Langit semakin detik semakin tak bersahabat dengan kumpulan siswa baru di halaman Sekolah Cendrawasih. Terik matahari meruntuhkan nyali mereka. Membakar Sukma hingga lelah, lemah, dan akhirnya beberapa terpaksa kalah. Salah satunya tentu saja Khanza Arisha—si gadis cupu yang telah pingsan akibat kegiatan MOS.
Tinggallah Dea, si gadis seksi nan molek tersebut hanya bisa menggerutu dalam hati. Kini gilirannya hormat pada bendera merah putih di tengah lapangan.
"Berdiri yang benar!" bentak Iva.
"Tangannya jangan bengkok!" Kali ini giliran Zia.
"Matanya lurus kedepan, jangan lirik-lirik pacar orang." Ugh si Amel memang ada-ada saja ngomongnya.
"Makanya kalau mau hidup lo tenang, jangan coba cari masalah sama kita." Santi menyenggol Dea hingga gadis itu hampir tersungkur ke depan.
"Au!" ringis Dea saat ujung sepatunya terbentur tiang bendera.
"Hahahahaha!" Sontak tawa keras menggelegar dari semua anggota geng comel.
Melipat tangan di dada, Santi berlagak sombong di depan juniornya itu. "Ini baru permulaan, lihat saja hari-hari selanjutnya. Lo akan tahu siapa kami di sekolah ini."
Dea terpaksa bungkam. Kedepannya dia harus mengatur strategi agar tidak menjadi bahan bully. Kita lihat saja ke depannya bagaimana?
Randra tanpa sengaja melirik pada kumpulan orang di tengah lapangan. "Ngapain mereka?" gumam lelaki itu bertanya.
Arif sontak ikut menoleh ke lapangan. Santi dan gengnya lagi-lagi melakukan tindak building sama siswa baru. Menggelengkan kepala, sepertinya dia harus menghentikan itu.
"Rand ikut gue yuk," ajaknya.
"Kemana?"
Arif lantas menarik sang sahabat. Mendekat pada kumpulan siswi di depan sana, dia pun membisikkan sesuatu pada Randra.
Mata Randra memicing tajam. Namun suruhan Arif tetap ia lakukan. "Baiklah, tapi setelah ini traktir gue," rayunya.
"Hm."
"Ehem!" dehem Randra keras hingga membuat kumpulan cewe yang asik berkumpul tersebut menoleh kepadanya. "Hallo Kakak-Kakak cantik," serunya seraya unjuk gigi atas ketampanan yang ia miliki.
Menyugar rambut agar rapi, Randra pun merogoh saku baju. "Gue ada permen nih buat kalian."
Membaginya satu-satu, lelaki yang tidak kalah tampan dari Arif itu pun mengecualikan Dea. "Lo bukan Kakak kelas, lo juga tidak cantik," cibir Randra.
Mata Dea membulat sempurna. "A-Ap—"
"Diam!" hardik Santi.
Dea sontak bungkam dengan kekesalan yang terpendam. Sialan.
"Terima kasih," ucap Amel manja. Lalu secepat kilat ia ingin merobek bungkus kecil tersebut.
"Eits tunggu, jangan dibuka dulu," cegah Randra.
Geng comel saling melempar pandangan satu sama lain. "Kenapa?" selidik Zia.
"Coba kalian balik bungkusnya dan baca kata per kata yang tertera di sana," titah Randra.
Berbarengan membalik. Lima siswi senior pun mulai membaca.
"I Love You," ucap Zia.
"I Miss You," ucap Iva.
"I Need You," ucap Amel.
"Sayang kamu," ucap Santi.
"Jadian yuk," sebut Vera.
Kelimanya pun melirik satu sama lain, lalu juga menoleh pada Randra secara bersamaan.
"Apa maksud lo?" selidik Zia.
"Apa lo nembak kita berlima?" lanjut Iva.
"Lo mau mainin kita?" tuding Amel.
"Lo tahu gue pacar Sony 'kan?" Santi berbangga diri.
"Kita bukan cewe sembarang." Vera lantas mengembalikan permen.
Randra melirik Arif, kenapa justru salah prasangka seperti ini. Namun dengkusan pun keluar dari sela bibir kala sang sahabat yang malah tak peduli. Dia yang nyuruh, malah angkat tangan.
