinya berada lama di sini membuat instingmu menjadi tidak keruan!"

"Jangan mengejekku!" satu suara wanita menanggapi ucapan wanita di dekat pintu besar itu. "Seirene sialan!"

Tapi wanita di dekat pintu tidak tersinggung sama sekali, ia malah tertawa lebih kencang lagi.

Alkonost? Seirene? Nama macam apa pula itu? pikir Martin. Atau itu hanya berupa nama sandi yang mereka gunakan masing-masing?

Yaa, pasti begitu. Martin menyipitkan pandangan, ia yakin, wanita itulah yang ada di dalam foto yang tadi ia amati.

Wanita di depan pintu masuk kembali, ia membiarkan saja pintu itu terbuka.

Memanfaatkan keadaan itu, Martin pun bergegas mendekati bagian depan sisi kanan dari rumah tersebut. Dan dengan berhati-hati ia mengintip ke bagian dalam.

Benar, pikirnya. Hanya ada dua orang wanita itu saja. Wanita yang di dalam terlihat seperti seorang wanita kantoran, bahkan lengkap dengan kacamata di wajahnya. Rambut hitamnya tersanggul ke atas. Mengenakan baju kemeja putih bergaris hitam, namun dengan dua kancing teratasnya sengaja dilepas.

Mungkin, agar payudaranya yang besar itu tidak tertekan oleh pakaiannya yang sedikit ketat. Martin menelan ludah.

Brengsek! Apa yang aku pikirkan di tengah-tengah situasi seperti ini?

Dasar bodoh!

Kembali sang detektif mengawasi wanita yang mengenakan rok span hitam pendek yang sedang duduk di atas sebuah meja dengan kaki berlipat. Sama, dari penampilannya, wanita itu pun berusia kisaran 25 hingga 30 tahun.

Perkiraan sang detektif juga benar adanya. Ruangan itu hanya berupa satu rongga besar tanpa sekat. Hanya ada sebuah meja yang sekarang diduduki wanita yang dipanggil Alkonost oleh rekannya itu, dan sebuah kursi di balik meja itu sendiri.

Sebuah kabinet dari plat ada di sudut kiri belakang ruangan. Tapi tidak ada apa-apa di atas laci-laci dari kabinet itu. Kecuali sebuah kardus usang yang entah berisi apakah gerangan. Sepertinya kardus itu tidak tersentuh sama sekali.

Yang menjadi perhatian khusus bagi Martin adalah noda-noda merah kehitam-hitaman di tengah-tengah ruangan—di hadapan wanita berpakaian ala kantoran—seperti bekas genangan darah. Dan itu terlihat acak, seakan-akan di sana pernah terjadi pesta menyantap daging mentah. Bahkan Martin dapat mencium aroma anyir darah dari dalam rumah tersebut.

Martin berpikiran untuk langsung menggerebek saja kedua wanita di dalam. Ia memastikan senjata apinya berfungsi dengan baik. Meski hanya dua orang wanita, tapi Martin tidak ingin ambil risiko.

Hanya saja, ketika ia bermaksud akan bergerak, hewan-hewan yang ada di dalam kontainer-kontainer itu tiba-tiba melenguh dan mendengkur lebih keras. Martin terpaksa mengurungkan niatnya untuk sementara. Bahkan kali ini Martin mendengar ada suara seperti suara kambing dari dalam kontainer itu.

TO BE CONTINUED ...