Chapter 16 - Investigasi

"Yeah." Kembali Ardha Candra mengusap wajah dan rambutnya. Masih terasa basah oleh keringat.

Dua orang petugas Kepolisian ikut masuk ke dalam ruangan yang tidak terlalu luas. Juga, si perawat wanita yang seolah punya dendam atau sesuatu yang tidak menyenangkan terhadap Ardha Candra.

Entah apa pun itu, pikir Ardha Candra, ia jelas melihat bayangan tersebut dari sorot mata dan mimik tubuh perawat wanita itu sendiri.

Aneh! Apa aku telah melakukan satu kesalahan besar pada perawat yang satu itu?

"Maaf mengganggu istirahat Anda, Pak Candra," ujar si perawat laki-laki lagi. "Bapak-bapak Polisi ini ingin bertanya beberapa hal kepada Anda."

Kembali pandangan Ardha Candra tertuju pada dua orang petugas Kepolisian di hadapannya. Sejauh yang bisa ia ingat, ia tidak pernah bermasalah sehingga harus didatangi polisi. Atau, mungkin saja ini soal kecelakaan lima bulan yang lalu.

Tapi, apa iya? Bukankah aku sudah membayar semuanya dengan jatuh dalam kondisi koma, apa tidak bisa dianggap impas saja?

"Silakan, Pak."

Setelah mempersilakan anggota Kepolisian itu, si perawat laki-laki menghampiri perawat wanita.

"Sudah kamu hubungi Dokter Arya?" bisiknya.

Perawat wanita mengangguk, lalu balas dengan berbisik pula, "Dokter Arya sedang menuju ke sini. Apa aku bilang," lanjutnya dengan sorot mata yang penuh amarah dan kebencian terhadap Ardha Candra, "pasti dia yang membunuh Lisa!"

"Jangan menuduh sembarangan dulu. Biarkan para polisi itu yang menyelidiki. Lagipula, hal ini sepertinya cukup mustahil dilakukan laki-laki itu."

Salah seorang polisi menoleh ke belakang, pada kedua perawat yang berbisik-bisik.

"Bisakah salah satu dari kalian memanggilkan perawat yang menyaksikan korban memasuki kamar ini, ke sini?"

"Ermm, bisa Pak," sahut si perawat wanita. "Permisi."

"Tapi, Pak," kata si perawat laki-laki setelah rekannya itu berlalu dengan cepat, "lokasi kamar sebelumnya bukan di sini."

"Begitu?"

Si perawat mengangguk.

Sementara Ardha Candra semakin curiga ada hal yang tidak beres di sini, pikirnya. Korban? Siapa yang menjadi korban? Aku sendiri yang menjadi korban dari tabrakan waktu itu.

Atau, jangan-jangan sebenarnya mereka mengetahui ada makhluk jadi-jadian seperti biawak itu?

Ada apa ini?

"Tidak masalah," sahut polisi itu lagi. "Tim Investigasi dan Forensik sebentar lagi akan ke sini. Untuk sementara, bisakah kamar itu dikunci dulu agar tidak merusak TKP?"

"Bisa, Pak. Bisa. Ermm… sayangnya, rekan saya yang tadi sempat membersihkan kamar itu, Pak."

"Begitu, ya…" Untuk beberapa detik sang polisi memikirkan satu-dua hal sebelum kembali berkata, "tidak masalah. Dikunci saja dulu."

"Baik, Pak." Perawat laki-laki itu pun segera berlalu dari sana.

Kini, tinggallah Ardha Candra bersama dua orang anggota Kepolisian tersebut.

"Maaf," ujar Ardha Candra sembari duduk di pinggir ranjang. "Ada apa ya sebenarnya?"

"Bapak kenal dengan wanita di dalam foto ini?"

Polisi yang seorang lagi memperlihatkan sebuah foto pada Ardha Candra, sementara tangan lainnya menggenggam bungkusan plastik bening yang berisi robekan-robekan kain berwarna biru dan putih.

Ardha Candra mengernyit, ia seakan mengenali isi di dalam bungkusan di tangan polisi tersebut.

"Anda kenal?"

Pandangan laki-laki itu beralih ke foto yang diperlihatkan kepadanya itu. Ardha Candra mengernyit, dan ya, ia memang kenal dengan sosok di dalam foto tersebut. Setidaknya, sebelum sosok itu berubah menjadi manusia setengah biawak yang berusaha mengunyah kepalanya.