"Jangan salah paham dulu," bela Randra. "Gue nggak berniat buat nembak atau gombal kalian kok," elaknya.
"Terus?!" sahut mereka kompak.
"Em jadi gini. Gue itu sebenarnya mau kenalan dan akrab saja gitu sama Kakak kelas, apalagi salah satu dari kalian pacar teman gue si Sony. Nah berhubung gue punya permen dengan tulisan sweet gitu, ya gue pikir kalian suka. Eh malah salah paham."
Alibi yang sangat bagus Rand, tapi kalau memang berhasil kenalan bagus juga sih. Apalagi ada yang baper, lumayan 'kan? Hehehe.
"Owh!" seru mereka membulatkan mulut. Lalu satu persatu pun mengulurkan tangan dan menyebutkan nama.
Dalam rangka Randra masih sibuk mengalihkan perhatian para geng comel, Arif diam-diam melirik Dea dan mengibaskan tangannya.
Dea mengangguk. Pelan-pelan mundur, dia pun menjauh dari kumpulan ratu lebah tersebut. Mengulas senyum setelah merasa jauh, ia juga tak lupa menyatukan telapak tangan guna berisyarat terima kasih untuk lelaki itu.
Menyatukan ujung kuku jempol dan telunjuk Arif membentuk huruf O. Membalas senyum Dea, dia pun akhirnya lega bisa menyelamatkan seekor cicak dari kumpulan buaya betina.
Amel mencium bau mangsa yang kabur. Lantas menoleh kiri kanan, ia tak menemukan lagi Dea di sana. "Mana anak baru songong itu?" ujarnya.
Iva, Zia, Santi, dan Vera pun mengedarkan pandangan. "Kemana dia?" Selidik Santi.
"Apa jangan-jangan dia kabur?" tebak Zia.
"Awas saja, bakalan gue tambah hukumannya," imbuh Iva.
Gawat. Arif menyenggol Randra, lelaki itu harus melancarkan lagi bakat terpendamnya. "Rayu lagi mereka," bisik Arif.
Memajukan bibir bawah. Baiklah, Randra harus memakai ilmu buaya darat miliknya. "Kalian cari gadis nyebelin itu ya? Ih nggak usah deh. Repotin, gue nggak suka kalau ada dia. Super duper berisik dan crewet," ungkap Randra.
"Sama kaya Amel dong," celetuk Zia yang langsung mendapat tabokan keras dari orangnya.
"Ih Zia! Amel nggak cerewet, nggak juga berisik. Apalagi nyebelin. Amel itu hanya ngangenin doang kok."
"Hu!" Sorak geng comel pada salah satu anggotanya itu.
"Mending kita pada ke kantin yuk!" ajak Randra. "Mumpung sebentar lagi istirahat 'kan?" sambungnya.
Betul juga. Tepat setelahnya bel istirahat berbunyi nyaring. Menyetujui ajakan Randra, para geng comel itu pun membenarkan dandanan baju, rok, dan juga rambut mereka.
Arif mau tidak mau ikut, dia tidak mungkin membiarkan Randra seorang diri dikerubuni para cewe. Berjalan paling akhir, matanya tertuju pada gadis yang sedikit pendiam dari yang lain.
Vera. Wanita itu hanya sesekali turut bicara. Dandanannya juga tak menor seperti yang lainnya. Lumayan juga, ucap Arif dalam hati.
***
Dea—Si gadis molek tersebut menghela napas setelah berlari tunggang langgang menyelamatkan diri. "Syukur gue selamat dari para badebah itu," gumamnya.
Lantas mendatangi Khanza di UKS, dia pun mengajak gadis cupu tersebut untuk mengisi perut.
"Kita ke kantin yuk Za!"
Kebetulan Khanza juga sudah lapar. Tenaganya pun perlu di isi lagi. Biar kuat untuk menjalani hari berat ini.
"Ayo, aku juga lapar."
Berjalan bergandengan keduanya pun menuju kantin sekolah. Sembari mengobrol bertukar cerita hidup, mereka tidak menyadari suasana sekitar yang memerhatikan mereka.
"Itu si gadis songong sama gadis cupu," bisik Iva.
"Halangin kakinya," suruh Santi berbisik juga.
Zia yang duduk paling dekat dengan jalan pun menjulurkan kaki. Alhasil Khanza tersandung dan ....
"Khanza!" pekik Dea.