Chereads / Obsession In Love / Chapter 3 - Keributan Di Pagi Buta

Chapter 3 - Keributan Di Pagi Buta

"Terima kasih Pak, Kak." Pemuda dengan jaket semi kulit tersebut menangkupkan kedua tangan.

"Sama-sama. Sekali lagi saya minta maaf atas kelalaian dalam menyetir." Zay sungguh menyesal dan semua itu gara-gara dia berseteru dengan sang Adik hampir saja orang lain celaka.

"Tidak apa-apa Kak, aku juga salah tadi. Ya sudah, aku turun dulu Kak, Pak."

"Aku juga ya Pak, Kak Zay."

"Kalian berdua hati-hati ya," pesan sang Papa.

"Iya Pa," sahut Khanza. Lalu beralih ke sang Kakak.

"Jaga diri baik-baik, jangan nakal, dan satu lagi belajar yang benar," nasehat Zay.

"Iya-iya, bawel!" Khanza menjulurkan lidahnya.

Lantas kedua anak muda itu turun dari mobil. Dan berdiri menunggu Zay dan sang Papa bertolak dari sana.

"Saya titip Adik saya ya? Kalau nakal jewer saja," seru Zay.

"Ish Kakak!" protes Khanza.

"Siap Kak." Siswa tampan tersebut mengacungkan jari je

Setelah mobil berlalu, Khanza membalik tubuh dan pergi tanpa pamit begitu saja. Buru-buru masuk ke dalam dia takut kalau akan terlambat mengikuti acara Masa Orientasi Sekolah(MOS)

"Eh tunggu!" cegah pemuda itu. Dia menyusul Khanza dengan kaki sedikit pincang.

Khanza menoleh dan baru ingat akan luka pada kaki pemuda itu. "Kaki kamu masih sakit?"

"Sedikit."

"Mau aku bantu?" tawar Khanza.

"Boleh juga."

Khanza memapah pemuda tersebut masuk ke dalam. Memasuki taman sekolah, mereka pun memutuskan untuk beristirahat pada sebuah bangku panjang. Duduk berdua di sana, ternyata sekolah masih lumayan sepi.

"Oh ya kenalin namaku Arif." Mengulurkan tangan, pemuda tinggi, putih tersebut mengulas senyum.

Siapa yang mampu menolak pesona pangeran tampan rupawan. Bahkan untuk seorang Khanza yang tidak pernah bersentuhan dengan cinta saja sampai terpaku dibuatnya. 

Gila! Dia ganteng banget, sumpah! Bisa mati kutu aku. Seumur-umur aku baru kali ini melihat cowo semanis ini.

Jiwa Khanza pun bergejolak, tidak bisa menampik dia pun mulai tergoda. Dia punya pacar belum ya?

Ah Khanza, siapa yang mau sama gadis kutu buku kaya lo? Nggak pantes tau nggak?

"Hello?!" Arif melambaikan tangan di depan Khanza yang melamun.

"Eh. A-Aku K-Khanza," jawabnya.

Jabatan tangan pun terjalin. Gadis cupu tersebut terhipnotis akan pesona Arif Saputra Wijaya. Kenapa aku baru memerhatikan wajahnya sekarang? Padahal tadi dalam mobil kita juga sisian.

"Ehem!" Arif menarik tangannya, menggaruk belakang kepala, dia salah tingkah akibat tatapan Khanza.

"S-Sorr—" Omongan Khanza terpotong karena mendengar sesuatu.

"Jadi anak baru aja, udah berani kamu ya?!"

"jangan so, kecantikan, deh, lo!"

"Ganggu-ganggu pacar orang!"

''Suara ribut apa tuh?'' Khanza coba mencari asal suara tersebut.

Terlihat tiga orang pria dengan beberapa wanita berkumpul di bawah pohon besar, tapi ... ada satu wanita yang sepertinya?

"Astaga!" pekik Khanza yang lantas berlari.

"Maaf, Kakak Semua. Ini ada apa ya?" Khanza sontak menahan tangan seorang cewek yang coba menampar seseorang cewek lainnya. Sepertinya gadis itu  murid baru juga disini.

"Eh cupu! jangan ikut campur deh, lo! sana minggir!" Salah satu dari mereka  justru mendorong dan mengusir Khanza.

"Maaf, Kak. Bukannya mau ikut campur, tapi saya cuma melihat seperti ada yang mau melakukan tindak kekerasan di sini." Mencoba bicara sopan agar mereka tidak tersinggung, Khanza tahu adab sebagai junior sekolah ini.

"Sudah teman gue bilang jangan ikut campur. Sana pergi!" Mengibaskan tangan, wanita dengan nama Santi di seragamnya itu pun turut mengusir Khanza.

