Chereads / Obsession In Love / Chapter 2 - Hari Pertama Di SMA Cendrawasih

Chapter 2 - Hari Pertama Di SMA Cendrawasih

Khanza memberenggut kesal sepanjang perjalanan. Apalagi sang Kakak terus mengejek lewat kaca spion depan sejak tadi. "Nyetir yang benar. Nanti nabrak lo, Khanza nggak mau mati konyol gara-gara Kak Zay," cerocos Khanza.

"Kakak selalu nyetir yang bener ya? Kamu aja yang mukanya nggak benar dari tadi."

Khanza semakin menekuk muka. Mengumpat dalam hati, dia ingin sekali menoyor kepala sang Kakak di depan sana.

"Zay jangan ganggu lagi Adik kamu," tegur sang Papa yang duduk di samping kemudi.

"Iya Pa," patuh Zay.

"Mampus Kak Zay," celetuk Khanza seraya menjulurkan lidah.

"Nggak sopan ya Dek." Zay mempercepat laju mobilnya karena jalanan mulai longgar.

"Biarin." Khanza malah semakin berulah. Mengejek Zay, dia malah menambah dengan sedikit lenggokan badan.

Zay kehilangan konsentrasi dalam menyetir gara-gara memerhatikan sang Adik. Tanpa ia sadari ada sebuah motor yang tiba-tiba mengerem mendadak di depan.

Brak!

Al hasil tabrakan pun tidak bisa dihindari.

"Aduh!" Khanza mengusap dahi yang terbentur bangku di depan. "Kak Zay!" protesnya.

Zay tidak menanggapi, dia bergegas turun dan memeriksa orang yang sudah ia seruduk tadi. Membantu membangunkan motor, dia pun menghela napas lega kala melihat si korban masih bisa berdiri.

"Kamu tidak apa-apa?" tanyanya.

"Iya Kak. Maaf kalau saya mengendari motornya tidak hati-hati tadi," tutur seorang pemuda begitu sopan.

Sementara Si Papa dan Khanza menyusul turun. Mereka juga ingin tahu keadaan orang tersebut.

"Ya ampun Nak, kaki kamu terluka." Tanpa sengaja Damar melihat celana pemuda tersebut yang robek, ada sedikit noda darah di sana.

Mata Khanza pun terbelalak. "Kita ke tepi dulu," ajaknya. "Kak Zay, tolong pinggirin motor dan mobil Kakak dulu," suruh gadis cupu tersebut.

"Iya Dek."

Menuntun pemuda berseragam putih abu-abu tersebut ke pinggir, Khanza dan Papanya pun mendudukkan di trotoar jalan. Membongkar isi tas, gadis cupu tersebut mengambil kotak P3K yang selalu ia bawa.

"Sini aku obatin dulu," ucapnya.

Pemuda tersebut menjulurkan kaki, memerhatikan Khanza yang telaten mengobati luka, terbitlah senyum tipis pada sela bibirnya. Kalau diperhatikan wajahnya manis juga, anaknya baik, tapi sayang kenapa penampilannya aneh sekali.

"Sudah selesai," seru Khanza.

"Syukurlah," ucap Damar. "Apa ada yang sakit lagi Nak?" tanya Damar.

"Tidak ada Pak. Terima kasih sudah mengobati luka saya," sahutnya.

Zay datang dengan wajah penuh keringat. "Sepertinya motor kamu mengalami kerusakan, tadi saya coba mesinnya tidak bisa dihidupkan."

Pemuda tersebut pun mendengkus kasar. Mengecek jam di pergelangan tangan, dia pun was-was sebab hari ini adalah hari pertama ia masuk sekolah. "Terima kasih Kak, biar saya cari taksi saja nanti."

"Eh, biar kami saja yang antar," tukas Damar.

"Iya, memangnya kamu sekolah di mana?" imbuh Khanza.

"Em di ...."

***

SMA Cendrawasih Tiga Jakarta.

Suasana sepi masih kentara karena hari masih terlalu pagi. Namun dua anak muda sudah stay berada dalam ruangan kelas mereka. Oh rajin sekali anak-anak itu.

Eits tunggu!

Bukan antusias untuk menyambut pelajaran, ternyata ada tujuan lain dari datangnya mereka ke sekolah pagi-pagi.

"Gue takut Santi dan anak-anak datang Son." Menolehkan muka ke samping kanan, Zia menghindari ciuman Sony.