Melihat foto tersebut, dan fakta dengan kehadiran kedua anggota Kepolisian itu, juga raut wajah tak bersahabat yang ditunjukkan perawat wanita yang tadi, Ardha Candra sudah dapat mereka-reka. Pastilah orang-orang ini mencurigai dirinya dengan apa pun yang sudah terjadi pada sosok sebenarnya dari sosok yang ada di lembar foto.

Tapi, untuk satu alasan yang belum jelas, Ardha Candra hanya berdiam diri. Hanya sepasang matanya itu saja yang bergerak-gerak. Dari sosok di lembaran foto ke robekan pakaian di dalam plastik, ke wajah yang menunggu jawaban dari mulutnya itu, pada polisi yang di belakang.

Polisi yang di depan Ardha Candra tersenyum, tapi jelas terlihat itu bukan jenis senyuman yang menyenangkan.

"Sepertinya Anda memang mengenal wanita dalam foto ini."

Tepat pada saat itu si perawat wanita kembali dengan membawa serta seorang perawat wanita lainnya yang memiliki tubuh besar.

"Maaf, Pak," sahut si perawat wanita yang bertubuh kecil. "Ini, teman kami yang menyaksikan."

"Terima kasih," sahut polisi di belakang. "Silakan."

Perawat gendut itu mendekat. Dan Ardha Candra mengernyit lagi menatap sosok yang baru datang itu. Ia tidak merasa pernah mengenal sama sekali.

"Bagaimana kalau dengan perawat yang satu ini?" tanya polisi yang berada di dekat Ardha Candra sembari menunjuk pada perawat gendut itu.

Ardha Candra menggeleng.

"Sayangnya," kata polisi itu lagi, "dia melihat wanita di dalam foto ini memasuki kamar Anda. Bukan begitu?" Sang polisi melirik pada perawat gendut di sampingnya.

"Benar sekali, Pak."

Ardha Candra sedikit terperangah. Benar. Suara berat mirip suara laki-laki dari perawat berbadan besar itu memang pernah ia dengar, dan itu mengingatkannya pada jam kejadian di mana perawat wanita yang ada dalam foto kala itu memasuki kamar tempat di mana ia dirawat sebelumnya.

Yaa, itu perawat yang sama.

"Sumpah," ujar Ardha Candra memijit-mijit keningnya sendiri. "Saya tidak mengerti apa tujuan Bapak-bapak menanyakan hal ini kepada saya? Tidak sama sekali. Bahkan, dengan kehadiran kalian semua di dalam kamar ini pun saya tidak bisa mengerti, kenapa? Atau, untuk apa?"

Si perawat laki-laki baru saja akan kembali setelah mengunci kamar yang dicurigai oleh polisi tadi saat ia melihat seseorang melangkah cepat menghampirinya.

"Dokter Arya."

"Di mana mereka?"

"Di atas."

"Kalian mengizinkan orang-orang itu menginterogasi pasien saya?"

"Maaf…"

"Sudahlah!"

Sang dokter yang seharusnya sedang beristirahat di rumahnya itu terlihat cukup kesal, tanpa atribut kedokteran di tubuhnya, ia melangkah cepat ditemani si perawat laki-laki.

"Jangan lagi-lagi kalian melakukan hal yang sama."

"Maaf, Dok."

"Kita juga harus melindungi hak pasien. Ingat itu!"

"Baik, Dok."

Lift itu mengantarkan keduanya satu lantai ke atas. Kembali dengan langkah cepat sang dokter dan perawat itu keluar dari dalam lift menuju kamar di mana Ardha Candra sedang ditanyai oleh dua orang polisi, ditemani dua orang perawat wanita.

"Dokter," sapa si perawat wanita berbadan kurus pada Arya.

Sang dokter langsung masuk ke dalam kamar itu dengan raut muka yang tidak senang.

"Apa yang terjadi di sini?" tanya sang dokter dengan nada yang sama tidak senangnya.

"Aah, Dokter Arya," ujar polisi di belakang. "Anda adalah dokter penanggung jawab saudara Ardha Candra ini, bukan?"

"Saya bertanya, apa yang terjadi di sini?" ulang sang dokter dengan penekanan suara yang lebih. Sekaligus, menekan suaranya sendiri agar tidak mengganggu pasien-pasien lainnya di kamar yang bersebelahan dengan kamar itu sendiri.