"Ish, minggir sana gadis cupu. Ini urusan kami, dia ini sudah membuat masalah dengan Geng Comel . Jadi harus tahu konsekuensinya" Menunjuk gadis yang dari tadi cuma menunduk ketakutan. Iva pun mendekat dan menoyor kepalanya.

"Se-sekali lagi ma-maaf Kak, ta-tapi b-benar bukan s-saya yang menggoda pria ini," sanggah gadis itu dengan suara bergetar ketakutan.

"Bohong Sayang. Memang dia kok yang tadi narik aku dan memaksa aku berciuman. Lagian kamu juga lihat sendiri 'kan, tangannya tadi di mana?"

"Tidak Kak! Dia yang Bohong! Dia yang menyeret aku ke pohon ini." Gadis berambut panjang tersebut pun sampai menangis membela diri, tega sekali di hari pertama dia malah mendapat fitnah sekeji ini.

"Diam Lo! Gue juga lihat lo yang menggoda pacar gue!" bentak Santi.

"Kita juga lihat," sahut Vera yang di benarkan oleh Iva dan Amel.

"Mereka berdua saksinya, bukan aku yang menggoda pacar Kakak." Gadis tersebut menunjuk dua pemuda yang hanya diam saja.

"Adit, Aldi, katakan yang sebenarnya," suruh Sony penuh penekanan.

Keduanya saling melempar pandangan. Meneguk saliva, mereka bingung harus menjawab apa.

"Em ... Aldi saja deh yang jawab," ujar Adit.

"Eh kok gue?!" Aldi mendengkus kasar, mau tidak mau dia harus menjawab sekarang.

"Iya anak baru ini yang maksa Sony buat menciumnya." Ah tentu saja dia lebih memilih bohong, karena mata tajam Sony sudah mengintimidasi. Jika dia berkata jujur, maka tamatlah riwayatnya setelah ini.

Emosi Santi pun semakin membara. Menatap tajam gadis molek itu, tangannya sudah gatal untuk mengotak atik wajah mulus tersebut.

Namun sebelum Geng Comel berulah, seseorang terlanjur datang menyita perhatian mereka.

"Hai? Ada ribut apa ini?" Arif datang dengan kaki yang masih pincang.

"Arif," sapa Sony.

"Hai Bro," balas Arif.

"Jadi lo masuk sini Bro?" Adit lantas menghampiri dan memukul bercanda bahu temannya tersebut.

"Jadilah! Kalau nggak, mana mungkin gue berdiri di sini."

"Ha-ha-ha! Benar juga," timpal Aldi. Lalu ia pun menoleh pada kaki Arif. "Kaki lo kenapa?" selidiknya.

Arif justru mengalihkan tatapan pada Khanza. Mengulas senyum sejuta pesona dia menyahut pertanyaan teman seniornya. "Biasa! Jatuh dari motor."

Khanza menghela napas dalam. Melirik situasi, dia tidak ingin membuang kesempatan emas ini. "Permisi, Kak. Kita balik ke kelas dulu," pamit Khanza menarik tangan gadis yang tadi disudutkan sama sekelompok senior.

Arif menatap punggung Khanza. Cerdik juga gadis itu, garcep banget perginya.

"Ganteng banget!" puji Santi.

"Iya ganteng banget, lebih ganteng dari Sony," celetuk Iva.

"Hooh." Amel pun mengibaskan tangannya pada rok. "Kenalin gue Amel." Cepat juga anak satu ini menyodorkan tangannya.

"Eh gue dulu." Menepis tangan sahabatnya, Vera yang biasanya pemalu tidak mau kalah. "Vera," ujarnya.

"Arif." Membalas jabat tangan Vera, dia lalu menyambut uluran tangan yang lainnya.

"Iva."

"Gue Santi, ketua geng Comel."

Sony memicingkan mata kala sang kekasih menatap intens teman juniornya tersebut. "Ehem! Dia pacar gue, Rif," tandasnya.

"Owh!" seru Arif. "Gue nggak tahu."

"Urusan kita belum selesai Son." Tatapan Santi seram juga, suasana pun hampir kembali mencekam jika tidak ada si super duper bawel Amel.

"Ih ... 'kan yang ngajak kenalan duluan gue. Kok Amel yang super kece badai ulala ini diabaikan sih," cerocosnya.

"Hu!" sorak sahabat-sahabatnya.

"Princes Amel cemal-cemil ulala," ledek Adit yang disambut tawa oleh Aldi.

"Oh ya Rif, Randra mana?" tanya Sony.

"Randra? Gue juga nggak lihat itu anak kemana, tapi tadi katanya sudah sampai," jawab Arif.

Dan ...

"Hai teman-teman!"

Semua mata menoleh ke sumber suara.