"Ayolah, Zia. Mereka masih lama kok, tadi Santi bilang masih di jalan." Tangan Sony memegang dagu wanita di depannya, membawa wajah cantik tersebut agar menghadapnya. Dan sontak ia melumat habis bibir ranum gadis tersebut.

Tidak bisa Zia pungkiri, dia selalu menikmati setiap sentuhan pacar sahabatnya tersebut. Membalas perlakukan pemuda di depannya, mereka melupakan sedang berada di mana sekarang.

Setelah puas akan nafsunya, Sony meninggalkan sahabat kekasihnya dengan dua kancing baju terbuka. Gue mulai bosan dengan Zia, gue harus cari mangsa baru, batinnya.

Berjalan-jalan ke taman sekolah, Sony menemui teman satu gengnya yang sedang asik nongkrong di sana. "Hai guys!" sapanya.

"Dari mana saja lo?" tanya Aldi.

Menatap bibir Sony yang basah, Adit sudah bisa menduga dari mana temannya tersebut. "Lo habis makan anak orang?" sindirnya.

Sony malah terkekeh geli sembari mengusap bibir. "Tahu aja lo." Menepuk bahu Adit, dia pun mengedarkan pandangan ke kumpulan para murid-murid cewe di taman.

"Gue sudah bosan sama Zia. Kalian ada rekomendasi cewe lain nggak?"

Ckck. Sony-Sony—si lelaki most wanted, tapi buaya kelas kakap. Dia berhasil menyandang status sebagai pacar Santi—Primadona SMA Cendrawasih. Namun dia tetap saja bermain api dengan para gadis dengan suka pilih.

"Nggak ada," sahut Aldi. "Semua cewe sudah pada lo coba," ledeknya.

"Ha-ha-ha! Tinggal Vera sama Amel doang," imbuh Adit. "Oh iya, Iva juga."

"Shit! Gue takut mereka bocor sama Santi. Cuma Zia doang yang bisa gue rayu." Sony masih tak henti mencari mangsa baru. Menyipitkan mata, dia melihat seorang gadis putih, molek, dan seksi berjalan di dekat sana.

"Guys! Dia siapa?" Jari telunjuknya pun mengarah pada tengah-tengah taman.

Mata Adit dan Aldi pun turut mengekor. "Wow!" takjub keduanya bersamaan. Mengerjap beberapa kali, lantas keduanya saling menoleh satu sama lain.

Dan dalam hitungan ketiga, mereka semua berlari menghampiri si gadis molek tersebut. "Woi! Tunggu gue!" jerit Sony segera menyusul kedua temannya.

"Hai cantik." Adit gerak cepat menghadang gadis berseragam putih abu-abu tersebut.

"Kenalin gue Aldi." Pemuda berkumis tipis itu pun mengulurkan tangan.

"Ish kalian ini ya?" Sony menepis tangan Aldi. "Jangan mau sama mereka, keduanya buaya."

Sontak dua A itu pun memutar jengah mata. "Bukannya yang buaya lo," tuding keduanya bersamaan.

Ish-ish tak patut ... tak patut.

Melenggang begitu saja, gadis bohay itu tidak tertarik sama sekali. Tujuan dia ke sini untuk sekolah, bukan menjadi penakluk lelaki. Namun siapa sangka dia malah memancing kekesalan seorang Sony Fanditama.

Menarik lengan siswi wanita tersebut, lelaki berperawakan tinggi itu pun langsung menyeretnya ke pohon besar di dekat sana.

"Lepas Kak!" berontak gadis tersebut.

"Anak baru tidak boleh sombong di sini," geramnya. Lantas mendorong tubuh mungil tersebut hingga tersandar pada batang pohon.

"Aku bukan sombong Kak! Aku mau buru-buru, nanti aku terlambat kak."

Sony menyeringai mendengar kalimat sopan tersebut. Menghimpit tubuh seksi gadis di depannya, dia mengindahkan larangan kedua temannya.

"Lo harus terima hukumannya," ujar Sony seraya mendekatkan muka.

"Sony! Ngapain kamu!"

Suara mak lampir menggema di taman tersebut.

"Shit!" umpat Sony, dia sangat kenal suara itu, bahkan tanpa menengok sedikit pun.

"Aldi, Adit, kenapa kalian nggak kasih tahu gue," geramnya.

"Kita juga baru lihat Son," bela Adit.

Memutar otak, dia tidak boleh ketahuan oleh sang kekasih. Bisa mampus popularitasnya di sekolah jika diputuskan oleh Santi.

"Baiklah. Gue harus pakai cara ini." Lantas ia menaruh tangan gadis itu di pundaknya.