Bukannya ke kamar mandi, Arif justru menuju ke belakang sekolah. Menendang-nendang dinding, ia bahkan hampir menonjok sebuah batu besar. Untunglah sang sahabat Randra datang, sehingga lelaki berparas tampan itu bisa mencegah Arif dari perbuatan yang bisa saja mencelakakan.
"Lo kenapa Bro?" tanyanya. "Ada masalah cerita," tawarnya.
Arif menggeleng. Dia tidak mungkin curhat tentang kekesalan terhadap Khanza yang semakin dekat dengan sang guru. "Gue cuma kesal sama Bokap Nyokap gue. Mereka selalu mementingkan urusan mereka," bohongnya.
Randra menghela napas dalam. Dia selalu menaruh kasihan untuk sang sahabat atas perpisahannya dengan kedua orang tua. "Sabar Bro. Mereka pergi juga buat masa depan lo. Mereka banting tulang biar hidup lo terjamin kedepannya."
Memejamkan mata sesaat. Arif pun duduk pada salah satu batu besar. "Gue tahu Rand. Cuma kadang gue lelah selalu seperti ini. Gue juga mau seperti anak-anak lain yang pulang ke rumah disambut orang tuanya."